Wahyu berjalan memasuki ruangannya. Ruang pimpinan utama itu menjadi ruang kerjanya mulai hari ini hingga beberapa saat ke depan. Wahyu membuka pintu ruang kerjanya, dan mendapati Yanuar sedang duduk di kursi kerjanya.
“Sudah selesai urusan kamu? Bagaimana pertemuannya dengan pemilik toko kain?” tanya Yanuar mencecar anak sulungnya dengan pertanyaan.
Dengan helaan panjang, Wahyu mencoba untuk bersabar menghadapi Yanuar. Mamanya itu memang tipikal orang yang selalu ingin meminta kejelasan lebih lanjut, meskipun dengan hal-hal yang sepele.
Mata hitam Wahyu tertuju kepada Yanuar yang sedang menatap kepadanya. Sepertinya Yanuar sedang menunggu penjelasan darinya.
“Tidak ada kendala yang cukup berarti. Pemilik toko kain itu mengatakan jika Kerjasama yang terjalin antara perusahaan kita dengan tokonya akan tetap terus berlanjut selama beberapa bulan ke depan. Kontrak akan diperbarui oleh tokonya,” jelas Wahyu kepada Yanuar.
“Ah, ya. Baguslah jika begitu. Setelah ini, kamu harus memeriksa beberapa perjanjian kontrak dengan perusahaan lain yang ada kaitannya dengan perusahaan kita. Beberapa ada yang meminta persetujuan dan perizinan kepada pimpinan utama,” kata Yanuar.
“Okay, Mam. Nanti aku akan melihat beberapa pengantar dan membuat surat resmi untuk mereka. Sekarang Wahyu mau pergi dulu sebentar, mencari angin,” ucap Wahyu.
“Ya, tidak masalah. Mama mau pulang dulu. Ada banyak kerjaan di rumah yang belum mama selesaikan,” kata Yanuar.
Yanuar dapat melihat anggukan dari anak sulungnya. Setelah itu, dia menunjukkan sedikit senyum culas di bibirnya yang indah. Yanuar segera berjalan menuju pintu, tetapi setelah berada di dekat pintu, Yanuar berbalik.
“Sekretaris pribadimu tidak ganti, ya. Manfaatkan saja fasilitas yang ada dengan baik. Mama yakin kamu pasti lebih bijaksana dalam mengelola perusahaan. Secara kamu lebih muda dan masih penuh potensi dibanding papa,” ucap Yanuar.
Wahyu hanya mengangguk. Yanuar lekas pergi meninggalkan ruang pimpinan utama yang telah menjadi ruang kerja putra tertuanya saat ini. Sepeninggal Yanuar, Wahyu mengambil satu map bersampul kuning dan mulai membaca perjanjian-perjanjian yang tertera di sana.
Di dalam map itu tertulis semua rekam jejak perusahaan milik keluarganya. Berapa penghasilan dan keuntungan yang berhasil dicapai, serta pengeluaran yang terjadi beberapa bulan ini. Wahyu mencoba untuk mengamatinya sebentar.
Beberapa saat kemudian, dia menutup map kuning dan meletakkannya kembali di atas meja. Dirinya yang merasa jenuh, Wahyu pun memutuskan untuk keluar sebentar meninggalkan ruang kerjanya.
Dia hendak mencari udara segar. Namun mobil dengan warna hitam matte miliknya malah terparkir di sebuah kedai makan kecil yang letaknya tidak jauh dari toko kain. Jalan Kura Nomor 39 itu memang dipenuhi oleh tempat-tempat yang menjual berbagai makanan dan minuman.
Wahyu lekas turun dari mobilnya. Dia melangkahkan kaki dengan tegap menuju ke dalam kedai makanan. Ketika berada di pintu masuk yang berdesakan dengan pengunjung lain, Wahyu harus mengalah.
Dia harus menunggu gilirannya untuk bisa masuk. Tidak mungkin dirinya menyerobot begitu saja melalui desakan orang-orang yang hendak masuk ke dalam kedai. Wahyu berdiri dan mencoba untuk mengamati celah agar dia bisa masuk.
