Pagi ini Dominic benar-benar tidak melupakan perkataannya. Dia membuat Anna membayar atas semua sikapnya malam tadi. Dominic tidak senang ketika Anna memanggilnya dengan sebutan Sir. Usianya tidak berbeda jauh dengan Austin dan juga Harry. Lantas mengapa dia merasa terlihat lebih tua dengan panggilan itu? “Setelah membuat sarapan, kau bersihkan kabin ini!” titah Dominic. Pria itu sama sekali tidak menatap dan duduk membelakangi Anna. Matanya hanya fokus pada tablet yang melampirkan laporan dari Adam. Sikapnya juga lebih dingin dari biasanya. “Tapi, itu bukan pekerjaanku,” tolak Anna. Dari awal pekerjaannya hanya memasak dan belanja saja. “Itu hukumanmu! Jangan membantahku lagi, atau aku akan menambah hukumanmu menjadi dua kali lipat." Anna menghentakkan kakinya dengan kesal. Rasanya dia ingin mencabik-cabik wajah Dominic sekarang juga. “Kau memakiku?” Dominic berbalik dengan tatapan datar. “Tidak!” “Aku bisa merasakannya. Setelah membersihkan kabin, kau temani aku belanja unt
"Hei, kau kenapa?" Dominic membalikkan tubuh Anna, dan menyentuh pundak gadis itu ketika mereka sudah berada di luar supermarket. Wajah Anna benar-benar kelihatan pucat, dengan tatapan matanya yang terlihat kosong. "Anna!" panggil Dominic dengan cukup kuat. Dia mengguncang bahu gadis itu hingga tersadar. "Lepas." Anna menurunkan tangan Dominic, kemudian berjalan tanpa arah meninggalkan pria itu begitu saja. Gadis itu berjalan dengan langkah terseok-seok. Kakinya benar-benar tidak berdaya, tetapi dia tidak bisa berdiam diri saja di depan Dominic. Anna tidak mau Dominic mengasihaninya nanti. Sementara itu, Dominic terlihat tidak mengerti sama sekali dengan sikap Anna. Sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan gadis itu? "Anna!" teriak Dominic. Dia berlari menyusul Anna. Sepertinya gadis itu tidak baik-baik saja. Anna menekan dadanya yang terasa sakit. Napasnya terasa sesak hingga dia kesulitan bernapas. Gadis itu terus berjalan menjauhi Dominic. Dia tidak ingin Dominic melihatnya
Dominic benar-benar terkejut ketika melihat kondisi Anna. Gadis itu berbaring meringkuk di lantai toilet, dengan wajah pucat seperti tidak dialiri darah lagi. "Anna, kau kenapa?" tanya Dominic. Dia berjongkok dan menepuk pipi Anna yang sudah terasa dingin. Dominic terlihat panik. Pria itu segera memeriksa tubuh Anna, dan betapa terkejutnya dia ketika mendapati luka goresan di sepanjang tangan gadis itu. "Oh, shit! Kau mau coba bunuh diri?" Mata Dominic jelas memancarkan kekhawatiran, meski mulutnya terus saja mengumpat. Dia segera merogoh ponsel di dalam sakunya, dan menghubungi ambulans. Tidak butuh waktu lama, ambulans datang dan langsung membawa Anna ke rumah sakit. Dominic menginjak pedal gas mobilnya dengan kencang. Dia berusaha mengejar ambulans yang membawa Anna di depan sana. Berbagai macam jenis pertanyaan muncul di dalam benaknya. Kenapa Anna melakukan ini? Sosok Anna yang ceria, dan cerewet membuat Dominic sama sekali tidak mengerti, mengapa gadis itu bisa melakukan
"Aku ingin pulang!" Anna berusaha turun dari ranjang. Dia tidak sanggup melihat kemarahan yang terpancar jelas di wajah Dominic. "Kau tidak boleh pergi!" Dominic menyentuh bahu Anna, dan menyuruhnya untuk kembali duduk. "Dokter belum memperbolehkannya.""Aku baik-baik saja, Dom." Anna tersenyum tipis. Dia mencoba membuat Dominic lupa dengan pembahasan tadi. Anna tidak terlalu menyukainya. Dia tidak suka jika Dominic mengorek semua tentang kehidupannya yang menyedihkan. Anna tidak mau dikasihi dengan cara seperti itu. "Kau belum menjawab pertanyaanku tadi.""Aku tidak ingin melakukan apa pun," jawab Anna pada akhirnya. Suaranya terdengar lirih. "Jadi, kau ingin hidup seperti ini--""Aku baik-baik saja." Anna mendongakkan kepalanya, dan tersenyum lembut kepada Dominic. Tangannya menyentuh lengan pria itu. Dia berusaha menenangkan amarah Dominic yang sedang menggebu. Dan, sebenarnya Anna tidak tahu mengapa Dominic bisa semarah itu. Apa mungkin karena Anna hampir mati tadi? Ya, jela
