Beranda / Fantasi / 30 Hari Bertukar Badan / BAB 1 - Dunia Tamara

Share

30 Hari Bertukar Badan
30 Hari Bertukar Badan
Penulis: Rahmani Rima

BAB 1 - Dunia Tamara

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-02 08:01:18

Dor-Dor-Dor

“Tamara! Kamu ngapain aja sih di dalem? Ini jam berapa? Kamu belum bikin sarapan buat aku!”

Tamara yang baru meratakan busa sabun di tangannya mendengus kesal. Ia yang masih dalam bathub mengangkat kepalanya, “Bentar, mas! Aku hampir beres!”

“Hape kamu dari tadi bunyi tuh! Berisik!”

Tamara menggerutu pelan. Ia terpaksa bangkit dari bathub dan menyelesaikan mandinya cepat-cepat. Tak ada waktu mengerok bulu-bulu halus yang sudah mulai tumbuh di betis kakinya. Takkan ada waktu. Pagi ini seperti hari senin pada umumnya, pasti akan sangat membuatnya kewalahan.

Begitu membuka pintu kamar mandi, Tamara melirik Reno, suaminya yang baru selesai memakai dasi.

“Hidup gak cuma tentang badan kamu, Ra. Kamu harus urus suami, anak dan mertua kamu.”

“Iya, mas, maaf.”

Reno membuang nafas kesal sambil berjalan keluar kamar. Ia meninggalkan Tamara untuk memanaskan mobilnya. Tamara yang melihat punggung Reno baru saja pergi menutup matanya sedih. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di nakas. Ada banyak panggilan telpon dari rekan kerjanya di Bank.

“Pagi-pagi udah bikin otak gue ngebul. Tunggu dulu ya, gue harus ngambil foto untuk story I*******m hari ini.”

Tamara melakukan mirror selfie mengenakan bathrobe putih berlapis warna gold. Ia tersenyum memamerkan giginya yang rapi dan putih bersih, juga membiarkan rambut basahnya yang berwarna coklat tua.

“Gue posting, tulisannya...” Tamara memutar kedua bola matanya ke atas, “Ah, Monday morn aja. Cukup.” Ia kembali fokus pada layar ponselnya, “Oke, beres.”

Dengan senyum mengembang Tamara berhasil memposting satu story sebagai pembuka hari ini. Meski otaknya sangat ngebul, tapi kehidupan sempurnanya yang ia bangun di sosial media tidak boleh terlewat.

Sebelum mendengar sindirian pedas Reno lagi, Tamara dengan cepat mengambil kemeja berwarna nude dengan blazer hitam, juga rok bahan selutut berwarna senada. Ia mengenakannya segera sebelum hari tenangnya akan berubah kacau setelah turun ke lantai satu.

“Tamara! Mana minuman pagi mama?”

Tamara menggeleng dan meraung kecil. Belum lima menit, suara mama mertuanya yang menagih minuman paginya segera terhidang membuatnya harus berjalan cepat sambil mengangkat telpon yang berdering panjang.

“Halo, iya-iya gue kirim segera ya filenya. Oke. Target kita harus naik minggu ini. Gue bakal bikin strategi baru, lo tenang aja.”

Mama melipat kedua tangannya menghadang Tamara yang baru menuruni anak tangga. Dengan hembusan nafas kecil, Tamara meminta mamanya untuk menunggu tanpa suara.

“Gue tutup dulu telponnya ya. Biasa, ibu rumah tangga mau siapin sarapan dulu. Oke, see you in office.” Tamara berjalan cepat melewati mama, dengan wajah menahan kesal ia tersenyum pada mama, “Aku buatin sekarang ya, ma.”

Mama berjalan ke arah taman samping rumah, “Kamu tuh kenapa gak berhenti aja sih kerja di bank? Kamu tuh cantik, Ra, kamu jadi model aja biar gak terlalu sibuk.”

Sambil memotong buah lemon di meja ailen, Tamara melirik mama, “Jadi model sama sibuknya dengan kerja di bank, ma. Aku... bisa atur waktu kok.”

“Terserah kamu.” mama menghilang dibalik pintu.

Baru saja Tamara akan menyiapkan Chia Seed, ponselnya kembali berdering. Ada telpon dari Direktur Bank. Dengan cepat ia mencuci tangan dan mengangkat telpon, “Halo, selamat pagi, pak. Oh baik-baik, saya kirimkan filenya sekarang, pak. Baik, mohon ditunggu.”