Namun dia terkejut ketika mendapati seorang gadis dengan pakaian berwarna merah fanta. Wahyu bukannya tidak mengenali gadis itu, tetapi dia enggan untuk menyapanya terlebih dahulu. Hingga akhirnya sang gadis dengan rambut digulung ke atas itu menoleh ke kiri.
Pandangan mereka bertemu. Di situlah mereka merasakan getaran di hati. Pada mulanya, Wahyu menunjukkan wajah dinginnya. Namun setelah si gadis tersenyum, kebekuan di hati Wahyu mulai mencair.
“Kamu yang tadi mengunjungi toko kain milik Bapak, kan? Perkenalkan aku April, anak dari pemilik toko kain. Baru kali ini aku menemukan sosok laki-laki kaya yang mau mampir ke kedai kecil seperti ini,” ujar April membuka percakapan dengan Wahyu.
Wahyu tertawa. Dia sama sekali tidak merasa tersinggung dengan ucapan April. Tatapan matanya kini mengarah kepada sosok April yang ada di depannya. Gadis dengan bentuk wajah bulat telur itu memiliki paras yang manis.
“Aku Wahyu. Memangnya ada yang salah jika aku mengunjungi tempat makan seperti ini?” tanya Wahyu di sela-sela senyumnya.
“Tidak ada. Aku hanya baru pertama kali melihatnya. Namun terima kasih masih menjadi pelanggan setia di toko kain kami,” kata April.
“Ah, itu. Tidak perlu mengucap terima kasih. Tapi kamu di sini ingin pesan makanan untuk siapa? Untuk dirimu kah?” tanya Wahyu.
“Jam makan siang begini, Bapak biasanya ingin dibelikan makanan enak. Beliau sudah lapar katanya, ingin mengisi perut. Aku pun begitu,” ujar April dengan suara yang terdengar lembut di telinga.
Wahyu menyadari jika pintu masuk sudah mulai sepi dari kerumunan orang-orang. Dia mengalihkan pandangannya dan mengajak April untuk masuk ke dalam kedai.
Di dalam, Wahyu berdiri di belakang April untuk mengantre pesan makanan. April menoleh ke belakang, dan tersenyum kepada sosok laki-laki yang berdiri tepat di belakangnya.
“Kamu mau mengantre di depanku? Tidak masalah jika kamu dulu. Barangkali kamu buru-buru,” kata April masih dengan suaranya yang halus.
Wahyu menggeleng. Dia tidak bermaksud menolak perkataan April, tetapi bagi dirinya, perempuan adalah makhluk yang harus didahulukan. Wahyu tersenyum dan menatap kepada April.
“Kamu dulu saja. Aku masih ada banyak waktu hari ini, tidak perlu khawatir,” balas Wahyu.
April tersenyum dan mengalihkan pandangannya. Ia kembali menghadap ke depan dan menunggu gilirannya ke kasir. Antrean mulai maju sedikit demi sedikit. Kini April berada di urutan ketiga dari meja pelayan kedai.
“Kamu tidak keberatan jika kita mengobrol sebentar?” bisik Wahyu di telinga April.
Wahyu sengaja mencondongkan tubuhnya, agar bisikannya tepat didengar oleh telinga April. Dalam hati, laki-laki dengan wajah persegi tersebut berharap agar ajakannya tidak ditolak oleh gadis manis yang ada di depannya.
April menoleh dan mendapati diri Wahyu yang berada tidak jauh dari dirinya. Wajah mereka berada sangat dekat, bahkan April bisa melihat jelas ke dalam pancaran mata hitam Wahyu. Meksipun hatinya malu, tetapi April tetap memberikan senyum kepada laki-laki yang ada di dekatnya itu.
“Bisa. Aku bisa memberikan waktuku sebentar untuk mengobrol denganmu,” kata April.
“Ah, bagus sekali. Terima kasih untuk kesediaannya,” balas Wahyu.
April mengangguk pelan. Tatapannya beralih ke depan dan mulai memesan makanan kepada pelayan. pelayan pun mencatat pesanan April dan melayaninya dengan cepat. Dalam waktu beberapa menit saja, pesanan April sudah datang.
“Aku tunggu di luar. Kita mengobrol di bangku taman yang ada di seberang jalan itu,” ucap April sembari menunjuk ke taman yang letaknya berada di seberang jalan.
