Share

3. Belajar Bersama

BRAK.

Suara gebrakan meja itu membuat keduanya tersentak kaget.

"Jadi katakan kenapa kalian terlambat dan manjat tembok belakang sekolah? Kalian tau

itu melanggar peraturan sekolah!"

Keduanya yang diomeli oleh kepala sekolah wanita mereka hanya diam. Baik Raskal dan Teresa sama-sama tidak mengeluarkan suara. Mereka seperti dijebak. Di depan mereka ada tiga orang yang lebih tua dari mereka. Dua guru BK dan kepala sekolah. Bu Is dan Pak Ahmad berdiri di samping kepala sekolah mereka yang sedang duduk di kursi.

"Bu kita cuman terlambat. Lagian lebih baik terlambat ke sekolah daripada bolos," kata Raskal yang sedang duduk santai seperti ia duduk di warpeng. Warung pengkol sekolah yang merupakan tempat tongkrongan bagi murid-murid tipe seperti Raskal.

"Diem kamu! Saya belum nyuruh kalian ngomong!"

Raskal akhirnya diam. Ia melirik Teresa yang sedang sibuk meniup-niup poni panjangnya ke atas. Kebiasaan yang sudah Raskal hafal. Oh bukan Raskal saja tapi kebanyakan murid Nusantara suka melihatnya.

"Bisa gak kalian sehariiii aja gak bikin saya pusing?" tanya kepala sekolahnya itu heran. "Kamu juga Teresa. Cewek tapi kelakuannya kaya cowok," tudingnya pada Teresa.

"Bu sekarang saya ada ulangan Kimia. Kalau nilai saya tu--"

"Nyusul!"

Teresa yang dibentak mengalihkan pandang. Ia lebih memilih menatap kalender yang ada di sampingnya. Coba saja Bu Is tidak melihat mereka, mereka pasti tidak akan ada di sini dan ia juga tidak akan terjebak dengan Raskal.

"Atau kalian mau di DO?"

Teresa dan Raskal refleks langsung menatap kepala sekolahnya dengan pandangan kaget.

"Bu apa pun asal jangan DO. Saya janji bakalan berubah," kata Teresa.

"Kamu itu. Janji-janji aja. Sampe sekarang gak berubah-berubah. Kelakuan kamu tetep sama."

"Bu. Ibu boleh ngehukum kita apa aja tapi jangan DO Bu. Kita udah kelas 12," ujar Raskal.

"Tapi sifat kalian bukan sifat anak kelas 12. Seharusnya kalau kalian merasa sudah kelas 12, kalian bisa mikir. Mana yang baik dan mana yang gak baik." 

Raskal menatap Bu Is yang berdiri di sebelah Pak Ahmad. Guru BK itu menghela napasnya.

"Bu tolong dipertimbangin. DO gak menyelesaikan masalah," kata Bu Is. "Lagian kita bisa hukum mereka."

"Bener Bu. Mereka sebentar lagi akan ujian. DO bukan solusi yang bijak," kata Pak

Ahmad.

"Kalau dihukum saja mereka nggak bakalan jera," kata kepala sekolahnya. lagian mereka sudah banyak melanggar peraturan sekolah. Sudah banyak catatan tentang kenakalan mereka berdua."

Peraturan dibuat memang untuk dilanggar. Bagi Raskal memang seperti itu. Lagian bukan hanya mereka berdua saja yang sering melanggar. Banyak murid yang sering melanggar. Banyak murid yang sering terlambat datang ke sekolah. Hanya saja mungkin mereka beruntung lolos dari BK. guru

Kepala sekolah mereka mengetuk meja dengan jari telunjuknya, menimbulkan suara ketukan yang mengisi ruangan hening itu. Raskal dan Teresa tau wanita itu sedang merencanakan sesuatu.