Tanpa ingat harus menyiapkan minuman untuk mama, Tamara berlari menaiki tangga untuk mengirimkan file yang diminta pak Dirut. Ia yang baru mendapat jabatan beberapa hari ini menjadi Manager di Departemen Keuangan harus bisa bekerja cepat dan memprioritaskan pekerjaannya.

“Tamara, mana kopi aku?” teriak Reno dari arah dapur, ia baru saja kembali dari garasi.

Tamara menepuk jidatnya. Ia sedang mengotak-atik laptopnya di kamar karena tidak mendapati file yang diinginkan pak Dirut, “Iya, mas, bentar.” teriaknya balik. “Duh, kayaknya filenya ada di komputer kantor deh. Gue harus cepet-cepet kesana berarti.”

Ia menutup laptop dan berlari ke arah dapur dengan ponsel ditangan untuk memberi kabar bahwa file yang ia janjikan untuk di kirim ternyata tidak ada di laptopnya pada asisten pak Dirut.

“Kamu lelet banget sih. Ngapain aja dari tadi?”

“Iya, mas, maaf.” sambil terus memainkan ponsel, Tamara berjalan ke arah dapur untuk membuatkan kopi, kakinya yang bertelanjang tak sengaja menginjak boneka barbie milik anaknya. “Aw!”

Reno yang baru saja duduk di meja makan melirik Tamara kesal, “Kenapa lagi?”

“Aku nginjek boneka barbie, mas.”

Reno menggeleng tak peduli. Dengan wajah menahan marah ia membaca koran dan mengacuhkan Tamara yang merengut kesakitan.

“Ra, cepet, jam berapa ini?” Reno sengaja melipat koran dengan kencang, membuat mama yang baru kembali melirik Reno dan Tamara silih berganti.

“Kopi kamu belum jadi? Hm, minuman mama aja yang diminta dari tadi gak dateng-dateng.”

Tamara menutup mata menahan sakit. Ia bangkit dan berjalan pelan menuju coffee maker. Ia memasukan kapsul Excelco dan menekan tombol maker. Selagi menunggu kopi siap, ia menyiapkan minuman mama.

“Jangan cemberut terus. Menantu lain setiap pagi sibuk masak buat suami dan mertua dan nyiapin keperluan sekolah anaknya. Segini kamu masih mending, Ra.” sindir mama dengan penuh penakanan. “Kan mama udah bilang, berhenti kerja aja kalo kamu gak bisa ngatur dua hal, kantor dan keluarga kamu.”

Tamara melirik Reno yang seolah tak peduli dengan perang kecil yang selalu terjadi setiap harinya, “Mas.”

Reno melirik mama, “Ma, udah lah, masih pagi. Biarin aja Tamara kerja. Kalo dia dirumah, dia keenakan karena gak ngerjain apa-apa.”

Mama langsung diam begitu mendapat ultimatum dari anaknya.

Reno melirik Tamara, “Kamu gak perlu ikut promosi naik jabatan apapun lagi. Kamu tuh kerja ngejar apa sih? Uang dari aku kurang?”

Tamara membawa dua gelas berisi kopi Ekspresso dan Lemon campur Chia Seed milik mama ke meja makan, “Aktualisasi diri, mas. Aku janji akan kurangin kerjaan aku dan lebih banyak waktu dirumah. Aku berangkat sekarang, ada file yang harus aku kirim ke Dirut segera.” Ia mengulurkan tangannya pada Reno dan mama untuk salim, “Aku berangkat.”

Reno dan mama tak mengatakan apa-apa. Mereka menyesap minuman masing-masing membiarkan Tamara kembali menaiki tangga untuk siap-siap.

Di depan cermin Tamara menatap dirinya yang cantik meski belum memakai makeup sama sekali. Wajah blasterannya begitu kentara karena bintik kecoklatan di pipinya tampak nyata. Dengan lemas ia memakai Fondation dan menaburkan bedak tipis-tipis di pipinya. Tak lupa polesan lipstik berwarna peach dan maskara yang menempel sempurna di bulu mata lentik tebalnya.

Tamara membuang nafas perlahan, “Sabar, Ra. Hidup lo harus tetep terlihat sempurna sama orang-orang. Hari ini, Tamara Gasani siap mengendalikan dunia.”

Sebelum pergi ia menyisir rambut panjangnya sebelum dikuncir kuda untuk membuat penampilannya tampak memukau.

Ting!

Ada notifikasi dari grup angkatan kuliahnya. Sambil berjalan keluar kamar Tamara membukanya, “List temen-temen angkatan kita yang belum nikah. Bayu, Andre, Kirana.” Tamara berhenti melangkah, “Kirana? Dia belum nikah? Kasian.”

