Beranda / Romansa / 180 Derajat / 3. Belajar Bersama

Share

3. Belajar Bersama

Penulis: Ni wayan poppi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-19 09:47:56

BRAK.

Suara gebrakan meja itu membuat keduanya tersentak kaget.

"Jadi katakan kenapa kalian terlambat dan manjat tembok belakang sekolah? Kalian tau

itu melanggar peraturan sekolah!"

Keduanya yang diomeli oleh kepala sekolah wanita mereka hanya diam. Baik Raskal dan Teresa sama-sama tidak mengeluarkan suara. Mereka seperti dijebak. Di depan mereka ada tiga orang yang lebih tua dari mereka. Dua guru BK dan kepala sekolah. Bu Is dan Pak Ahmad berdiri di samping kepala sekolah mereka yang sedang duduk di kursi.

"Bu kita cuman terlambat. Lagian lebih baik terlambat ke sekolah daripada bolos," kata Raskal yang sedang duduk santai seperti ia duduk di warpeng. Warung pengkol sekolah yang merupakan tempat tongkrongan bagi murid-murid tipe seperti Raskal.

"Diem kamu! Saya belum nyuruh kalian ngomong!"

Raskal akhirnya diam. Ia melirik Teresa yang sedang sibuk meniup-niup poni panjangnya ke atas. Kebiasaan yang sudah Raskal hafal. Oh bukan Raskal saja tapi kebanyakan murid Nusantara suka melihatnya.

"Bisa gak kalian sehariiii aja gak bikin saya pusing?" tanya kepala sekolahnya itu heran. "Kamu juga Teresa. Cewek tapi kelakuannya kaya cowok," tudingnya pada Teresa.

"Bu sekarang saya ada ulangan Kimia. Kalau nilai saya tu--"

"Nyusul!"

Teresa yang dibentak mengalihkan pandang. Ia lebih memilih menatap kalender yang ada di sampingnya. Coba saja Bu Is tidak melihat mereka, mereka pasti tidak akan ada di sini dan ia juga tidak akan terjebak dengan Raskal.

"Atau kalian mau di DO?"

Teresa dan Raskal refleks langsung menatap kepala sekolahnya dengan pandangan kaget.

"Bu apa pun asal jangan DO. Saya janji bakalan berubah," kata Teresa.

"Kamu itu. Janji-janji aja. Sampe sekarang gak berubah-berubah. Kelakuan kamu tetep sama."

"Bu. Ibu boleh ngehukum kita apa aja tapi jangan DO Bu. Kita udah kelas 12," ujar Raskal.

"Tapi sifat kalian bukan sifat anak kelas 12. Seharusnya kalau kalian merasa sudah kelas 12, kalian bisa mikir. Mana yang baik dan mana yang gak baik." 

Raskal menatap Bu Is yang berdiri di sebelah Pak Ahmad. Guru BK itu menghela napasnya.

"Bu tolong dipertimbangin. DO gak menyelesaikan masalah," kata Bu Is. "Lagian kita bisa hukum mereka."

"Bener Bu. Mereka sebentar lagi akan ujian. DO bukan solusi yang bijak," kata Pak

Ahmad.

"Kalau dihukum saja mereka nggak bakalan jera," kata kepala sekolahnya. lagian mereka sudah banyak melanggar peraturan sekolah. Sudah banyak catatan tentang kenakalan mereka berdua."

Peraturan dibuat memang untuk dilanggar. Bagi Raskal memang seperti itu. Lagian bukan hanya mereka berdua saja yang sering melanggar. Banyak murid yang sering melanggar. Banyak murid yang sering terlambat datang ke sekolah. Hanya saja mungkin mereka beruntung lolos dari BK. guru

Kepala sekolah mereka mengetuk meja dengan jari telunjuknya, menimbulkan suara ketukan yang mengisi ruangan hening itu. Raskal dan Teresa tau wanita itu sedang merencanakan sesuatu.

"Nilai kamu sering jeblok kan Raskal?" tanya guru itu membuat Teresa mengerutkan kening sementara Raskal mengangguk pelan. "Pelajaran apa yang gak kamu suka?"

"Fisika Bu," jawabnya jujur.

"Kalau gitu kalian pilih. DO atau belajar kelompok bersama," katanya membuat Teresa dan Raskal sama-sama mengerutkan alis mereka.

"Bu!" seru keduanya.

"Tinggal pilih," ucapnya. "DO atau kerja kelompok. Selama tiga bulan kalian harus belajar kelompok bersama. Terserah tempatnya di mana. Terserah berapa kali dalam seminggu. Dan minggu ini Ibu harus dengar nilai kalian membaik di mata pelajaran Fisika."

"Bu, jangan kerja kelompok. Saya gak mungkin kerja kelompok sama dia," kata Teresa melirik Raskal.

"Saya juga gak mau Bu. Mending saya les privat," ujar Raskal.

"Ya udah les privat aja lo sana. Gue juga gak mau capek-capek kali."

"Sekarang kalian pilih. DO atau belajar berdua. Kalau kalian pilih DO. Hari ini juga kalian akan dipulangkan ke rumah masing-masing."