"Nilai kamu sering jeblok kan Raskal?" tanya guru itu membuat Teresa mengerutkan kening sementara Raskal mengangguk pelan. "Pelajaran apa yang gak kamu suka?"

"Fisika Bu," jawabnya jujur.

"Kalau gitu kalian pilih. DO atau belajar kelompok bersama," katanya membuat Teresa dan Raskal sama-sama mengerutkan alis mereka.

"Bu!" seru keduanya.

"Tinggal pilih," ucapnya. "DO atau kerja kelompok. Selama tiga bulan kalian harus belajar kelompok bersama. Terserah tempatnya di mana. Terserah berapa kali dalam seminggu. Dan minggu ini Ibu harus dengar nilai kalian membaik di mata pelajaran Fisika."

"Bu, jangan kerja kelompok. Saya gak mungkin kerja kelompok sama dia," kata Teresa melirik Raskal.

"Saya juga gak mau Bu. Mending saya les privat," ujar Raskal.

"Ya udah les privat aja lo sana. Gue juga gak mau capek-capek kali."

"Sekarang kalian pilih. DO atau belajar berdua. Kalau kalian pilih DO. Hari ini juga kalian akan dipulangkan ke rumah masing-masing."

Keduanya mendengus.

3 bulan? Yang benar saja! Bisa-bisa kepala Teresa pecah.

"Saya gak mau di DO Bu," kata Raskal tegas. Cowok itu sudah duduk tegak dengan benar. "Saya pilih kerja kelompok 3 bulan."

***

"LO TUH!!"

"Aduh-aduh!"

Raskal menjauhkan dirinya ketika Teresa memukul-mukul lengannya. Mereka baru saja keluar dari ruang kepala sekolah.

"Lo tuh kenapa sih?"

"Gue gak mau kerja kelompok sama lo!"

"Terus lo pikir gue mau?"

"Tapi kan-"

"Emang lo mau di DO?"

Teresa diam namun raut wajahnya tertekuk. Benar-benar kesal sekaligus tak bisa berbuat apa.

"Lagian gue gak mau kenal masalah lagi sama orangtua gue."

"Trus seminggu ini nilai Fisika kita harus bagus? Yang bener aja!" Teresa melipat tangannya di dada. Matanya memandang ke arah depan sementara Raskal menatap perempuan di sampingnya dengan pandangan datar. "Mana hari Rabu gue ulangan Fisika."

"Lo pikir lo aja yang ulangan? Hari Sabtu juga gue ulangan Fisika," kata Raskal. "Gak ada cara lain. Cuman itu satu-satunya."

"Kenapa lo gak les privat kaya yang tadi lo bilang di dalem?"

"Gue lagi dihukum. Semua fasilitas kecuali motor gue disita," kata Raskal. "Kenapa gak lo aja?"

Teresa mengusap wajahnya. "ATM gue diblokir," ujarnya.

Keduanya saling pandang. Teresa mengerang

kesal.

"Terus gimana?"

"Gak ada cara lain."

"Kerja kelompok gitu? Lo sama gue?" ucap Teresa sambil menunjuk dirinya membuat Raskal mengangguk.

"Besok. Gimana?"

"Besok?!"

"Sialan jangan kenceng-kenceng," protes Raskal.

"Lo yakin besok?"

"Menurut lo?"

Teresa memutar kedua matanya. "Oke besok. Di mana?"

"Tempatnya lo yang atur."

"Oke gampang," kata Teresa namun masih wajah kesalnya terlihat. "Kalau gak gara-gara diancem DO. Gue gak bakalan mau!"

"Ya terserah. Inget besok dan lo jangan kabur."

"Hm."

Teresa meninggalkan Raskal, melewati sebuah lorong lalu melihat sebuah kaca panjang yang bertuliskan "Sudah rapikah saya?" di atas kaca itu. Sejenak Teresa diam. Pandangannya tertuju pada pantulan dirinya.

Gue gak rapi dan gak akan pernah rapi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status