Anara langsung menghentikan langkah kakinya ketika sudah sampai di dekat Wahyu. Walaupun Anara tahu bahwa kekasih pimpinannya masih berada di dalam ruangan yang sama, namun Anara lebih memilih bersikap abai.April menyadari bahwa kehadirannya tidak dianggap oleh sekretaris pribadi Wahyu. Walau begitu, April bersikap biasa saja dan mencoba memahami perilaku yang dipilih Anara. Mungkin bukan tanpa alasan bahwa wanita itu mengabaikan dirinya.Tetap saja pandangan April masih mengarah kepada Anara. Wanita yang terlihat lebih mempesona dari dirinya itu seperti sengaja tidak mempedulikan April. Namun ada yang aneh, seperti fokus Anara yang ternyata lebih dalam kepada Wahyu.April mencoba untuk tidak terlalu menaruh rasa curiga kepada Anara, karena bagaimanapun wanita itu adalah sekretaris pribadi laki-lakinya. Sebuah kemungkinan yang tidak akan terjadi seperti apapun kondisinya jika Anara akan menjalin hubungan dengan Wahyu di belakang dia.“Pak Wahyu, ini sudah saya siapkan laporan untuk k
Sayangnya, Anara lebih memilih untuk tidak jatuh terlalu dalam karena pujian yang diberikan oleh Wahyu. Meski hatinya teramat senang saat ini, tetapi Anara memendamnya dengan cepat.Kedua matanya tertuju kepada Wahyu yang sekarang sedang memandang ke arahnya. Namun apa boleh buat jika Anara mengambil sikap biasa saja di hadapan sang atasan. Senyum lebar yang sempat kentara akhirnya dia hilangkan.“Aku tidak pernah gagal dalam membawa kepuasan bagimu, Pak,” kata Anara, sedikit membanggakan dirinya.“Ya, memang. Karena itulah tidak heran jika aku mengangkatmu menjadi sekretaris pribadiku,” kata Wahyu, menyetujui ucapan Anara.“Kalau seperti itu, jika kamu sudah setuju denganku kapan akan membuat angket pertanyaan untuk pekerja kita,” kata Anara.“Belum aku tentukan. Mungkin setelah ini sehabis jam makan siang?” tanya Wahyu, menimbang usulan dari Anara.“Aku akan ikut membantumu, Pak. Hubungi saja aku jika kamu membutuhkan aku,” kata Anara, menawarkan bantuan kepada Wahyu.Tanpa berpikir
Anara tidak lagi melanjutkan percakapan singkat dengan Wahyu. Melainkan pandangan matanya tertuju kepada April yang sedang menunggu mereka berdua selesai bicara.“Jadi kamu mengajak perempuanmu datang ke sini, Pak?” tanya Anara.Sepertinya Anara menyadari jika April adalah kekasih Wahyu. Bahkan kehadiran April membuat sedikit rasa cemburu di hati Anara menjadi lebih terasa.Anara kemudian mengalihkan pandangan dari April menuju ke Wahyu. Seolah-olah meminta penjelasan yang lebih lanjut kepada pria yang menjadi atasannya.“Aku memang mengajak kekasihku ke kantor. Berharap dia dapat menemaniku sampai aku selesai bekerja,” kata Wahyu, memberi penjelasan kepada Anara.“Kenapa tidak bilang dulu padaku? Bukankah kita bisa bicarakan ini sebelumnya,” ujar Anara, terlihat tidak terima.“Untuk apa? April adalah pasanganku, perihal aku mengajaknya atau tidak itu terserah aku. Tidak perlu aku berbicara padamu,” kata Wahyu, mengungkapkan ketegasan kepada Anara.“Tapi jika begini, aku jadi tidak en
Sementara itu Anara terlihat berbeda. Penampilan yang selalu elegan dan berkelas menjadikannya terlihat sebagai perempuan yang percaya diri. Wanita dengan pakaian formal mengenakan jas abu-abu itu berjalan mendekati Wahyu, pimpinannya.Sesampainya Anara berada di depan Wahyu, lekas langkah kakinya terhenti. Betapa mata indahnya itu tertuju langsung kepada sang pria yang menjadi pemimpin perusahaan ini. Bibir Anara tidak memperlihatkan senyuman, tetapi kegusaran yang melanda.“Pak Wahyu, saya sudah menunggu kamu untuk datang. Tetapi kenapa baru sampai di kantor jam segini,” kata Anara, memperlihatkan kekesalan yang dia rasakan.“Jam segini apa? Ini baru satu menit sebelum jam kerja dimulai. Kamu jangan memburu-buru aku seperti itu dong,” kata Wahyu, menunjukkan respon sederhana.“Bagaimana tidak saya cemas, Pak? Sedangkan banyak urusan yang harus saya selesaikan dengan kamu. Namun apa yang saya dapatkan, kamu malah baru datang dan terlihat abai,” kata Anara, masih tidak terima jika Wah