Wahyu menyetujui ajakan April. Kini giliran dirinya yang memesan makanan di depan pelayan kedai. April lekas pergi dan menunggu Wahyu di bangku taman.
Lima belas menit setelah April menunggu di bangku taman, Wahyu lekas datang menghampirinya. Laki-laki berbadan tinggi itu melihat kepada gadis manis dengan rambut disanggul yang sedang tersenyum kepadanya.“Maaf jika menunggu lama, ya. Tadi uang kembalianku kurang, jadi pelayan masih harus mencarikannya,” kata Wahyu.“Tidak masalah. Aku bisa menunggu hingga jam satu tiba,” balas April.April bergeser sedikit untuk memberikan Wahyu sedikit tempat untuk duduk di sampingnya. Setelah gadis dengan rambut hitam disanggul itu memberikan sisa tempat, Wahyu lekas duduk. Meskipun mereka berdua baru saling kenal, tetapi sepertinya tidak ada canggung di antara mereka.Baik Wahyu maupun April tampak dapat mengimbangi suasana di sekitar mereka agar tidak hening. Mata kecokelatan April menatap pada wajah Wahyu yang saat ini sedang memandang kepadanya.“Jadi, baru pertama ini aku melihat ada anak muda yang sudah berani memimpin perusahaan besar. Biasanya, adalah pria dengan cambang tipis yang usianya
April mengangguk, sedangkan tatapan matanya tertuju ragu kepada bapak. Tampaknya April merasakan kebimbangan di dalam hatinya. Dirinya tidak yakin jika ingin mengtakan yang sebenarnya kepada bapak perihal rencana kedekatannya dengan Wahyu.“Ada apa dengan anak itu? Apa dia mengganggumu?” tanya bapak.“Tidak, Pak. Dia hanya mengajakku mengobrol sebentar di taman seberang kedai kecil. Bukannya dia adalah pelanggan dari toko kain kita,” kata April.“Sepanjang yang bapak tahu memang begitu. Wahyu itu anak paling tua di keluarga Anarta. Kedua orang tuanya juga sangat menghargai semua orang. Wajar jika mereka disegani, keluarga itu juga memiliki reputasi yang cukup bagus di mata orang-orang,” balas bapak.April terdiam setelah mendengar penjelasan dari bapaknya. Bibirnya mengatup rapat seakan enggan untuk membalas perkataan si bapak. April menundukkan kepala, di dalam hatinya ia sempat ragu dengan keputusannya untuk menjalin hubungan dekat dengan anak sulung dari keluarga kaya.“Keluarganya
Meski masih muda, tetapi kharisma Wahyu terlihat begitu memancar. Wahyu terlihat begitu mempesona bahkan ketika dia sedang mengerjakan kolom-kolom kosong yang butuh diisi di dalam catatan progress karyawan perusahaan jahit.Anara terlihat sabar menunggu Wahyu hingga selesai membubuhkan tulisan di dalam kolom yang kosong. Setelah beberapa menit berlalu, Wahyu telah selesai mengisi kolom-kolom yang kosong dengan data berupa nominal harga dan waktu yang dibutuhkan untuk menjahit satu kain.Wahyu menutup buku progress karyawan. Setelahnya, dia memberikan buku tebal itu kepada Anara. Tanpa memandang jeli kepada Anara, Wahyu menunjukkan wajah datarnya.“Aku sudah mengisi bagian-bagian yang membutuhkan keterangan harga dan lama waktu yang dibutuhkan karyawan untuk mengerjakan jahitan. Sekarang buku ini sudah kupenuhi dengan informasi, ambillah. Coba kamu periksa teliti agar tidak ada yang keliru,” kata Wahyu.“Baik, Pak. Saya akan memeriksanya setelah ini. Bapak tidak perlu khawatir, aku aka
