Home / Romansa / Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO / 16. Diam yang menenangkan

Share

16. Diam yang menenangkan

Author: Aksara Hope
last update Last Updated: 2025-12-18 21:45:07
Dirga mengangkat tangannya perlahan. Ujung jarinya menyentuh rambut Anna, mengambil sehelai benang pakaian yang tersangkut di sana. Gerakannya ringan, nyaris tidak terasa.

Namun Anna menyadarinya.

Dan kesadaran itu membuat napasnya yang tadi tertahan akhirnya keluar. Dada yang sempat terasa sempit kembali mengembang perlahan. Perlahan Dirga melepaskan pelukannya.

“Kau tidak apa-apa?” tanyanya. Nada suaranya datar, rendah, tanpa embel-embel emosi.

Anna mengangguk cepat, dadanya masih naik turun, dan ia menyadari itu. Takut Dirga salah menafsirkan tindakannya.

“I—iya. Aku tidak apa-apa,” ujarnya, lalu berhenti sejenak, menarik napas. “Maaf… aku hanya spontan. Aku lihat kerah kemejamu terlipat sedikit. Aku tidak bermaksud apa-apa.” Ia menunduk ketika mengatakannya, suaranya pelan, hampir defensif.

Dirga menatapnya singkat. Tatapan itu tenang, dingin, dan sulit dibaca.

“Aku tidak berpikir seperti itu,” katanya akhirnya.

Anna menghembuskan napas yang tidak ia sadari seda
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   18. Sisa yang tidak diingat

    “Libatkan aku, Anna.” Kata-kata itu jatuh rendah, nyaris seperti bisikan yang tidak menuntut jawaban. Pelukan itu bertahan cukup lama. Dirga merasakan detak jantung Anna yang belum sepenuhnya tenang, napasnya yang masih menyimpan sisa isak. Lalu, perlahan, seolah ada sesuatu di dalam tidurnya yang mereda, lengan Anna mengendur. Pelukannya terlepas. Dirga merasakannya lebih dulu. Ia tidak langsung menjauh. Tangannya masih menggantung sepersekian detik di udara, seakan ragu apakah harus bertahan atau melepaskan sepenuhnya. Tatapannya tertahan di wajah Anna, menunggu—barangkali akan ada gerakan lain, gumaman, atau tanda bahwa gadis itu terbangun. Namun tidak ada. Anna tetap diam. Mata terpejam, bulu matanya basah. Air mata itu tidak lagi jatuh, hanya tertinggal sebagai sisa dari sesuatu yang tidak pernah ia ceritakan saat sadar. Perlahan, tangan Dirga terangkat. Ujung jarinya menyentuh pipi Anna, mengusap air mata itu dengan gerakan yang nyaris tak terasa. Ia menahan na

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   17. Libatkan aku, Anna

    “Anna… sudah lama, ya.” Bisikan itu menyentuh telinganya seperti sesuatu yang dingin dan lembap. Tubuh Anna membeku. Napasnya tersangkut di tenggorokan, seolah paru-parunya lupa cara bekerja. “Sekarang kau kelihatan lebih tenang,” lanjut Dewanto pelan, suaranya rendah, seakan mereka sedang berbagi rahasia. “Tapi caramu gemetar masih sama.” Anna mengepalkan tangannya. Kukunya menekan telapak hingga perih—rasa sakit kecil yang ia gunakan untuk tetap sadar. Ia menelan ludah, berusaha menguasai dirinya.‘Jangan bereaksi. Jangan beri dia apa pun.’ batinnya. Ia mengangkat wajahnya sedikit, cukup untuk menatap Dewanto. Rahangnya mengeras. Tatapannya dingin dan tegas, penolakan yang tidak lagi ia sembunyikan. Dewanto bergeser sedikit, justru menutup jalan di belakangnya. Kedekatan itu sudah cukup membuat dada Anna sesak. “Aku bilang minggir,” ucap Anna, memberi peringatan sekali lagi. Dewanto mencondongkan tubuhnya sedikit. Kepalanya miring, senyum tipis terbit di sudut bibirny

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   16. Diam yang menenangkan

