Share

2. Perdebatan Hebat

Penulis: Asda Tan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-10 14:24:24

Ucapan yang keluar dari lisan mama Anita membuat darahku mendidih. Rasanya terlalu sesak dan panas disini. Tubuhku langsung merespon amarah, aku bangkit dari pembaringanku dengan wajah memerah penuh amarah, karena tidak terima jika lelaki yang ku anggap malaikat dijelekkan walaupun oleh mamaku sendiri.

"Mama, dimana Mama mengenal Arya? Kenapa Mama bisa beranggapan kalau Arya adalah lelaki yang jahat?" protes ku dengan nada suara bergetar. Ku tantang mama dengan mata melotot, namun butiran kristal-kristal bening ikut menyertai, air itu jatuh membasahi pipiku.

"Nak, apa yang kamu harapkan dari Arya? Lelaki itu tidak mencintaimu, bahkan ia mengatakan kalau ia tidak mengenalmu, ia hanya memaanfaatkanmu, Nak!"

Dengan suara serak dan mata berkaca-kaca juga, mama Anita menyampaikan kata-kata yang bertentangan dengan batinku. Arya bukanlah lelaki jahat seperti yang mama Anita tuduhkan, Arya tidak pernah memanfaatkan ku, Arya juga tidak pernah mempermainkan perasaanku, ia adalah malaikat yang selama ini selalu ada dalam setiap suka dan duka ku, bahkan hanya ia lelaki yang ingin bersamaku disaat semua orang meninggalkan dan menjauhiku.

"Mama, Arya bukan lelaki seperti itu," ucapku lantang dengan keyakinan hati untuk tetap membela Arya.

"Nak, lelaki itu tidak mencintaimu, kamu jangan mengharapkan Arya lagi! Ustadz Fahri adalah lelaki yang bisa menjadi imam untukmu, jadi lelaki seperti apa lagi yang kamu cari?"

Dengan nada suara tinggi, mama Anita menumpahkan semua isi hatinya kepadaku, beliau marah dan emosi kepadaku. Tapi, aku masih tidak bisa menerima keputusan orang tuaku. Bagaimana pun juga aku berhak atas diriku sendiri, dan aku berhak menentukan pilihan hatiku sendiri.

"Nak, bukankah pasangan itu dilihat dari agamanya, keluarganya dan kekayaannya?"

Kata-kata yang keluar dari lisan mama Anita membuatku diam dalam kebisuan, seolah bibir ini tidak ingin membantah apa yang mama katakan, karena bagaimanapun juga, apa yang mama Anita sampaikan benar adanya. Agama islam memang telah mengatur dan memberi petunjuk seseorang dalam memilih pasangan hidupnya, namun diri ini masih tidak bisa menerima jika lelaki itu adalah orang yang mama jodohkan.

"Nia, Mama malu karena kamu selalu menjadi gunjingan tetangga, Mama malu karena anak gadis kesayangan Mama belum menikah sementara dua orang adikmu telah menikah, jadi sekarang mau tidak mau suka tidak suka kamu harus menerima perjodohan ini."

"Maaf, Ma, tapi Nia tidak bisa menikah dengan lelaki asing yang tidak dikenal!"

"Ustadz Fahri adalah lelaki saleh, ia mengajar di pondok pesantren milik orang tuanya, dia lelaki terbaik untukmu!"

"Tapi Nia tidak mencintai lelaki itu, Ma."

"Persetan dengan cinta, cinta akan muncul setelah menikah. Mama dan Papa juga dijodohkan dan bisa hidup bahagia sekarang. Jadi jangan membantah lagi, gantilah bajumu dengan pakaian terbaik karena sebentar lagi Ustadz Fahri dan keluarganya akan datang!"

Sebuah ultimatum yang keluar dari lisan mama Anita membuatku merasa sangat hancur dan terluka, diriku seperti tertusuk panah tepat di hatiku. Ujung dari perdebatan kami tetaplah kekalahanku, sebab mamaku tetap kekeh pada pendiriannya.

"Ma, Nia tidak ingin bertemu dengan Ustadz Fahri."

