Happy Reading and Enjoy~
Sudah lebih dari dua jam Luna hanya berdiam diri di depan meja rias, memperhatikan penampilannya yang jauh dari pribadinya sendiri. Dress merah dengan belahan dada dan punggung yang terbuka, wajahnya bahkan dihias dengan make up tebal. Mencoba menutupi umurnya yang masih 19 tahun, dress itu sendiri di atas lutut dengan bentuk yang melekat pada tubuhnya seolah-olah dress itu lem yang melekat erat. Di ranjangnya tersedia tas selempang yang besar tapi tidak terlalu mencolok.
"Berjalanlah seolah-olah kau berada di karpet merah, goyangkan pinggulmu dan busungkan dadamu. Ingat, kau harus percaya diri saat mengatakan 'dimana ruangan Allard berada? aku ingin menemuinya, tolong katakan padanya bahwa aku kekasihnya' pada sekretaris Allard nanti. Buat dia mempercayai bahwa kau memang benar-benar kekasih Allard. Nah, setelah masuk ke ruangan Allard kau tunjukkan taringmu, bahkan jika Allard menyuruhmu menari untuk merayunya kau harus melakukannya. Ingat, kau harus melakukannya!"
Pesan mommynya tadi sebelum wanita tua itu pergi mengantarkoan ke dokter seperti biasa.
Sekarang? Apa yang akan dia lakukan? Bagaimana mungkin dirinya bisa bersikap sebagai wanita penggoda seperti itu, oh ya Tuhan bahkan ... bahkan mencium laki-laki saja dia belum pernah. Oh, mungkin pernah sekali, tetapi itu dulu sewaktu dirinya kecil dan seharusnya itu tidak bisa dikatakan sebagai ciuman sebab bibir mereka hanya bersentuhan dengan sentuhan seringan bulu.
"Setelah masuk nanti kau juga harus bersikap layaknya kenalan lama, bersedih ketika dia tidak mengenalimu lalu menyalahkannya. Berjalan ke arahnya dan duduk di pangkuannya, ulurkan telunjukmu ke dagunya dengan sikap mesra lalu ucapkan, aku sedih kau tidak mengenaliku. Dan kau mengucapkannya harus dengan nada yang manja. Buat dia terkesan padamu, Luna. Setelah menyentuh dagunya bersandarlah di dadanya, elus dadanya dengan manja dan katakan kau sangat merindukannya. Untuk hari ini saja buang sikap malu-malu mu itu, buang sikap polosmu. Mommy akan menunggu kehadiranmu dengan membawa berita gembira. Jika kau berhasil ini juga untuk dirimu sendiri, mommy tidak bisa membantu lebih jauh lagi. Ingat itu!"
Luna menghela napas perlahan ketika ucapan mommnya terngiang, kembali ia menatap dirinya di cermin dan seorang wanita yang cantik dan seksi balas menatapnya dari pantulan cermin. Dirinya terlihat berbeda, kembali menghela napas Luna memejamkan matanya. Apapun yang terjadi nanti jangan sampai mereka mengusirmu dengan cara yang tidak hormat. Itu pesan ibunya tadi. Kepercayaan dirimu mengantarkanmu pada kesuksesan.
Luna menatap jam dinding, sudah hampir memasuki waktu makan siang. Kesempatan yang bagus jika ia datang sekarang sebab karyawan lain akan beristirahat. Sebelum itu ia melatih jalannya, menggoyangkan pinggul dengan menggunakan heels tidaklah mudah. Ditambah dengan dressnya yang kekurangan bahan membuatnya tampak tidak percaya diri. Perlan-pelan ia melatih hingga langkahnya semakin mantap. Luna mengangkat dagunya dengan sikap arogan, ah ... ternyata seperti ini wanita-wanita kelas atas itu bersikap.
Meskipun dahulu kehidupannya lumayan tetapi Luna tidak pernah bersikap layaknya anak Ceo. Tidak pernah menggunakan uang yang diberikan Daddy untuk party ataupun berbelanja barang-barang mewah, dan sekarang bolehkah ia merasa menyesal setelah kebangkrutan mencekik keluarganya? Tetapi sepertinya tidak perlu menyesali hal yang sudah berlalu.
Luna meraih tas selempangnya, berjalan dengan penuh percaya diri untuk menghentikan taksi. Allard Washington akan menerima kejutan hari ini.
***
Luna berhenti di halaman Washington Corp, menatap gedung pencakar langit itu dengan napas tertahan. Tuhan ... berikanlah ia kekuatan. Dirinya akan menemui pemilik gedung ini, jangan tanyakan apa yang terjadi pada debaran di dadanya yang mendobrak bertalu-talu. Kedua kakinya sudah melemas, tetapi mengingat wajah tua John langkahnya menjadi mantap. Dikenakannya kaca mata berwarna coklat tua miliknya lalu melangkah dengan arogan, tak lupa menaikkan dagunya dengan sikap angkuh.