Keduanya mendengus.

3 bulan? Yang benar saja! Bisa-bisa kepala Teresa pecah.

"Saya gak mau di DO Bu," kata Raskal tegas. Cowok itu sudah duduk tegak dengan benar. "Saya pilih kerja kelompok 3 bulan."

***

"LO TUH!!"

"Aduh-aduh!"

Raskal menjauhkan dirinya ketika Teresa memukul-mukul lengannya. Mereka baru saja keluar dari ruang kepala sekolah.

"Lo tuh kenapa sih?"

"Gue gak mau kerja kelompok sama lo!"

"Terus lo pikir gue mau?"

"Tapi kan-"

"Emang lo mau di DO?"

Teresa diam namun raut wajahnya tertekuk. Benar-benar kesal sekaligus tak bisa berbuat apa.

"Lagian gue gak mau kenal masalah lagi sama orangtua gue."

"Trus seminggu ini nilai Fisika kita harus bagus? Yang bener aja!" Teresa melipat tangannya di dada. Matanya memandang ke arah depan sementara Raskal menatap perempuan di sampingnya dengan pandangan datar. "Mana hari Rabu gue ulangan Fisika."

"Lo pikir lo aja yang ulangan? Hari Sabtu juga gue ulangan Fisika," kata Raskal. "Gak ada cara lain. Cuman itu satu-satunya."

"Kenapa lo gak les privat kaya yang tadi lo bilang di dalem?"

"Gue lagi dihukum. Semua fasilitas kecuali motor gue disita," kata Raskal. "Kenapa gak lo aja?"

Teresa mengusap wajahnya. "ATM gue diblokir," ujarnya.

Keduanya saling pandang. Teresa mengerang

kesal.

"Terus gimana?"

"Gak ada cara lain."

"Kerja kelompok gitu? Lo sama gue?" ucap Teresa sambil menunjuk dirinya membuat Raskal mengangguk.

"Besok. Gimana?"

"Besok?!"

"Sialan jangan kenceng-kenceng," protes Raskal.

"Lo yakin besok?"

"Menurut lo?"

Teresa memutar kedua matanya. "Oke besok. Di mana?"

"Tempatnya lo yang atur."

"Oke gampang," kata Teresa namun masih wajah kesalnya terlihat. "Kalau gak gara-gara diancem DO. Gue gak bakalan mau!"

"Ya terserah. Inget besok dan lo jangan kabur."

"Hm."

Teresa meninggalkan Raskal, melewati sebuah lorong lalu melihat sebuah kaca panjang yang bertuliskan "Sudah rapikah saya?" di atas kaca itu. Sejenak Teresa diam. Pandangannya tertuju pada pantulan dirinya.

Gue gak rapi dan gak akan pernah rapi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 180 Derajat   17. Masa lalu 'mereka'

    "Tidak perlu risau. Tidak perlu mencemaskanku. Aku sudah terbiasa dengan semuanya."***Teresa sedang duduk, mengawasi seseorang. Perempuan itu duduk di pojokan. Dia sedang berada di satu club malam yang dingin-tempat di mana orang-orang sedang berpesta pora tanpa menyadari sudah jam berapa saat ini. Teresa melihat ponsel yang ada di genggaman tangannya. Sudah jam 12 malam tepat. Seharusnya dia pergi dari sini namun hati kecilnya menyuruh untuk menetap di sini. Pandangannya masih menatap lurus ke arah depan-ke seorang laki-laki yang sedang merenung sendirian dengan minuman alkohol di tangannya."Ling yuk ikutan ke sana," ajak Nita. Beling menoleh padanya dengan wajah lelah namun dia hanya diam. Bibir itu seperti engan membalas ucapannya. "Masa kita ke sini tapi lo gak seneng-seneng sih?""Ling. Lo kenapa?" tangan perempuan itu sudah berada di pundaknya. Beling meliriknya dan menyingkirkannya dengan halus. "Ling?""Nggak lo aja.""Tapi Ling-"

  • 180 Derajat   16. Belajar Bersama

    "Di sekitarku selalu ada banyak orang. Namun mereka tidak pernah peduli padaku. Aku selalu saja merasa sendiri dan akhirnya terlupa lagi."***Raskal yang baru saja dari kantin melihat Teresa berjalan linglung di koridor. Cowok itu akhirnya menuju ke Teresa, berjalan di sampingnya. Mengamati perempuan itu. Teresa sedang melamun tapi kakinya terus melangkah. Bahkan ia tidak menyadari kehadiran Raskal di sebelahnya."Sa?" perempuan itu seperti terkejut kecil dan mengarahkan matanya pada Raskal. "Kepentok tembok ntar baru tau rasa. Jalan tuh jangan melamun.""B aja sih.""Gue ada LKS Fisikanya Verrel. Udah isi banyak. Jadi ntar pas ke basecamp kita tinggal belajar aja.""Curang dong?""Curang gimana?""Ya itu minjem LKS temen lo.""Kita kan bisa belajar dari sana.""Tapi tetep aja keles. Sama aja kita nyontek.""Trus lo maunya apa?" Raskal berhenti hingga Teresa ikut berhenti. "Trus lo maunya kita belajar mati