Pagi ini cuaca sedikit cerah setelah hampir semalaman Vermont di landa hujan salju. Salju-salju di sepanjang jalanan juga sudah tebal. Anna bangun dengan tubuh terasa lebih segar. Malam tadi dia bisa tidur dengan nyenyak, mungkin saja karena pengaruh obat yang diberikan oleh dokter. Gadis itu bangun dengan perasaan senang, dan segera bergegas ke kabin Dominic. Anna harus melupakan kejadian kemarin. Dia sudah bersusah payah menjalani hidup dengan baik sampai sejauh ini, maka Anna tidak akan membiarkan kehadiran Frank mengubah semuanya. Ceklek!Anna membuka pintu kabin Dominic dan segera masuk. Udara dingin di luar hampir membuatnya membeku, dan dia merasa hangat ketika sudah masuk ke dalam kabin. "Dom!" panggil Anna. Suasana kabin sangat sepi. Hanya ada api menyala di perapian dengan tumpukan kayu yang masih terlihat baru. Anna berjalan menuju dapur dan berusaha mencari keberadaan Dominic, tetapi sepertinya Dominic tidak ada di kabin. Sebenarnya pria itu pergi ke mana? Saat An
"Kalian di sini?" Dominic menghembuskan napasnya dengan gusar ketika melihat Anna sedang berdiri di depannya, dengan senyum lebar. Sepertinya gadis itu masih belum mau menyerah tentang permainan ski yang selalu dia bicarakan. "Anna, kau ada di sini? Ada apa?" cecar Austin ketika melihat Anna. Sebelumnya, Anna tidak mengabari jika akan kemari. "Dom, kau belum bilang pada mereka?"Harry dan Austin kompak menaikkan alis mereka dengan heran. Apa yang belum Dominic beritahu kepada mereka? "Kau saja yang beritahu, 'kan kau juga sudah ada di sini." Dominic segera pergi meninggalkan Anna bersama dengan kedua temannya. Mendadak dia merasa malas. "Apa? Apa yang kalian bicarakan?""Iya, kalian merencanakan sesuatu?" Harry ikut bertanya. Anna menatap kepergian Dominic dengan sedikit dongkol. Mood pria itu benar-benar tidak bisa diprediksi. Kadang menyenangkan, dan kadang menyebalkan seperti sekarang. "Anna!" panggil Austin ketika melihat gadis itu diam saja. "Cepat katakan, ada apa?""Ah,
"Kau yakin akan bermain ski lagi?" Austin bertanya-tanya dengan wajah heran, setelah mendengar dengan telinganya sendiri bahwa Dominic akan ikut dengan mereka. Dominic mengangguk tanpa keraguan sama sekali. "Sepertinya tubuhku butuh olahraga berat."Anna terlihat girang. Setelah itu, mereka berempat segera pergi dari sana dan mengunjungi arena permainan ski di ujung pegunungan. Di sini lah mereka berada, di salah satu punggung pegunungan yang memiliki lembah tidak terlalu curam. Saat mereka melihat ke bawah hanya tampak hitam pinus dan cemara, selain itu kabin-kabin Sky Crystal juga terlihat cukup jelas dari atas sini. Mereka berempat setuju untuk memilih lereng gunung yang tidak terlalu terjal, dan cukup kosong dari para pengunjung lain. Mengingat jika ini adalah kali pertama Dominic kembali bermain ski setelah bertahun-tahun. "Jadi apa peraturan dalam permainan kita?" tanya Dominic dengan semangat. Matanya berbinar menggambarkan gairah yang menggebu-gebu. Akhirnya setelah be
Anna menatap langit di atasnya yang mulai menggelap, mungkin karena pepohonan di sekitar mereka yang cukup lebat, atau bisa jadi karena langit yang kembali mendung. Harry dan Austin belum kembali. Begitu pula dengan Dominic yang belum sadarkan diri. Anna berusaha untuk tidak terlihat panik. Namun, tetap saja dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri yang hampir menangis karena rasa bersalah. "Pastikan Dominic tetap hangat!" perkataan Harry kembali terngiang, dan membuat Anna bergegas duduk di samping Dominic. Anna menyentuh pipi Dominic yang sudah sangat dingin. Suhu udara di Vermont sudah turun drastis, disertai dengan hujan salju yang kembali turun. "Dom, kau benar-benar membuatku takut," bisik Anna dengan bibir bergetar. Jauh di lubuk hatinya, dia takut Dominic akan mengalami masalah serius. Dia takut Dominic tidak akan membuka matanya lagi. Akan tetapi, Anna cepat-cepat mengenyahkan pikiran buruknya itu. Dia harus bisa tegar untuk bisa membantu Dominic. Untuk itu, Anna harus