Revan tergeletak tidak sadarkan diri di lantai. Keadaan rumah si kembar gelap gulita karena listrik padam dan terlebih lagi rumah kosong. Hal itu menjadi tidak ada orang yang menolong Revan. Pagi pun tiba, Aluna kaget ketika akan masuk.
"Kenapa pintunya tidak dikunci? Padahal semalam sudah aku pastikan kalau pintu ini terkunci." Revan menatap Mang Dadang.
"Non, apa ada maling masuk?"
"Bisa jadi, mang."
"Biar mamang yang masuk dahulu, Non." Mang Dadang segera membuka pintu lebar dan masuk ke dalam. Aluna mengikuti Mang Dadang di belakang.
Baru beberapa langkah, mereka berdua kaget melihat Revan tergeletak di lantai.
"Revan!" Aluna bergegas menghampirinya. "Van ... Revan, bangun." Aluna menggoyangkan tubuh Revan.
Revan pun kaget seketika, dia langsung bangun dan terlihat seperti orang bingung.
"Ja-jangan mendekat!" pekiknya.
"Kau masih memantau rumah itu?" ucap seorang pria."Tentu saja setiap pagi saya selalu memantau. Saya mangkal di sana paling lama tiga puluh menit, pak.""Baiklah. Aku ingin kau tetap pantau atau kau bisa beraksi dengan cara kau sendiri," lanjut pria tersebut menatap anak buahnya, "apa kau sudah punya sebuah rencana?" tanyanya.Pemuda yang berdiri dengan memakai setelan kaos, celana tiga seperempat beserta topi bundar dan handuk kecil yang melingkar di lehernya. Pemuda tersebut menceritakan apa yang terjadi tadi pagi."Dia memesan sesuatu untuk besok pagi," ujarnya."Kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan!" Pria itu menatap sang pemuda dengan tajam."Baik pak, saya akan melakukannya.""Sekarang kau boleh pergi!" Pria itu kembali duduk dan menyalakan sebatang rokok. Memutar kursi yang dia duduki, menatap keluar menembus jendela dan menyilang kan kakinya.
Saat Aluna melangkah mendekati baskom plastik dengan udang yang berceceran di dekatannya, dia menoleh ke arah kiri melihat sebuah bayangan yang tampak seperti bergerak tergelepar seperti ikan yang kehabisan oksigen. Setelahnya kucing itu tidak bergerak sama sekali."Re-Revaan!" teriak Aluna melengking keras seakan membuat rumah itu bergetar. Revan yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil di kepalanya sampai kaget."Ada apa sih? Pagi-pagi sudah teriak-teriak. Bikin orang jantungan saja," celetuk Revan."Ini loh, Van," tunjuk Aluna ke bawah kolong meja. Mata Revan langsung turu ke bawah melihat ada apa gerangan di sana."Iya, aku lihat ada kucing di bawah kolong," sahut Revan lalu membalikkan badannya."Van!" panggil Aluna tegas. "Bukan itu yang aku maksud. Ada yang aneh dengan kucing ini. Coba deh, kau ke sini dan melihatnya sendiri," tutur Aluna.Revan k
Rencana yang sudah dirancang oleh Aiptu Anang akan dilakukan oleh Aluna besok pagi. Mungkin dia akan melihat reaksi kaget dari si tukang sayur ketika melihat dirinya dalam keadaan sehat.Aluna mendudukkan dirinya di karpet ruang depan. Gadis itu menarik napas panjang dan melirik ke arah Revan yang tengah sibuk dengan laptopnya. Revan terlihat sangat fokus menatap layar laptopnya dan jemari tangannya terus bergerak.Dia kembali mendongak ke atas menatap langit-langit plafon eternit. Pikirannya kembali menerawang saat dirinya masih di Belanda. Aluna mengingat kenangan bersama dengan Alena, Revan, dan Bagas.Apakah aku boleh mengeluh? batinnya dalam hati mengingat kenangan semuanya. Menangis pun tidak akan mengembalikan semuanya.Jujur, aku sudah capek dengan ini semua. Tapi, aku tetap harus bertahan dan mengungkap semua kebenarannya. Ini semua demi Alena dan Bagas.