Untuk menghindari bertemu Reno dan mama mertuanya, Tamara sengaja berjalan melewati tangga lain dirumahnya yang terhubung langsung ke ruang samping garasi. Ia berjalan cepat untuk mengejar waktu.

Saat memasuki mobilnya, Tamara langsung menstater mobilnya tanpa memanaskannya dulu. Ia begitu buru-buru sehingga melupakan itu.

Di tengah jalan, mesin mobilnya mati tiba-tiba.

“Eh, ini kenapa? Ah, sial! Pasti karena gak gue panasin dulu.”

Tamara berusaha menstater ulang mobilnya beberapa kali. Ia tak sengaja melihat kaca spion dalam mobil dan melihat ada satu mobil yang berada tepat dibelakangnya.

“Aduh, gue ngalangin jalan orang lagi.”

Dor-Dor-Dor

Ketika jendela mobilnya di gedor orang dengan kencang, ponselnya berdering kencang. Tamara tentu saja mengangkat telponnya dulu baru membuka pintu mobil. Ia keluar dari mobil dan berdiri berhadapan dengan perempuan berpenampilan seratus delapan puluh derajat berbeda dengan dirinya. Begitu matanya melihat sosok itu, matanya membulat kaget.

“Ki- elo! Elo Kirana ‘kan?”

Perempuan yang siap memaki Tamara karena mobilnya berhenti tiba-tiba dan menabrak kap mobil depannya itu melongo dan tak mengatakan apapun.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 22 - Menggali Informasi

    Tamara mengatur nafasnya yang terasa sesak. Ia berusaha tenang dan tak mencurigakan dihadapan Reno, “Oh iya, aku lupa, mas.”“Gak papa, waktu itu kamu lagi... berantakan banget. Karena omongan tante Ira ‘kan?"Tamara mendongak. Tante Ira itu siapa sih? Kenapa banyak orang yang membicarakannya? Ia menjadi sangat penasaran dengan sosok itu.Tamara mengangguk, “Iya, mas.”“Udah, jangan terlalu di ambil hati. Tante Ira gak tahu apa yang terjadi sama kamu.”Tamara membetulkan posisi duduknya, “Mas, aku boleh tanya sesuatu?”“Boleh, kenapa, Ki?”“Eum... menurut kamu perubahan penampilan aku gimana?”Reno diam. Ia hanya menatap manik Tamara datar.“Mas?”“Eum... perubahan kamu?”Tamara mengangguk. Ia begitu menunggu jawaban itu.“Aku agak kaget sih, tapi... ya kalo itu bisa bikin kamu nyaman dan merasa lebih percaya diri aku dukung. Lagian ‘kan kamu berniat mengubah penampilan dari dulu. Jadi aku gak terlalu terkejut. Kemaren waktu liat kamu tiba-tiba full makeup kayak Tamara, ak

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 21 - Bertemu Reno

    Setelah mencari cara untuk tidak ikut liburan ke Bandung bersama ayah dan ibu yang sekalian akan bertemu sanak keluarga yang lain, Tamara memiliki waktu yang lebih leluasa untuk keluar rumah.Menjadi Kirana membuatnya seperti terkurung dalam kasih sayang yang berlebih. Bukan ia tidak suka, terkadang ia hanya jengah dan tak terbiasa. Aturan Reno dan mama saja dirumah sering ia abaikan, kenapa ia harus mengikuti semua aturan ayah dan ibu yang memintanya tidak sering keluar rumah?“Gue harus cari tahu sendiri apa yang sebenernya terjadi antara Kirana sama mas Reno. Kirana gak mungkin ngaku. Dia pasti gak akan pernah jawab pertanyaan gue. Harapan gue cuma sama mas Reno.” monolognya sambil menyetir dengan kecepatan tinggi menuju kantor advertising milik Reno.Tidak butuh waktu lama, karena jalanan tidak seramai biasanya, mobil Tamara cepat sampai di kantor Reno. Ia memarkirkan mobilnya dan berjalan kesal karena menahan amarah yang teramat pada Kirana.Begitu berada di lobbi, Tamara yan