    Dirga mengangkat tangannya perlahan. Ujung jarinya menyentuh rambut Anna, mengambil sehelai benang pakaian yang tersangkut di sana. Gerakannya ringan, nyaris tidak terasa. Namun Anna menyadarinya. Dan kesadaran itu membuat napasnya yang tadi tertahan akhirnya keluar. Dada yang sempat terasa sempit kembali mengembang perlahan. Perlahan Dirga melepaskan pelukannya. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya. Nada suaranya datar, rendah, tanpa embel-embel emosi. Anna mengangguk cepat, dadanya masih naik turun, dan ia menyadari itu. Takut Dirga salah menafsirkan tindakannya. “I—iya. Aku tidak apa-apa,” ujarnya, lalu berhenti sejenak, menarik napas. “Maaf… aku hanya spontan. Aku lihat kerah kemejamu terlipat sedikit. Aku tidak bermaksud apa-apa.” Ia menunduk ketika mengatakannya, suaranya pelan, hampir defensif. Dirga menatapnya singkat. Tatapan itu tenang, dingin, dan sulit dibaca. “Aku tidak berpikir seperti itu,” katanya akhirnya. Anna menghembuskan napas yang tidak ia sadari seda

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   15. Jarak yang terlalu dekat

    Dirga keluar dari ruang kantornya dengan rahang mengeras. Pintu di belakangnya tertutup lebih keras dari biasanya. Suaranya menggema di sepanjang lorong, membuat beberapa karyawan menoleh secara refleks. Tak satu pun berani bertanya. Ekspresi Dirga terlalu jelas untuk disalahartikan. Ia tidak berhenti melangkah. Tangannya sudah meraih ponsel bahkan sebelum ia tiba di lift. Satu nama muncul di layar—nama yang sejak siang entah kenapa terus mengganggu fokusnya. Anna. Dirga menempelkan ponsel ke telinga dan tidak ada jawaban. Ia menarik napas tajam, lalu menekan layar sekali lagi. Tetap sunyi. Rahangnya mengeras semakin kuat, seolah ada sesuatu yang menekan dari dalam dadanya—tidak nyaman, tidak bisa ia jelaskan. Dalam benaknya, satu keputusan sudah bulat—ia akan langsung ke toko bunga tempat Anna bekerja. Baru beberapa menit mobil melaju, ponselnya berdering. Nama “Anna” muncul di layar. Dirga langsung menepikan mobil dan mengangkat panggilan itu. Suaranya terkendali, tapi dingi

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   14. Ketika sunyi retak

    Dering telepon terus bergema di meja balkon.Dirga berdiri tegak, tatapannya tertuju pada layar yang menampilkan nomor asing — tanpa nama, tanpa identitas, tapi ada sesuatu yang... mengusik ingatannya. Seperti bayangan lama yang kembali membayang. Ia menarik napas pendek, kemudian menjawab panggilan itu. Suara statis sesaat terdengar sebelum keheningan menyelimuti. Hanya desau angin malam yang mengisi jarak antara dua suara di ujung telepon. “Siapa kau?” suara Dirga terdengar dingin, tenang, penuh kendali. Bukan kemarahan, bukan kecemasan—hanya ketajaman seorang yang selalu berhitung. Beberapa saat berlalu, lalu sebuah tawa pelan mengalun—bukan tawa lepas, melainkan desisan penuh arti dari seseorang yang menikmati permainan ini. “Masih sama seperti dulu, ya… Tenang di permukaan, tapi sibuk membaca arah angin di bawah.” Dirga diam. Matanya melirik ke tablet di mejanya, layar menyala menampilkan pesan terenkripsi. Andi: posisi siap. Perintah? Satu tangan Dirga segera mengetik, se

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   13. Api kecil dalam diam

    Cahaya sore menyelinap masuk, membingkai sosok seorang pria yang berdiri di ambang pintu dengan senyum kikuk.Wildan—Teman kecil Anna sewaktu di panti.Pria itu kini tampak lebih dewasa dari terakhir kali Anna melihatnya — tubuhnya tegap, berseragam rapi meski jaketnya dibiarkan terbuka, dan tatapan matanya masih sama: tenang, tapi menyimpan sesuatu yang sulit ditebak. Sudah bertahun-tahun sejak mereka terakhir kali bertemu. Waktu yang panjang itu tak menghapus cara Wildan memandang Anna — lembut, berhati-hati, seolah takut merusak bayangan yang selama ini ia simpan.“Senang bertemu denganmu lagi, Anna”Anna yang sedang merangkai bunga menoleh, matanya sedikit membulat, lalu perlahan tersenyum.“Wildan… sudah lama sekali.”Wildan berdiri di ambang pintu. Ada gurat lelah di wajahnya, tapi senyum tipisnya tetap hangat.“Iya, Anna. Sudah cukup lama,” jawabnya, suaranya pelan tapi tulus.Anna meletakkan gunting bunga di meja, menghapus sedikit debu di tangannya.“Kamu gimana kabarnya?”“A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status