Share

Hari Pertama Sekolah

    "Naaaa... Nanaaaaaa!!!!!!" Teriak Yasmin saat Raina menjawab teleponnya. Raina masih setengah tertidur, dia spontan menjauhkan ponselnya dari telinganya. Terbangun karena teriakan sahabatnya itu. 

    "Ada apaan sih Yas?" Tanya Raina lagi, matanya masih tertutup. Sementara tangan kanannya sudah bergerak untuk menahan ponselnya tetap berada di telinganya.

    "Jangan bilang lu baru bangun, lu masih jaga malam kan??? Ah Nanaaa kebangetan banget deh ini bocah!!! Cepetan banguuun!! Kita diminta kumpul satu jam lagi, di kamar jaga residen penyakit dalam, Na!!" Jawab Yasmin cepat.

    Kepala Raina masih kosong, dia masih terdiam. Otaknya belum berhasil mencerna kalimat Yasmin. 

    "Raina! Cepetan bangun dan segera ke rumah sakit! Kalau enggak kita seangkatan bakal dihukum!!" Teriak Yasmin lagi.

    "Apa?! Dihukum?!" Batin Raina dalam hati.

    Raina langsung membuka matanya, dia berlari ke kamar mandi. Jarak rumahnya dan rumah sakit cukup jauh, bisa lebih dari satu jam bila jalanan macet. Gadis itu mencuci mukanya dengan cepat, menyisir rambutnya asal-asalan dan mengambil baju pertama yang dia temukan di lemari pakaiannya, memakai dengan cepat, menyambar dengan asalan tas di meja belajarnya dan langsung berlari menuju pintu depan. 

   "Ayaaahh!! Nana pinjam mobil!!" Teriak Raina. Tanpa menunggu jawaban Ayahnya, Raina langsung menyambar kunci mobil yang berada di atas meja dan pergi segera.

    Ibu dan Ayah hanya bisa menatap linglung tingkah anak gadisnya. Memang ini bukan yang pertama kali bagi mereka melihat tingkah ajaib anak gadisnya itu.

   "Apa dia ada janji?" Tanya Ayah pada Ibu. Istrinya hanya menggeleng sambil mengangkat kedua bahunya. 

  "Enggak ada pesan Yah. Ibu juga enggak tahu." Balas Ibu.

  Raina memacu mobilnya dengan kencang. Jalanan memang tidak terlalu padat siang ini, belum waktunya orang pulang kantor. Raina menghubungi kembali Yasmin, dia cemas sekali, hari ini seperti hari pertama mereka satu angkatan memulai hari mereka sebagai residensi, tidak boleh ada yang salah. Raina tidak ingin karena ulahnya, yang masih juga menerima tawaran jaga malam, teman satu angkatannya jadi kena getahnya. Bermasalah di awal sekolah bukan hal yang baik karena hari ini bisa saja jadi penentu nasib Raina selama empat tahun kedepan selama sekolah spesialis nanti. Mengingat itu semua, gadis itu menekan pedal gas nya semakin dalam. 

    "Yas, kalian dimana? Gue udah jalan nih" ucap Raina. 

   "Ada di kafe deket kamar jaga penyakit dalam, nanti lu langsung ke sana aja" balas Yasmin. Sebenarnya dia sedikit panik mendengar Raina masih di jalan, tapi Yasmin menjaga nada suaranya tetap terdengar tenang.

   "Oke!" Jawab Raina cepat, segera memutuskan sambungan ponselnya dan kembali fokus pada jalan.

    Beruntung dia hapal rumah sakit tempat dia akan mulai bersekolah nanti, karena saat koasisten Raina juga di rumah sakit itu. Raina juga hapal tempat-tempat dengan parkiran yang sepi dan jalan pintas. Tidak perlu waktu lama, sekitar kurang dari 30 menit, Raina sudah berada di dalam kafe. Semua teman satu angkatannya sudah berada disana, termasuk Yasmin dan Radit. Senyum Raina langsung mengembang saat melihat pria manis itu, yang juga tersenyum ke arahnya. Hatinya sontak berbunga-bunga. 

   "Halo semua, perkenalkan saya Raina," sapa Raina, masih tersenyum manis. 

   "Na, lu gila ya? Itu pake sendal rumah!!" Pekik Yasmin saat melihat kedua kaki Raina dengan sendal bulu warna kuning favoritnya. 