Dengan mata melotot dan nada suara tinggi, aku akhirnya berani mengungkapkan isi hatiku, bahwa aku menolak perjodohan ini, bahkan aku menentang mamaku dengan berbicara keras kepada beliau.

"Nia, apa ada lelaki yang kamu cintai? Jika memang ada bawalah lelaki itu ke rumah, kenalkan sama Mama dan Papa, karena hanya itu cara supaya Mama bisa membatalkan perjodohan ini."

Aku terdiam dan tidak sanggup menjawab pertanyaan mama. Bagaimana aku akan membawa seorang lelaki ke rumah untuk dikenalkan sebagai calon suamiku, aku bahkan tidak dekat dengan siapapun selama lebih dari lima tahun terakhir kecuali dengan Arya. Entah mengapa, sejak gagal menikah karena sebuah penghianatan dan ditinggalkan membuat hatiku mati, aku sulit dekat dan percaya dengan makhluk yang namanya laki-laki. Aku beranggapan kalau semua lelaki itu sama dan aku sangat takut untuk ditinggalkan lagi setelah aku memberikan seluruh hatiku kepada makhluk dengan label buaya darat itu. Ya, Tuhan memang mencemburui hati yang berharap jika bukan kepadanya, jadi saat ini aku hanya menggantungkan hati dan harapanku kepada Tuhan saja, dengan satu keyakinan yang kupegang erat di dalam dada, kalau semua manusia diciptakan berpasang-pasangan dan jika telah waktunya maka jodoh juga akan datang menghampiriku.

"Jika Arya memang lelaki yang kamu sukai maka berhentilah sekarang, Nak! Lelaki itu tidak mencintaimu."

Mama Anita lagi-lagi mengatakan kata-kata tajam yang membuat hatiku hancur. Bagaimana bisa orang tuaku menilai Arya sejelek dan serendah itu, padahal Arya adalah lelaki yang sangat baik kepadaku, bahkan ialah lelaki yang berhasil menyembuhkan luka-luka di dalam hatiku. Arya satu-satunya lelaki membuatku percaya kalau masih ada lelaki baik dan tulus di dunia ini selain papa ku. Ya, kami berdua memang tidak berpacaran, kami hanya sahabat dekat yang saling berbagi dalam suka dan duka bersama karena sebuah rasa nyaman, tapi tidak ada orang yang ku percaya selain Arya, tidak ada seorang lelaki pun yang membuatku merasa bahagia selain Arya.

"Sekarang cepat ganti pakaian karena lima menit lagi Ustadz Fahri dan keluarganya akan datang!"

Mama Anita keluar dari kamar dengan kekecewaan yang tergambar jelas di wajah beliau, wajah masam itu membuatku merasa berdosa kepada mamaku. Namun, tidak ada yang bisa kulakukan sekarang. Ya, dalam kebingungan dan ketidakberdayaan akhirnya aku tetap memutuskan mengganti pakaianku, bukan dengan pakaian terbaik yang mama pilihkan untukku, tapi dengan baju yang sudah ketinggalan zaman yang jarang sekali aku gunakan. Tanpa menggunakan make up, bedak atau pun lipstik, ku pastikan wajahku terlihat jelek dan tidak menarik di depan kaca sebelum akhirnya bersiap keluar dari kamarku. Dengan menggunakan gamis berwarna abu-abu dan jilbab berwarna merah muda yang menutupi dadaku. Penampilanku tidak seperti anak gadis pada umumnya ketika bertemu dengan pasangannya, tetapi lebih ke ibu-ibu pengajian yang tidak tahu fashion sama sekali, terlihat sangat kampungan, bahkan aku sendiri tidak suka dengan gayaku, tapi ini adalah salah satu usaha penolakan ku kepada orang tuaku.

"Kania, sini, Nak!"

Sebuah panggilan yang merupakan kode dari mama, kalau aku harus segera keluar dari kamarku.