  • 180 Derajat   15. Setahun yang lalu

    "Kamu tidak harus tahu sisi gelapku. Cukup kamu ada di sampingku. Menemaniku di saat seluruh orang menjauh dan tidak menerima kehadiranku. Itu sudah lebih dari cukup."****Kelas XI. Satu tahun yang lalu."Kok kamu ngajak aku ke sini?" tanya Teresa begitu Beling menaruh tas mereka berdua di sofa merah yang ada di dalam rumah sepi ini. Rumah ini cukup luas dan bertingkat. Namun Teresa tidak tau dia sedang berada di mana. Yang jelas, rumah ini menarik baginya. Ada piring-piring cekung yang sengaja dijadikan hiasan. Dindingnya juga ada yang dari bata merah, menambah kesan sederhana yang entah kenapa terlihat begitu seni."Pengen aja," jawab Beling lalu duduk di sofa. Teresa akhirnya duduk di sebelah Beling, melihat cowok itu yang sedang memejamkan mata."Ini rumah siapa?""Rumah Om aku.""Om kamu?""Iya sayang.""Apa sih sayang-sayang," cibir Teresa membuat Beling membuka mata lalu terkekeh dengan badan yang sudah kembali d

  • 180 Derajat   14. Tolong berhenti berpura - pura

    "Teresa."Teresa menoleh dan menghela napasnya ketika melihat Beling ada cukup berjarak di sebelahnya. Namun pandangan itu seperti mereka masih memiliki hubungan. Pandangan yang dulu cowok itu sering berikan tiap kali mata itu tertuju padanya. Namun ada yang ganjil. Ada sesuatu di nada suara Beling tadi. Seperti marah, namun tidak berhak. Itulah yang Teresa dengar tadi."Sa?"Teresa yang sedang berada di dalam mobilnya keluar lalu menutup pintu mobilnya dan dengan sengaja memainkan handphone-nya. Mengabaikan Beling. Kemarin Raskal membawa mobilnya pulang tanpa lecet sedikitpun."Sa kamu nggak denger?""Teresa!"Beling maju dan menghalangi jalan Teresa membuat cewek itu tetap menghindar. Akhirnya Beling mencekal pergelangan tangan perempuan itu sehingga pandangan Teresa yang tadinya tertuju pada handphone-nya jadi teralihkan pada Beling."Ngapain lagi sih lo?""Semalem kamu ke mana?""Urusan lo banget gitu?""Sa, t

  • 180 Derajat   13. Peduli?

    "Lo nyuri uang Papa lo cuman buat beliin temen-temen lo baju baru, Sa?" Raskal bertanya lalu menatap ke arah depan. Mereka sedang berada di sebuah warung makan dekat rumah Teresa. Perempuan yang ada di hadapannya ini hanya tertunduk, bagai tak berdaya. Raskal memikirkan banyak hal. Seperti. Kenapa Teresa harus mencuri? Kenapa perempuan ini terlalu 'nakal' untuk murid SMA pada umumnya. Bukankah itu terlalu. Mencuri. Kenapa gak minta aja? "Kenapa lo nggak minta aja uang sama Papa lo?" tanyanya. "Gue nggak percaya lo bisa ngelakuin itu." Raskal masih belum bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya macam-macam. Banyak sekali pertanyaan yang mulai meletup di kepalanya. "Gue cuman pake dikit, kok. Enam juta." "Cuman buat beliin Rivka sama Varra baju? Enam juta? Lo gila." "Selain itu uangnya lo pake apa lagi?" "Jangan-jangan semalem. Pas di club. Lo juga pake uang itu buat minum?" Raskal menggeleng tak percaya. Sungguh, dalam imajinasinya. Di

  • 180 Derajat   12. Mereka Bertengkar lagi

    "Jadi, lo bisa jelasin kenapa gue di rumah lo?" tanya Teresa. "Maksud gue kenapa harus elo gitu?" Raskal sedang duduk di sofa. Menyulut rokoknya di asbak. Teresa memandangnya jengkel karena sejak tadi yang dilakukan cowok itu hanya duduk dan diam sambil mengisap sebatang rokok. Benda berapi di ujungnya serta mengeluarkan asap itu sangat mengganggu pernapasannya. "Kalau lo gak jawab-jawab pertanyaan gue. Gue mau pulang. Kunci mobil gue mana?" Teresa menengadahkan tangannya pada Raskal namun cowok itu bergeming di tempatnya. Hal itu membuat Teresa menggaruk kepalanya, kesal. "Raskal lo denger gak sih?!" "Lo gak bakalan bisa pergi dari rumah gue. Gerbang rumah udah gue kunci." Teresa memandang gerbang rumah Raskal. Gerbang besar dan kokoh itu memang tertutup tanpa celah sedikitpun. "Gue mau tanya sama lo." mata Raskal menyisir rambutnya dengan tangan kiri. "Lo sama Beling masih pacaran?" "Kenapa lo nanya-nanya gitu?" Teresa merasa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status