   "Mampus!!" Balas Raina, menepuk keras kepalanya. Dia panik seketika. Otaknya bekerja keras, mengingat apa ada sepatu ibu yang ayah simpan di mobil, tapi rasanya tidak ada, batinnya, kebingungan.

   "Gimana dong Yas??" Tanya Raina balik, semakin panik.

   "Sepatu lu ada lebih enggak di mobil?" Raina mendadak memikirkan satu ide di kepalanya. Yasmin sering menyimpan sepatu di mobilnya. 

   "Gue naik ojek, Neng. Ini sepatu satu-satunya yang gue punya saat ini." Jelas Yasmin sambil menunjuk ke arah kakinya.

   "Mampus!" Umpat Raina lagi, benar-benar kebingungan.

    Raina putus asa, dia melihat satu persatu teman seangkatannya, berdoa semoga salah satu dari mereka punya sepatu lebih untuk dipinjamkan. Tapi mereka masing-masing menggelengkan kepala. Pertanda tidak ada. 

   Pemberitahuan untuk kumpul hari ini memang mendadak, sebelumnya mereka memang sudah diminta untuk tinggal dan menetap di Bandung supaya bila ada panggilan berkumpul mendadak, semua bisa hadir dan tidak boleh ada alasan apapun. Kebanyakkan teman perempuannya pergi dengan menggunakan transportasi umum atau ojek seperti Yasmin, atau mereka sudah tinggal di kos sekitar rumah sakit, berjalan ke tempat kos tentu saja menghabiskan waktu, tidak mungkin sempat lagi. Raina menghembuskan napas dengan kasar, dia panik campur bingung. 

    "Ah aku baru ingat, pakai sepatu adik aku aja, mobil aku parkir enggak jauh kok" ucap Radit tiba-tiba. Radit baru ingat kalau ada sepatu cadangan Rani, adiknya, yang sering ada di mobil. 

   "Serius??" Tanya Raina, menatap Radit seolah-olah lelaki itu adalah superhero nya hari ini. Gadis itu bersorak kegirangan. Kalau bukan karena masih menjaga martabatnya sebagai perempuan dan juga disini semua teman satu angkatannya sedang berkumpul, Raina pasti sudah memeluk Radit sebagai tanda terimakasih.

   "Sepuluh menit, jangan lebih, gue udah janji sama senior jam setengah tiga tepat, angkatan kita bisa ribet kalau hari pertama aja sudah pakai acara telat" ucap seorang lelaki diujung tempat duduk. Lelaki itu menatap Raina dengan malas, wajahnya datar.

   "Siapa sih itu orang?" Batin Raina dalam hati. Dia ingin membalas lelaki itu, tapi dia saat ini tidak punya banyak waktu untuk berdebat, batin Raina. Yang penting tidak ada masalah dulu dengan senior, pikir Raina lagi. 

   "Iya, yuk, cepetan" Radit menarik tangan Raina. Daripada membuang waktu dengan mulai adu pendapat, pikir Radit. Raina mengikuti langkah Radit. Mereka berjalan cepat menuju parkiran mobil Radit. 

   "Semoga cukup ya" ucap Radit, memberikan sepatu adiknya pada Raina. Gadis itu langsung mencoba sepatu yang Radit berikan. 

   "Ah, cukup!" Seru Raina dengan senang. Senyuman langsung mengembang di wajahnya. 

   "Syukurlah" ucap Radit, dia juga ikut panik melihat kejadian hari ini. Masalah Raina berarti masalah satu kelompoknya, dia juga bisa kena getahnya karena masalah ini. 

   "Terimakasih banyak ya" balas Raina, memberikan senyuman tulus pada pahlawannya hari ini. 

   "Sama-sama. Udah yuk, nanti kita telat" ajak Radit lagi. Raina mengangguk dan mulai berjalan cepat bersama Radit. 

   Hari ini Raina menyadari sesuatu, dia bukan hanya mengagumi senyuman Radit, tapi dia mengagumi semua yang ada pada Radit, pahlawannya hari ini. Tanpa bantuan Radit, mungkin hari ini dia sudah akan bermasalah dengan senior dan sudah pasti semua teman seangkatannya juga akan kesal padanya. Belum lagi Yasmin, mungkin sahabatnya itu tidak akan segan-segan menjual kepalanya. 

   Raina melirik lagi ke arah Radit. Tanpa sengaja lelaki itu pun sedang melirik ke arahnya dan tersenyum, membuat hati Raina menjadi tidak karuan. Radit dan senyumannya membuat hari ini menjadi lebih cerah bagi Raina. 

__________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status