Dengan langkah kaki berat, aku melangkahkan kakiku keluar dari kamarku dengan hati yang berkecamuk. Tidak ikhlas tentu saja, tidak rela apalagi, yang jelas aku hanya tidak ingin membuat orang tuaku kecewa karena sikapku yang tidak menghargai tamu apalagi tamu itu memiliki niat baik kepadaku.

"Sayang, sini, Nak!"

Mama Anita menghampiriku dengan bersemangat dengan senyum mengembang yang tergambar indah di wajah beliau. Sebuah ekspresi wajah yang menggambarkan kalau beliau memiliki harapan yang sangat besar untuk pertemuan pertama ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 180 Hari Menuju Akad   Memulai Hari Baru

    "Kania, Mas yakin kamu akan mendapatkan lelaki terbaik dan terhebat seperti yang kamu harapkan selama ini. Ikhlaskan dia yang telah pergi dan buka hati untuk dia yang nantinya akan mengisi hari-harimu. Mas yakin, wanita baik sepertimu akan mendapatkan lelaki terbaik juga, karena jodoh adalah cermin diri, dan wanita baik-baik akan dipersatukan juga dengan lelaki baik-baik," ucap Arya menasihati ku.Kutatap lelaki itu dengan seksama, penuh kekaguman dan rasa syukur. Ya, akhirnya aku menyadari kalau Arya adalah sosok lelaki yang bisa mengayomiku, ia menasehatiku layaknya seorang kakak laki-laki kepada adiknya, melindungi dan menjagaku seperti saudaranya sendiri. Aku tahu, Arya adalah laki-laki. Ia memiliki naluriah laki-laki, sikap dan jiwa seorang lelaki yang mungkin saja mudah jatuh dan dimanfaatkan oleh wanita yang tidak benar-benar tulus mencintainya. Ia mungkin juga akan tergoda dengan wanita cantik dan seksi seperti sebelumnya, karena tantangan terbesar seorang lelaki yang telah su

  • 180 Hari Menuju Akad   Rencana Tuhan Adalah Yang Terbaik

    "Ma, Bella terkagum-kagum dengan agama islam. Islam begitu memuliakan kedua orang tua dan Mama adalah surganya Bella."Bella bersujud dan mencium telapak kaki mamanya dengan tulus dan ikhlas. "Sayang, apa yang kamu lakukan? Jangan seperti ini, Sayang!" Mama Ratna membantu putri kesayangannya untuk bangun dan bangkit. Beliau memeluk putri kesayanggannya itu. Rasa haru dan bahagia memenuhi hati dan fikiran mama Ratna, betapa ia sangat bahagia dan bersyukur karena memiliki putri yang teramat sangat baik dan berbakti seperti Bella."Nak, kamu benar-benar permata dalam kehidupan Mama dan Papa. Maaf karena selama ini kami membiarkanmu tumbuh sendiri tanpa perhatian dan kasih sayang."Mama Ratna membelai lembut rambut putrinya, matanya mengisyaratkan sebuah penyesalan yang teramat sangat dan keinginan untuk membalas sesuatu yang telah hilang menjadi senyum kebahagiaan untuk Bella."Ma, apa Bella boleh nggak usah ke kantor dulu? Bella ingin fokus di rumah dan belajar agama. Biar Lara saja y

  • 180 Hari Menuju Akad   Menerima Takdir

    "Tentu jadi, Sayang, nanti kita packing dan membereskan semua perlengkapan travelling," ujar mama Ratna bersemangat."Ma, emangnya Papa mau libur ngantor?" Papa Herman juga salah seorang manusia yang sangat gila dan mencintai pekerjaan, hingga Bella ragu papanya bisa ikut jalan-jalan dengan mereka atau tidak."Tenang, Sayang, perusahaannya 'kan punya kita, jadi tidak ada alasan bagi Papa untuk menolak," terang mana Ratna.Papa Herman menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum melihat dua wanita yang sangat dicintainya itu terlihat bersangat untuk liburan di luar kota.Ya, memang benar, Bella dan keluarganya sudah lama sekali tidak liburan bersama. Setidaknya sakitnya Bella menjadi perekat hubungan keluarga Bella."Terima kasih, Papa." Bella tersenyum dan terlihat sangat bersemangat."Kalau begitu, sekarang Papa ke kantor dulu ya. Papa ingin menyiapkan semua berkas-berkas dan pekerjaan yang tertumpuk sekalian memberikan tugas untuk dikerjakan oleh sekretaris papa selama kita tid