Setelah berucap demikian, Wahyu menepikan mobilnya ke area parkir. Di bawah pohon rindang, Wahyu memberhentikan mobil yang tadinya sedang melaju. Sesaat kemudian, Wahyu melepaskan kendali pada kemudi, dan menatap pada April.Tiada terkira jika wajah cantik sang kekasih tidak pudar. Malah di saat diam seperti ini, April terlihat jauh lebih manis dari biasanya. Tentu saja Wahyu terkesima dan membuat hatinya gembira.“Kita sudah tiba di depan kantor. Bukankah kamu yang bertanya tadi?” tanya Wahyu, sedikit menyeringai.April tersenyum, bukan main senyumannya sangat menawan. April tahu jika lelakinya itu sedang menggoda dirinya, tetapi apa boleh buat perempuan itu tidak bisa marah.“Bagaimana ya? Apa kita turun sekarang,” kata April, balik menggoda Wahyu.“Kalau kamu mau turun sekarang, aku akan ikut denganmu,” kata Wahyu, mengalah pada si kekasih.Untuk saat ini April belum memberi jawaban kepada Wahyu. Seakan-akan dia sengaja untuk tidak buru-buru menjawab hanya agar Wahyu merasa penasar
April menjumpai bapak yang sedang duduk santai di kursi seperti biasanya. Sementara pandangan bapak menghadap ke depan menunggu pembeli datang. April memutuskan menghampiri bapak yang sedang menjaga toko kain.“Bapak, aku akan pergi dengan Wahyu ke perusahaan miliknya. Semoga bapak mengizinkan kami berangkat bersama,” kata April.“Ya, pergilah dengan dia. Kekasihmu itu pasti sudah menunggu kamu sedari tadi,” kata Wahyu.“Aku mungkin tidak akan lama pergi dengannya, bapak. Mungkin sekitar jam tiga sore aku akan diantar pulang oleh dia,” kata April, mengucapkan secara jujur apa yang akan terjadi.“Bapak tidak keberatan kamu pergi bersama pasanganmu. Meskipun kalian pulang agak malam, bapak percaya bahwa kekasihmu tidak akan menelantarkan kamu,” kata bapak.“Terima kasih untuk rasa percaya bapak pada kami berdua. Itu tidak akan terhitung jumlahnya, bapak,” kata April, membalas kebaikan bapak.Bapak hanya memasang senyuman tipis di bibir. Wajahnya menjadi lebih berseri dibanding sebelumny
Bapak menunjukkan seraut senyum tipis saat melihat April senang. Kata-kata sederhana yang keluar dari putrinya tersebut seakan membuat hatinya lega pagi ini.“Tentu saja kamu kenyang, Pril. Satu piring nasi goreng lengkap dengan telur sudah kamu habiskan,” kata bapak, mengimbangi percakapan dengan April.“Kalau begitu, bapak. Biarkan aku membersihkan tubuhku setelah ini. Aku harus bersiap-siap sebelum Wahyu datang kemari,” ujar April, membalas ucapan bapak.“Jika itu yang menurutmu terbaik, maka lakukanlah. Bapak hanya bisa mendukung setiap perbuatan yang sudah kamu pikirkan matang-matang,” kata bapak.April menunjukkan sedikit anggukan lemah kepada bapak. Setelahnya, April beranjak meninggalkan ruang makan untuk menuju ke kamar mandi. Pagi ini rasanya seluruh badannya pegal, butuh sedikit air hangat untuk meleraikan penat yang terasa.April sudah masuk ke dalam kamar mandi. Langsung saja dia menyalakan shower dan memilih air hangat untuk mandi pagi ini. Setelah air hangat keluar dari
April tidak bicara sama sekali. Tetapi tatapan matanya tertuju kepada bapak dengan kaku. Tidak ada lagi yang bisa dia katakan di hadapan bapak, selain hanya menutup bibir.“Aku harap Ibu Yanuar tidak memancing keributan dengan bapak. Semoga kedatangannya dapat membawa kabar baik untuk bapak dan hubungan kami,” kata April.Ya, bapak juga berharap seperti itu. Ibu Yanuar tidak pernah dengan sengaja berkunjung ke toko kain ini selain membicarakan hal-hal penting,” kata bapak.April memberi anggukan kecil di hadapan bapak. Setelahnya, perempuan itu mengambil satu cangkir teh hangat untuk dia minum. Rasa hangat dari teh yang dibuat bapak cukup membuat tubuh April menjadi nyaman di malam sedingin ini.“Bagaimana rasa teh yang bapak buat, Pril?” tanya bapak.“Lumayan, bapak. Tidak terlalu manis, dan cukup pas. Apa bapak meraciknya tanpa gula?” tanya April.“Sesendok saja sudah cukup, Nak. Tidak perlu terlalu banyak,” kata bapak, memberi jawaban untuk putrinya.“Pantas saja rasanya tidak mani
Seketika sampai di kamar, April menghadapkan tubuhnya di depan cermin. Cermin besar yang sanggup memantulkan bayang dirinya. April lekas mengambil pakaian tidur, dan kembali menatap pada permukaan cermin.Perempuan itu menyadari betapa lelahnya wajah dia saat ini. Mata yang keduanya mulai berkantung, membuat April tersadar bahwa tidur adalah pilihan terbaik.Tetapi sayang, meskipun wajahnya sudah kusut, April belum ingin memejamkan mata. Masih ada banyak hal yang terlintas dalam pikiran dia.April masih tidak yakin jika begitu pagi datang Wahyu akan menjemputnya. Apalagi untuk menginjakkan kakinya di lantai perusahaan jahit milik keluarga Anarta.Bukan tidak sudi, tetapi lebih kepada sadar diri. Wanita seperti dirinya hanya bisa berada di posisi sebatas anak dari pemilik toko kain. Syukur-syukur kalau menjadi rekan bisnis dari Jahitan Anarta.April menghela cukup dalam. Rasanya dada begitu sesak untuk hanya memikirkan hal sepele seperti ini. Sekali lagi pandangan matanya tertuju ke ce