"Antarkan aku ke ruangan Allard." Berhasil, nada serta sikapnya terlihat angkuh saat berbicara dengan resepsionis wanita yang berada di sana. Luna membuka kaca matanya, mendorong sebagian rambutnya kebelakang.
Resepsionis itu tersenyum ramah. "Bisa saya tahu Anda siapa, nona?"
Luna melirik arlojinya dengan gaya tidak sabar. "Aku kekasihnya, dia menyuruhku datang. Jangan mempersulit keadaan dan tunjukkan saja diamana ruangannya, jika aku telat karirmu akan berakhir."
Masih dengan senyuman resepsionis itu berkata, "Maaf nona, saya tidak bisa memberitahu Anda ruangan Tuan Allard, karena satu hari ini saja banyak sekali wanita-wanita seperti Anda yang datang dan mengaku sebagai kekasihnya. Jika Anda tidak memberitahu nama Anda maka kami akan menganggap Anda telah berbohong. Dan tentunya kami tidak akan segan-segan menyuruh Anda kembali pulang."
Hah? Kenapa bisa jadi begini. Seharusnya ia tau tidak semudah itu untuk bertemu dengan Allard, tetapi tidak menyangka bahwa akan sesusah ini. Ia pikir dengan berpura-pura menjadi wanita dewasa dan kaya semua akan berjalan lancar. Jika menyebutkan namanya sudah pasti dia akan gagal.
"Luna, aku baru saja pulang dari inggris." Ia menatap resepsionis itu dengan pandangan sinis. "Dan tidak tau apa yang akan dilakukan Allard jika melihat kalian membiarkanku menunggu. Aku baru saja tiba dan bahkan belum makan siang! berani-beraninya kalian membuatku menunggu."
Tidak terpengaruh oleh kata-kata Luna, resepsionis itu mengangkat gagang teleponnya. "Selamat siang dengan Casandra Andira dari meja resepsionis lantai dasar Washington Corporation, saya ingin memberitahu adakah jadwal temu Tuan Allard dengan seorang gadis yang bernama Luna? Gadis ini baru saja tiba di Indonesia dan menurut penuturannya Tuan Allard sendiri yang memintanya untuk datang."
Luna merasa seluruh tubuhnya melemah, ujung-ujung kakinya membeku. Bagaimana ini? bagaimana ini? sudah pasti resepsionis itu menelpon sekretaris Allard dan kebohongannya akan terborngkar lalu dia di seret satpam untuk keluar secara tidak hormat. Misinya gagal dan ia akan menikah dengan John berumur 60 tahun. Oh ya Tuhan ... tolonglah kali ini saja.
Wanita itu mendengarkan dengan seksama ucapan yang berada di seberang telepon lalu menoleh ke arah Luna. "Bisa kami tau siapa nama belakang Anda, nona?" tanyanya dengan nada yang masih terdengar ramah, tinggal menunggu waktu kapan nada itu berubah menjadi sinis saat mengetahui Luna berbohong.
Menelan ludah dengan susah payah, Luna menjawab dengan sedikit gemetar. "A-ananta," ujarnya yang dengan susah payah mencoba santai dengan mengucapkan, "Luna Ananta. Namaku Luna Ananta."
Resepsionis itu tersenyum lalu mengangguk ringan, mengucapkan nama Luna ke seseorang yang ditelpon. Tamat lah sudah, wajah resepsionis itu berubah kelam. Sinar lembut dari wajahnya seketika menghilang, meminta maaf dengan sopan karena mengganggu sekretaris Allard, resepsionis yang bernama Casandra itu meletakkan gagang teleponnya. Tersenyum kaku ke arah Luna, berbeda dengan senyuman yang tadi dia tampilkan.
"Maaf nona Luna, Anda tidak bisa menemui Tuan Allard karena nama Anda tidak termasuk dalam list jadwal temu Tuan Allard hari ini. Jika ingin bertemu dengannya buatlah janji terlebih dahulu."
Bersambung...
Halo semuanya, jangan lupa share cerita ini ke teman-teman kamu agar bisa sama-sama suka dengan cerita ini ya.
Happy Reading and Enjoy~Kini sebaliknya, resepsionis itu yang memandang Luna dengan sinis, "Atau bisa Anda telepon Tuan Allard agar kami percaya bahwa Anda benar-benar kekasihnya."Luna menatapnya dengan jengkel, ia mengeluarkan ponselnya lalu mengetik nomor Derald sahabatnya sebelum berbicara dengan nada kesal kepada orang diseberang telepon."Aku tertahan di meja resepsionis, cepat telpon sekretarismu dan suruh dia kesini untuk menjemputku." Luna menoleh ke arah resepsionis yang memasang wajah datar. "Jangan lupa untuk memotong gajinya karena dia tidak sopan padaku!" sambungnya dingin.Perkataan Luna memberi sedikit perubahan pada wajah resepsionis bernama Casandra itu, ia mulai berdiri dengan gelisah.