  • 180 Hari Menuju Akad   Menyembuhkan Luka

    Bella memeluk mama Ratna, ia tidak bisa berkata apa-apa karena saat ini yang bisa dilakukannya hanya menangis."Sayang, Mama ada untukmu."Mama Ratna menepuk-nepuk punggung putri kesayangannya sembari membelai rambut Bella dengan penuh cinta dan kasih sayang."Ma, apa kita boleh berjalan-jalan ke luar kota? Bella ingin sekali liburan dan menenangkan fikiran," ucap Bella lembut namun tersedu-sedu."Tentu boleh, Nak. Bella boleh pergi ke mana saja yang Bella inginkan. Apa kamu pengen ke luar negeri, Sayang?" Mama Ratna ingin mewujudkan semua keinginan anak kesayangannya karena yang terpenting baginya adalah Bella bisa kembali ceria lagi dan bisa tersenyum lagi seperti dulu."Ma, Bella ingin liburan sama Mama dan Papa, tapi Bella ingin di Indonesia saja," terang Bella.Bella menatap wajah mama dengan penuh harap.Mama Ratna kemudian menghapus air mata yang mengalir di pipi putri kesayangannya itu."Sayang, Bella ingin ke mana?" Mama Ratna bertanya dan mendengarkan keinginan putri kesay

  • 180 Hari Menuju Akad   Perpisahan Tersedih

    Bella tidak peduli dengan pertanyaan Rasya, mau tidur atau berpura-pura tidur saat ini yang ingin Bella lakukan hanya diam sembari menutup matanya."Bella, aku tahu kamu tidak tidur, tapi kalaupun kamu tidur maka beristirahatlah dengan tenang, aku akan membangunkanmu ketika kita telah sampai di rumah," ujar Rasya.Rasya terus melajukan mobilnya dengan hati yang berkecamuk, penuh dengan kegelisahan dan rasa bersalah. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah Bella.Rasya menatap Bella, gadis cantik itupun terlihat sangat cantik saat menutup mata.Rasya kemudian menghapus air mata yang sedari tadi membasahi pipi Bella, hati Rasya terlihat sangat hancur karena melihat hal itu terjadi."Bella, kita sudah sampai di rumah." Rasya membangunkan Bella yang sebenarnya tidak tidur itu.Bella membuka matanya kemudian memaksakan dirinya untuk tersenyum. Bella tidak ingin melihatkan wajah murung qtau bersedih lagi kepada Rasya."Sya, kamu harus singgah di rumah, aku ingin membuatkanmu salad buah untu

  • 180 Hari Menuju Akad   Kebenaran Yang Menyakitkan

    Mama Rasya menatap Bella dengan lembut dan penuh kasih sayang. Beliau kemudian menggenggam tangan Bella dengan hangat, Bella merasakan ketulusan di sana."Sayang, Mama sangat merindukan Bella, maaf untuk banyak hal dan terima kasih banyak karena masih mau datang berkunjung ke sini."Ucapan tulus yang ke luar dari mulut mama Rasya membuat Bella terharu, hingga tanpa sadar air mata lagi-lagi membasahi pipi Bella.Kutatap mata mama Rasya dengan air mata yang tidak bisa berhenti ke luar dari mataku. Beliau juga melakukan hal yang sama."Tante, apa benar Tante merindukan Bella?"Dengan nada tersedu-sedu aku ingin memastikan tentang apa yang baru saja aku dengar bukanlah mimpi belaka."Tentu, Sayang, hanya kamu seorang gadis yang Tante anggap seperti anak sendiri dan Tante berharap kamu bisa menjadi istrinya Rasya." Secara terang-terangan mama Rasya mengungkapkan apa yang disimpannya di hatinya. Sementara Bella saat ini terlihat haru bercampur kaget."Bagaimana mungkin seseorang yang melar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status