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 20 - Menahan Diri

    Tamara tak berselera makan. Sepulangnya dari rumah bertemu Kirana dan mendapati ia sudah melakukan hal itu dengan Reno membuatnya enggan melakukan apapun termasuk makan bersama ibu dan ayah. Ia terus duduk termenung di dalam kamar.Ibu dan ayah yang mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit merasa keheranan. Tadi pagi anak semata wayangnya begitu bersemangat memberikan oleh-oleh untuk teman barunya, Tamara, kenapa kini jadi seperti ini?“Ayah gak salah denger, bu? Kirana temenan sama orang yang bully dia waktu kuliah?” ayah melotot kaget ketika ngobrol berdua dengan ibu setelah mengintip Tamara yang sedang sedih.Ibu mengangguk, “Yah, sekarang orangnya udah berubah. Dia udah tahu kesalahannya dan menyesal. Emang apa salahnya mereka jadi temen?”“Bu, kita sama-sama tahu sifat Kirana bagaimana. Kalau ternyata Kirana hanya dimanfaatkan sama yang namanya Tamara-Tamara itu gimana?”“Ayah jangan berprasangka buruk sama Tamara. Anakny

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 19 - Enggan Kembali

    Pov KiranaSepulangnya mengantar Tamara pulang dan berbincang dengan ibu sebentar membuat Kirana memiliki energi lebih sore ini. Ia terus tersenyum bahagia karena kini ia punya cara untuk terus bertemu ibu.Reno yang baru bangun tidur melirik istrinya tanpa henti, “Sayang?"“Hm?"“Kamu kenapa senyum-senyum?”“Gak papa.”Reno bangkit dari posisi tidurannya, ia duduk disebalah Kirana, “Aku mau.”“Hm? Mau apa, mas?”Reno menggenggam tangan Kirana, “Andin ‘kan udah gede, udah saatnya kita kasih adek buat dia.”Kirana melotot, “Mas, jangan dulu.”“Kenapa?”“Eum... aku lagi banyak kerjaan. Aku harus beresin kerjaan aku.”“Sayang, ini ‘kan sabtu. Besok aja kelarinnya, oke?”Kirana tak punya alasan lagi. Ia diam saja saat Reno menciumi pipi dan lehernya. Ia tidak bisa menolak gejolak ini, apalagi ia sering membayangkan ini terjadi sedari dulu.Reno meremas kedua buah mochi Kirana, “Kita pindah ke kamar mandi yuk. Udah lama kita gak main disana.”Kirana tak menjawab, tapi ia ber

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 18 - Syarat Bertukar Kembali 1

    Tamara tak menyerah, ia terus mencari keberadaan nenek-nenek cantik namun aneh itu kemana-mana. Ia bahkan menghampiri dapur, barangkali nenek itu nyasar kesini.“Ada yang bisa kami bantu, mbak?” tanya pramusaji yang melihat Tamara kebingungan.“Eum...”“Mbak kehilangan anak mbak?”Tamara menggeleng, “Mbak, saya cari orang, tapi bukan anak saya. Saya cari... saya bisa lihat rekaman cctv dimana ya?”“Untuk itu mohon maaf, mbak, kami tidak bisa memberikan rekaman cctv sembarangan.”Tamara yang baru buka mulut melihat kedatangan manager kafe yang menghampiri mereka.“Ada apa ini?”Tamara menatap manager kafe yang seumuran dengan Reno itu, “Mas, saya lagi cari orang, dia... keluarga jauh saya, dia udah pikun. Saya takut dia... menghilang.’“Menghilang?”“Eum maksudnya.... dia nenek-nenek, umurnya sekitar tujuh puluh tahun. Neneknya udah agak pikun, jadi... mas ngerti ‘kan? Saya perlu cek c

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 17 - Nenek-Nenek Aneh

    Acara semalam berjalan dengan baik. Meskipun ada pertengakaran kecil antara Tamara dan Kirana karena lagi-lagi mereka membuat kesalahan di depan Erik dan Reno, setidaknya mereka bisa mengatasinya. Tamara sudah mengirimkan detail semua tentang dirinya pada Kirana, begitupun sebaliknya. Mereka terus berlatih sehingga sudah hari ke-empat akhirnya mereka terbiasa menjadi Tamara dan Kirana.Tamara kini tengah bersiap pergi bersama Kirana untuk membicarakan rencana mereka kedepannya.Tok-Tok-Tok“Sayang?”“Iya, bu?”“Itu temen kamu udah jemput.”Tamara mengernyit, “Temen gue ngejemput? Perasaan gue gak ada janji sama siapapun lagi deh."Dengan cepat Tamara membawa tasnya dan keluar dari kamar, “Siapa, bu?”“Namanya Tamara.”“Hah? Eum... oh, Tamara.”Ibu mengangguk, “Eum, sayang, sebelumnya ibu boleh tanya gak?”“Boleh, bu, kenapa?”“Tamara itu.. bukannya orang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status