Happy reading and enjoy~Matanya menatap tangga yang menjulang di atasnya, apa ia harus menaiki tangga ini demi bisa keluar dari sini? Atau menahan lapar hingga jam waktu makan siang berakhir dan wanita yang bekerja sebagai resepsionis ini kembali bekerja?Ah sebaiknya ia memang harus pergi dari sini, melewati puluhan anak tangga agar bisa mengisi perutnya yang keroncongan. Masih menjinjing heels nya Luna berjalan menaiki anak tangga, menatap sedikit putus asa pada tangga yang menjulang."Semangat!" ucapnya pada diri sendiri. Kata-kata yang tidak berguna karena ternyata sudah lebih dari dua puluh menit tangga ini terlihat seperti tangga keabadian yang tidak putus-putus.Setiap perbelokan pada tangga ada pintu besi yang sama seperti yang berada di bawah ketika Luna memas
Happy Reading and Enjoy~Lelaki bermanik abu gelap itu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, membersihkan tangannya sebelum semenit yang lalu menendang tubuh seorang lelaki yang sudah tidak berdaya itu. Dibersihkan tangannya seolah-olah jijik dengan sesuatu yang baru saja disentuhnya."Urus penyusup itu," perintahnya pada seseorang yang sejak tadi selalu berada di belakang pria bermanik abu ini.Ia berbalik menatap Luna yang terduduk di lantai dengan wajah pucat. "Hei wanita, ikut denganku!" katanya sembari kaki panjangnya melangkah menaiki tangga darurat.Luna mendongak dan tatapan matanya yang berair berhadapan pada pria yang sepertinya adalah asisten dari lelaki bermanik abu itu. Asisten itu tersenyum kaku.
Happy Reading and Enjoy~Pria di hadapannya menjulurkan tangan hingga menyentuh titik sensitif Luna dari luar dress, menekankan tangannya di sana dengan sikap yang luar biasa kurang ajar. Luna bergetar, ketakutannya memancar jelas, hingga pria itu mengerutkan dahi dengan sikap menyelidik."Kau hanya tikus kecil yang mencoba menjadi bangsawan, eh? Jika kau benar-benar kekasih Allard kau tidak mungkin gemetar seperti ini hanya karena sebuah sentuhan." Pria itu berbisik di telinganya. "Sebab Allard menyukai kekerasan dan seharusnya kau sudah terbiasa, bukan?" Di akhir perkataannya pria itu menggigit kecil daun telinga Luna.Hidupnya kacau! Kacau! cepatlah ia keluar d
Happy Reading and Enjoy~Ruangan itu seketika hening, dahi John berkerut lalu tatapannya beralih pada Joan yang duduk dengan wajah pucat."Kau menyuruh anakmu berbohong, Joan?"Joan tergagap. "Dia hanya bermain-main, tuan. Mohon jangan terlalu di pikirkan.""Aku tidak berbohong. Daddy aku sudah bertunangan dengan Allard hari ini. Dan dalam waktu dekat aku memintanya untuk menikahiku.""Kalau begitu, mana cincin tunangannya? Menjadi kekasih Allard pasti mendapat cincin mewah, yang di ranc
Happy Reading and Enjoy~"Nikahi aku!"Allard membalikkan kursinya, menatap tertarik ke arah seorang gadis yang berdiri di hadapannya. Mata gadis itu memancarkan kesungguhan, yang membuat Allard menyunggingkan senyuman tipis.Mengangkat alisnya dengan gaya sombong, Allard berujar, "Layani aku satu malam, jika pelayananmu memuaskan aku akan mempertimbangkan untuk menikahimu."Gadis itu tersentak, tubuhnya menegang. Matanya yang berair menatap Allard dengan pandangan gelisah. Dengan gugup ia menggigit bibir bawahnya kecil untuk menyalurkan rasa dingin yang menjala
Happy Reading and Enjoy~Mengangkat alisnya sebelah, Allard bertanya heran. "Apa yang kau setujui?""Menjadi bonekamu," jawab Luna mantap.Allard mengerjap. Apa gadis ini tau yang di maksud dengan kata 'boneka' di sini? Itu bukan tentang menjadi diam dan penurut saja."Oke baiklah, kau yang sudah memilih. Sekarang ikut aku."Allard berjalan ke satu pintu yang berada di pojok ruangan. Ternyata itu adalah kamar yang bernuansa hitam. Gelap dan dingin. Jantung Luna berdetak dua
Happy Reading and Enjoy~Luna menggeleng pelan. Takut, ia tidak ingin tinggal dengan Allard. Tapi bagaimanapun, akhir hidupnya akan bersama Allard, mungkin sampai napas terakhirnya.Allard menodongkan kembali benda tajam itu ke pipinya. "Aku akan memberikan beberapa syarat yang harus kau patuhi, jika kau melanggar maka ada hukuman khusus. Jadilah gadis yang baik." Allard mengecup pipinya singkat.Seketika ruangan itu berubah menjadi terang, Luna memejamkan matanya. Cahaya lampu membuatnya belum terbiasa, lalu matanya membuka secara perlahan. Menatap Allard yang saat ini berbaring di sebelahnya sembari memainkan ponsel.