Wahyu tidak lekas memberikan jawaban untuk perkataan Anara. Meskipun dia tahu bahwa sekretaris pribadinya itu hanya penasaran dengan kehidupan asmaranya, tetapi Wahyu enggan untuk memberitahu Anara.Pandangannya masih tertuju kepada jalanan. Wahyu lebih memilih untuk tidak memandang Anara, dan memutuskan untuk terpaku menyetir mobil. Meski tatapan mata Anara terasa mengusik, Wahyu hanya mengembangkan senyum tipis.“Aku sedang dekat dengan seorang wanita. Dia adalah anak dari si pemilik toko kain yang bekerjasama dengan perusahaan kita. Tapi aku rasa masih terlalu dini untuk mengungkapkan masalah perasaan padanya,” jelas Wahyu.“Baru dekat dengan seorang wanita. Berapa bulan? Apa dia juga tahu jika Bapak menyukainya. Maafkan saya jika terasa saya terlalu mencampuri urusan Bapak,” kata Anara.Anara masih melanjutkan rasa penasarannya. Seolah tidak puas dengan jawaban sederhana dari atasannya. Anara merasa dia perlu tahu percintaan Wahyu sebelum memutuskan untuk mengambil langkah lebih l
Anara terkejut dengan yang diucapkan oleh Wahyu. Tidak biasanya sang atasan menyempatkan waktu untuk berkunjung ke toko kain. Anara menaruh rasa curiga kepada atasannya, dia masih mengarahkan tatapannya kepada Wahyu.Namun tatapan Anara malah direspon biasa oleh Wahyu. Dia tidak menganggap serius apa yang ditunjukkan oleh sikap Anara. Wahyu yang lebih memilih untuk menghabiskan makanannya, membuat Anara geram.“Memang urusan apa yang ingin Bapak selesaikan di sana? Tidak bisakah ditunda, atau mengambil waktu lain selain hari ini,” kata Anara.“Aku tidak ingin menundanya. Aku ingin segera menuntaskan perkara ini. Semakin ditunda, juga tidak membuahkan hasil yang bagus,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban kepada sekretaris pribadinya.Anara tidak lagi memberikan jawaban untuk perkataan Wahyu. Sekarang Anara mengalihkan fokusnya kepada makanan di depannya. Sepiring nasi goreng nanas masih tersisa banyak, Anara belum menghabiskannya.Saat Anara menyantap makanannya, Wahyu hanya asyik meni
April seketika terdiam. Dia tertegun dengan apa yang dikatakan Wahyu. Laki-laki di depannya itu menunjukkan kesan yang teramat serius. Wajahnya sangat kaku, tatapan Wahyu terlihat begitu dalam memandang kepadanya.“Aku tidak bermaksud untuk meragukan kata-katamu, Wahyu. Tapi kamu tahu sendiri bahwa menjatuhkan hati kepada orang baru bukanlah sesuatu yang mudah. Aku hanya tidak ingin salah pilih pasangan,” kata April.Wahyu mengernyit. Sedikit tidak menyangka bahwa April akan memberikan jawaban yang seperti itu. Di hadapannya, April terlihat tenang meskipun ucapannya sedikit membuatnya tersinggung.“Apa maksudmu salah pilih? Kamu mau bilang bahwa aku tidak cocok untukmu,” kata Wahyu, dia sedikit meninggikan suaranya.April terkejut. Dia tidak pernah mendengar suara tinggi seperti itu dari lelaki. Kedua mata April memandang kepada Wahyu. Wajah laki-laki yang ada di depannya terlihat begitu garang, berbeda dengan sebelumnya.Dari sinilah April mulai mengetahui sikap Wahyu yang sedikit mu
Seketika pemilik toko kain mengernyit. Dia tidak menyangka jika putri satu-satunya telah menerima laki-laki di toko mereka. April juga tahu bahwa bapaknya saat ini sedang memasang wajah masam yang jelas terasa tidak mengenakkan.“Ada apa dia berurusan denganmu, April?” tanya bapak.“Wahyu hanya mempertanyakan keputusan bapak. Dia meminta kejelasan mengenai permintaannya untuk menjalin hubungan dengan April, Pak,” kata April, dia memberikan jawaban kepada bapak.“Lalu kamu jawab apa? Sepertinya pimpinan muda itu tidak menyerah untuk menjadikanmu pasangannya, April,” kata bapak, suaranya mulai terdengar tegas.“April terima Wahyu sebagai pasangan, Pak. Sebab aku melihat dia menyatakan perasaannya dengan tulus, tidak mungkin jika April menolak,” kata April.“Kamu menerimanya? Baiklah, kalau begitu biarkan bapak menemui laki-laki itu sekarang,” kata bapak.April mengangguk, dia tidak kuasa untuk menolak ucapan bapaknya. Dengan tegas si pemilik toko kain itu lekas masuk ke dalam. Dia menda