"Bagaimana ini?" Aluna memperhatikan ikan nila yang ada di depannya. Dilema antara bingung untuk memakannya atau akan dibuang. "Apa kita akan makan ini?" "Kalau kau ragu, coba praktikkan lagi," sahut Revan dari ruang depan. "Apanya yang mau dipraktikkan dan siapa yang ikhlas menjadi kelinci percobaan?" tanya Aluna. "Nah, di belakang rumah banyak kucing liar. Coba saja kasih beberapa potong pada mereka. Kalau setelah memakannya kucing tersebut baik-baik saja, berarti ayam itu aman untuk kita makan. Namun jika kucing itu langsung kejang-kejang, berarti tidak aman untuk kita makan. Jadi, buang saja. Beres 'kan?" "Masa iya kucing dijadikan kelinci percobaan, Van?" "Lalu kau maunya manusia yang jadi kelinci percobaannya?" Aluna melengos mendengarkan kata-kata Revan. Akhirnya dia mengikuti apa kata Revan. Gadis cantik itu mengambil beberapa potong ayam dan membawanya ke sa
Mendapat panggilan dari Revan, Aiptu Anang segera melaju ke rumah si kembar. Setelah sampai di rumah Aluna, polisi muda segera mengecek cumi-cumi yang sudah Aluna masukkan ke dalam baskom plastik. Revan pun menceritakan gerak-gerik si tukang sayur itu. Aiptu Anang memutuskan cumi-cumi itu akan dia bawa ke laboratorium kantornya. Mereka bertiga memutuskan untuk memberi sebuah hadiah pada kang sayur. Sepertinya tukang sayur menjelma menjadi pemuda yang misterius yang membuat Aiptu Anang penasaran. Dia mempunyai rencana akan membuntutinya esok hari. Lebih tepatnya Aiptu Anang ingin tahu siapa dalang dibalik semuanya ini dan anak buah siapa dia. Kalau dugaan Anang tidak meleset, berarti sebentar lagi dalang dari kasus kematian Saraswati akan terungkap. Hasil yang didapat oleh Aiptu Anang dari laboratorium kantornya juga sama persis dengan yang kemarin. Tentu saja ini membuat polisi muda itu semakin semangat dalam mengusut tuntas kasus yang p
Dia mengendarai mobilnya begitu kencang, mencoba menghindari kejaran polisi. Namun, keberuntungan tidak berpihak padanya. Mobil yang dia tumpangi sudah terkepung, bahkan sempat tergelincir karena hampir melarikan diri.Beruntung, Aiptu Anang berhasil menembak salah satu kakinya hingga dia tersungkur jatuh. Jika tidak dia akan melarikan diri lagi. Akhir dari seorang tukang sayur yang berusaha untuk meracuni Aluna dan Revan. Apa motif-nya?Aiptu Anang membawa si tukang sayur, tepatnya Rahmat namanya ke Kantor Polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Ternyata setelah sampai kantor pun dia tetap bungkam seribu bahasa. Berbagai cara telah dilakukan oleh Aiptu Anang hingga kekerasan pun dia lakukan hanya untuk membuat Rahmat membuka mulutnya.Namun, usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil. Kini, semua harus memutar otak untuk menginterogasinya. Pada akhirnya semua dibuat kaget dengan keputusan yang diambil Rahmat. Entah apa y
Aluna mulai bisa mengingat si pemilik tatto kecil bergambar tengkorak tersebut. Ya, tatto itu sangat mirip dengan tatto yang dimiliki oleh si tukang sayur. Aluna mulai berpikir tentang siapa dia? Hal itu masih menjadi teka-teki karena hilal juga belum terlihat dengan jelas. Namun, satu demi satu pasti akan terungkap dengan jelas dan takbir kebenaran akan terlihat. Setelah acara tiup lilin, Aluna duduk di samping tubuh saudara kembarnya. Ditangannya tergenggam sebuah kotak perhiasan yang akan diberikan untuk Alena. "Len, aku berakhir membeli barang yang kau impikan selama ini. Kalung couple dolphin itu sudah ku beli. Aku berharap kau bisa cepat siuman dan kita bisa bersenang-senang lagi. Len, aku kangen ...." Air mata tampak lolos dari pucuk mata Aluna. Dia benar-benar sedih melihat Alena yang terbaring di atas ranjang. Aluna membuka kotak perhiasan tersebut. Dia mengeluarkan sepasang
Jantung Revan berdegup tidak karuan, matanya tidak bisa lepas dari sosok tubuh yang tengah merangkak menempel di dinding kamar Aluna. Revan tampak mematung, ingin berteriak memanggil nama Aluna. Namun, tenggorokannya serasa tercekik dan tidak bisa mengeluarkan suara.Sosok hantu berbalut dress warna merah dengan rambut acak-acakan dan mata menyala merah terus merangkak sampai ke atas. Dia merangkak ke sana dan kemarin, lalu berhenti tepat di depan Revan. Setelah itu dia menghadapkan kepalanya ke bawah dan mendongak menatap tajam ke arah Revan.Revan kaget dan detik itu juga, dia berhasil menelan saliva-nya sendiri dan pada saat yang bersamaan sosok hantu itu meloncat ke arah Revan. Pemuda itu kaget dan otomatis menjerit kencang. Aluna kaget dan terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara teriakan lantang dari Revan malam itu."Van ... Revan!" Aluna mencoba menyadarkan Revan yang berteriak seperti orang