Cherry bersama sang mama mulai masuk ke ruang keluarga, di mana Cherry melihat seseorang dengan tubuh yang bisa dibilang gemuk itu tengah duduk dihadapan sang ayah. Dengan langkah percaya diri Cherry melangkah mendekati pria itu. Bahkan tanpa permisi Cherry langsung saja duduk disebelahnya dan mengalungkan tangannya pada lengan pria itu. Bergelayut sok kenal dan bertingkah centil. Ck, jika bukan karna mobil kesayangan dan harta warisan keluarga Johnson, Cherry tidak akan pernah sudi bertindak seperti ini. Bukan gayanya sama sekali. Sontak semua orang yang melihat tingkah seorang Cherry Naomi tersentak kaget, terlebih lagi sang ayah. "Apa yang sedang kau lakukan Cherry Naomi?" geram sang ayah yang terlihat malu dengan tingkah putrinya itu. "Aku hanya mencoba akrab pada pria yang dijodohkan denganku, Pa!" Ujar Cherry dengan begitu percaya diri tersenyum lebar pada ayahnya. Jawaban Cherry membuat sang mama mengulum bibirnya. Oh, sepertinya putrinya ini salah sasaran. "Tapi bukan aku
"Pecat tante Alice dan carilah sekretaris yang baru." "Apa kau bilang? Kau jangan sembarangan Cherry Naomi!" desis Jenaro dengan menatap tajam kearah Cherry. Oh gadis ini sangat berbakat sekali membuat amarahnya meledak. Cherry memutar bola matanya malas. Berjalan mendekat pada kursi Jenaro. Duduk bersandar pada meja kebesaran tunangannya itu. "Aku tidak pernah sembarangan Jey!" ujar Cherry. "Aku sudah memberikan kelonggaran dengan mengizinkanmu bisa menjalin hubungan kotor kalian. Dan aku! Aku hanya ingin menyelamatkan perusahaanmu dari sekretaris tak mumpuni seperti tante Alice. Kau pikir levelku adalah untuk mendesain karakter cooking game yang menjadi andalannya itu?" ujar Cherry mengungkap fakta yang mampu membungkam mulut Jenaro. "Heol! Bahkan anak SD pun bisa menggambar karakter cooking game wanitamu itu! Idenya pun sangatlah minim, dan masih saja kau pertahanan sebagai sekretarismu?" ujar Cherry memasang wajah penuh ejekan untuk Jenaro. Semua yang dikatakan Cherry memang b
Suara dentuman alunan musik cukup terdengar keras memekikkan telinga beberapa anak manusia yang kini sedang berkumpul di sebuah meja tak jauh dari tempat beberapa orang lain yang sibuk meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti alunan musik malam ini. Namun tampaknya beberapa anak itu tak tertarik dengan alunan musik di bar malam ini, mereka justru terlihat sangat serius menanggapi salah satu ocehan temannya saat ini. “Apa kau masih waras Cherry Naomi?” ucap seorang wanita muda berambut pirang yang seakan tak percaya dengan apa yang baru saja sahabatnya itu katakan.“Bagaimana bisa kau memberikan tawaran yang mustahil kau lakukan itu!” ujarnya sembari berdecak kesal. Cherry meneguk Champagne yang ada di tangan kanannya. Menringis sejenak kemudian menatap wanita berambut pirang itu dengan cengirannya. “Tidak ada yang tidak bisa aku dapatkan Valerie,” ucap Cherry begitu tenang sembari kembali meneguk minuman beralkohol itu. “Tapi ini bukan hal yang bisa dengan mudah kau dapatkan Cherry. Astag
Ketukan sepatu hak tinggi menggema di penjuru lorong perusahaan Arosoft Corp. Wanita manis berusia 24 tahun itu melangkah dengan pandangan lurus ke depan, dan punggungnya yang tegap. Langkahnya begitu angkuh, menahan kesal karena paginya yang buruk. Cherry berjalan tenang tak memperdulikan sorot mata beberapa orang yang menatapnya selalu kagum.Tungkai jenjangnya telah sampai pada pintu kayu yang berdiri kokoh. Bibirnya terangkat saat mengetahui bahwa ruangan di hadapannya saat ini adalah tempat yang nyaris setiap hari ia kunjungi. Membuka pintu secara perlahan, wanita yang awalnya merasa kesal itu kini hanya menatap lurus ke depan, terlampau terpukau dengan sosok titisan dewa yang begitu serius dengan pekerjaannya. Cherry mengeram tertahan, sial! Tampan sekali sih simpanan orang. Mengingat kata itu, membuat ia meringis sendiri. Aneh bukan? Di saat orang di luar sana memuji habis-habisan wajah dinginnya, namun semua itu tak berlaku pada pria yang duduk tak jauh dari dirinya. “Bukan
