Chapter: 5. Gaun Yang Mengikat Janji PernikahanLampu kristal memantulkan cahaya hangat di ruang makan mewah itu, menerangi meja marmer panjang dengan hidangan tertata rapi. Namun, kehangatan itu tak mampu mencairkan ketegangan antara Dirga, Mahendra, dan Mulan. Mulan—sang Ibu Tiri, berusaha memecah hening sambil menuangkan sup ke piring Mahendra. “Kamu jarang makan malam di rumah. Papa sampai mengeluh,” ucapnya, senyumnya terasa dipaksakan. Dirga hanya mengangguk singkat, pandangannya tetap pada piring. Hening kembali jatuh, lebih berat dari sebelumnya. Mahendra, dengan anggur merahnya yang belum tersentuh, memecah keheningan. “Bagaimana bisnis proyek barumu, Dirga?” suaranya terdengar datar, tanpa sedikitpun kehangatan. “Lancar,” jawab Dirga singkat, suaranya tanpa emosi. Makan malam berlangsung kaku. Setiap suapan seperti beban, setiap tegukan anggur terasa getir. Hingga Dirga meletakkan sendok-garpunya, denting logam memecah keheningan. Tatapannya menusuk Mahendra dan Mulan, membawa tekad yang sulit ditawar. “Aku a
Last Updated: 2025-09-13
Chapter: 4. Kontrak Takdir“Tuan Dirga… jika tawaran itu masih berlaku.... saya menerimanya.” Dirga terpaku. Ekspresinya berubah, dari datar menjadi sedikit terkejut. Ia mengenali suara itu. Anna. Untuk sesaat, ruangan seolah membeku. Ia menghela napas, lalu berdiri dan berjalan pelan ke jendela kaca besar yang menghadap ke lanskap gedung pencakar langit. “Baik,” jawabnya, tetap datar namun dengan nada yang lebih lambat, seolah sedang mencerna keputusan itu. “Kita bertemu jam tujuh malam. Di tempat yang kemarin.” Terdengar suara Anna lagi, lebih ragu kali ini. “Maaf, Tuan, bolehkah… kita bertemu di tempat lain saja? Saya tidak enak kalau dilihat teman kerja saya…” Dirga melirik jam tangannya. Matanya kosong sejenak sebelum ia berkata, “Aravine. Restoran di pusat kota. Jam tujuh malam dan Jangan terlambat.” “Baik, Tuan. Terima kasih…” suara Anna nyaris tak terdengar sebelum sambungan terputus. Dirga menatap ponsel beberapa detik sebelum menekan nomor lain. Kali ini ia menelepon Melati. “Melati, Wan
Last Updated: 2025-09-13
Chapter: 3. Harga dari Sebuah HarapanMentari pagi menyelinap lewat celah jendela kamar kontrakan sempit milik Anna. Lelah semalam belum juga hilang, tapi waktu tak menunggu. Anna bangkit, menyalakan kompor kecil, lalu merebus sebutir telur—sarapan satu-satunya pagi ini. Belum sempat ia duduk, ketukan tegas terdengar di pintu. Anna buru-buru membukanya. Bu Marni, pemilik kontrakan, berdiri dengan wajah lelah. "Anna, pagi. Maaf ganggu. Tapi kamu tahu, sudah waktunya bayar kontrakan. Tolong ya, minggu ini dilunasin. Banyak yang nunggak, dan saya harus adil," ucap Bu Marni, nada suaranya datar namun jelas terasa tekanan di baliknya. Anna menunduk sedikit, suaranya pelan dan penuh sopan santun. "Maaf, Bu Marni. Saya… saya baru beli obat buat Ara tiga hari lalu. Uangnya benar-benar habis. Bisa saya minta tenggat waktu sampai minggu depan?" Bu Marni menarik napas berat, lalu mengangguk singkat. "Minggu depan, ya? Kalau belum dibayar juga, saya harus kasih kontrakan ini ke orang lain yang bisa bayar tepat waktu. Saya juga bu
Last Updated: 2025-09-13
Chapter: 2. Tawaran Tak Terduga“Pernikahan kontrak?” Suara Anna hampir tak terdengar. “Kenapa… saya?” Dunia seakan berhenti berputar. Musik jazz yang mengalun di kafe terdengar sayup, tenggelam oleh detak jantungnya yang memburu. Napasnya sesak, jari-jarinya meremas rok pelayan yang ia kenakan. Bu Melati menyandarkan tangan di atas meja, wajahnya teduh tapi tegas. “Tuan Dirga membutuhkan seorang istri sementara untuk memenuhi tuntutan keluarga besar. Kami mencari seseorang dengan latar belakang sederhana, bersih, dan tidak terikat. Anda memenuhi semua kriteria itu. Dan tentu saja, semua ini legal, terikat hukum, serta akan sangat menguntungkan Anda.” Anna menelan ludah. “Menguntungkan?” “Benar. Biaya pengobatan Ara akan ditanggung penuh, termasuk perawatan jangka panjang. Pendidikan hingga kuliah pun dijamin. Selain itu, Anda akan menerima kompensasi besar setelah kontrak berakhir.” Nama Ara disebut, membuat dada Anna sesak. Untuk sesaat, bayangan adiknya yang tertawa dengan komik di pangkuan melintas di kepa
Last Updated: 2025-09-13
Chapter: 1. Harga dari Sebuah Nafas"Bagaimana bisa aku mendapatkan uang itu dengan cepat?" batin seorang gadis bernama Anna, yang sudah terbiasa hidup dengan seribu beban di pundaknya. Sejak ayahnya meninggal saat ia berusia sepuluh tahun, dan ibunya memilih pergi bersama keluarga barunya, hanya dia yang tersisa untuk merawat Ara—adik kecil yang tubuhnya ringkih, namun semangat hidupnya selalu menyala. Hidup Anna tak lepas dari kerja keras—pagi di toko bunga, malam di kafe. Tak ada hari tanpa lelah, tak ada waktu untuk dirinya sendiri. Namun di balik letih yang tak pernah habis, hatinya masih menyimpan cahaya kecil: harapan bahwa esok akan ada hari yang lebih baik untuk adiknya. --- Suara mesin infus berdetak pelan, berpadu dengan alunan lagu anak-anak dari televisi kecil di sudut ruangan. Bau antiseptik yang tajam bercampur dengan wangi sabun bayi dari selimut tipis yang menyelimuti Ara. “Kak Anna!” seru gadis kecil itu dengan suara serak, matanya berbinar begitu Anna membuka pintu. Anna tersenyum, menahan lelah
Last Updated: 2025-09-13