Cherry berjalan dengan sedikit tergesa menuju gedung pencakar langit milik tunangannya sendiri itu. Gadis muda itu tampak merutuki kecerobohannya pagi ini, di mana dirinya nyaris terlambat karena ia pulang pukul 2 pagi dari tempat balapannya. “Mochi sialan! Jika tak menunggu pria pendek itu aku tidak akan kesiangan seperti ini,” ocehnya sembari melihat waktu di jam tangan mahalnya lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam lift. Nyatanya dengan tatanan rambut sedikit berantakan itu tak mengurangi kadar kecantikannya sedikitpun. Bahkan raut dengan raut paniknya, Cherry Naomi masih terlalu cantik bagi setiap orang yang berpapasan dengannya ataupun sekedar melihatnya dari jauh. Banyak karyawan Arosoft yang mengagumi paras dari Cherry, menujukkan sisi ketertarikan mereka pada gadis. Melupakan fakta jika Cherry adalah tunangan dari pemilik perusahaan di mana mereka bekerja, atau lebih tepatnya bukan melupakan. Memang tidak ada yang tahu sama sekali jika Cherry adalah tunangan dari Jenaro Rafa
"Cepat jelaskan padaku, Mochi! Apa yang membawamu sampai ke sini? Bukankah kau pernah bercerita jika kau tak suka bekerja sebagai budak corporate?" Cerocos Cherry setelah ia keluar dari ruangan Jenaro. Menarik pria dengan wajah oval dan bibir tebal merah muda itu menjauh dari tempat duduknya. Atau lebih tepatnya dari meja kerjanya yang berada di depan ruangan Jenaro. Siapa lagi jika bukan, Jemian yang kini sudah sah menjabat sebagai sekretaris Jenaro. "Astaga, Sweetie! Bisakah kau tenang dulu? Bahkan jantungku nyaris melompat keluar ketika melihatmu masuk ke ruangan Jenaro," ringis Jemian atau biasa Cherry memanggilnya dengan Mochi saat di area balap. Pria itu menatap wajah bulat milik Cherry dengan sedikit kesal. Ia ditarik paksa pergi menjauh dari meja kerjanya. Dan kini mereka sedang ada di depan lorong dekat lift. Cherry memutar bola matanya malas. Dirinya sungguh penasaran sekali. Gadis muda dan modis itu melipat tangannya di depan dada."Kalau begitu cepat jelaskan padaku." des
"Kau mau kemana, sayang?" tanya seorang wanita paruh baya yang kini terlihat tengah mengupas apel bersantai di depan ruang TV rumah bak istana itu. Matanya menangkap putri kesayangannya tampak begitu rapi malam ini sembari membawa sebuah paper bag di tangannya dan tampak terburu-buru menuruni tangga dari arah kamarnya. Cherry yang kini memakai blazer berwarna cream dipadukan dengan short jeans serta sneakers berwarna putih membuatnya tampak manis. Rambut cokelat terangnya ia biarkan tergerai begitu saja. "Aku akan ke rumah tante Alice malam ini, Ma. Zayn ulang tahun dan seperti biasa," ucapnya sembari mengangkat paper bag yang ia bawa. "Pria sibuk itu selalu membuatku repot setiap tahun," ucap Cherry kembali dengan tampang yang dibuat kesal. Wanita paruh baya itu tampak terkekeh geli melihat raut kesal anak gadisnya semata wayang itu. "Dan besok kau akan menerima kiriman tas atau heels mewah lagi dari padamu itu bukan?" Cherry menggulingkan bibirnya malu."Pria itu terlalu pandai
‘Bajingan! Kalian benar-benar ingin mengibarkan bendera perang denganku!’ Geram Cherry seraya melangkahkan kakinya menuju sebuah kamar yang ia yakini sebagai kamar dari tante Alice. Tak perlu buta arah, bahkan Cherry terlalu paham dengan tata ruang rumah ini.Cherry menghela nafasnya sejenak sebelum memegang knop pintu. Mencoba bersikap tenang meskipun pikirannya berkecamuk kemana-mana.Wanita muda itu berdecih ketika mendapati pemandangan apa yang terpampang nyata dihadapannya. Bertepatan dengan pintu terbuka lebar, bertepatan dengan itulah kedua orang yang begitu hanyut dalam ciuman panas pun mulai melepaskan diri masing-masing."C-Cherry?" pekik Alice saat ia melihat keponakan sekaligus saingan beratnya itu tengah berada di depan kamar sembari menatap jijik ke arahnya. "Oh, apa aku menganggu waktu panas kalian?" Tanya Cherry sembari melipatkan kedua tangannya di depan dada. Bersandar pada daun pintu, wanita itu terlihat tenang. Namun dapat dilihat dengan jelas jika matanya mengkila