April hanya bisa memandangi bapaknya dengan perasaan kesal. Dia tidak menyangka jika bapak bisa menunjukkan sikap yang begitu menyebalkan padanya. April kemudian mengalihkan pandangannya kepada Wahyu yang saat ini sudah menjadi pasangannya.“Aku tidak ingin menyembunyikan hubungan apapun dari bapak. Tapi kenapa bapak mengobrol seasyik ini dengan dia? Apa ada sesuatu yang aku lewatkan,” kata April.“Tidak ada. Kami hanya membahas masalah bisnis. Aku rasa jika aku ceritakan kepadamu, kamu juga tidak akan mengerti,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban untuk perkataan April.“Aku akan memahaminya jika kamu ceritakan kepadaku. Tapi aku penasaran memangnya urusan bisnis apa yang kalian bicarakan?” tanya April, dia mengarahkan fokusnya kepada Wahyu.“Perpanjangan kontrak. Antara toko kain milik bapakmu dengan perusahaan jahit milikku,” kata Wahyu, dia menjawab rasa penasaran April.April seketika mengangguk. Dia kemudian kembali terdiam. April tak lagi memberikan balasan untuk perkataan Wahyu
Sayangnya, Anara lebih memilih untuk tidak jatuh terlalu dalam karena pujian yang diberikan oleh Wahyu. Meski hatinya teramat senang saat ini, tetapi Anara memendamnya dengan cepat.Kedua matanya tertuju kepada Wahyu yang sekarang sedang memandang ke arahnya. Namun apa boleh buat jika Anara mengambil sikap biasa saja di hadapan sang atasan. Senyum lebar yang sempat kentara akhirnya dia hilangkan.“Aku tidak pernah gagal dalam membawa kepuasan bagimu, Pak,” kata Anara, sedikit membanggakan dirinya.“Ya, memang. Karena itulah tidak heran jika aku mengangkatmu menjadi sekretaris pribadiku,” kata Wahyu, menyetujui ucapan Anara.“Kalau seperti itu, jika kamu sudah setuju denganku kapan akan membuat angket pertanyaan untuk pekerja kita,” kata Anara.“Belum aku tentukan. Mungkin setelah ini sehabis jam makan siang?” tanya Wahyu, menimbang usulan dari Anara.“Aku akan ikut membantumu, Pak. Hubungi saja aku jika kamu membutuhkan aku,” kata Anara, menawarkan bantuan kepada Wahyu.Tanpa berpikir
Anara tidak lagi melanjutkan percakapan singkat dengan Wahyu. Melainkan pandangan matanya tertuju kepada April yang sedang menunggu mereka berdua selesai bicara.“Jadi kamu mengajak perempuanmu datang ke sini, Pak?” tanya Anara.Sepertinya Anara menyadari jika April adalah kekasih Wahyu. Bahkan kehadiran April membuat sedikit rasa cemburu di hati Anara menjadi lebih terasa.Anara kemudian mengalihkan pandangan dari April menuju ke Wahyu. Seolah-olah meminta penjelasan yang lebih lanjut kepada pria yang menjadi atasannya.“Aku memang mengajak kekasihku ke kantor. Berharap dia dapat menemaniku sampai aku selesai bekerja,” kata Wahyu, memberi penjelasan kepada Anara.“Kenapa tidak bilang dulu padaku? Bukankah kita bisa bicarakan ini sebelumnya,” ujar Anara, terlihat tidak terima.“Untuk apa? April adalah pasanganku, perihal aku mengajaknya atau tidak itu terserah aku. Tidak perlu aku berbicara padamu,” kata Wahyu, mengungkapkan ketegasan kepada Anara.“Tapi jika begini, aku jadi tidak en
Sementara itu Anara terlihat berbeda. Penampilan yang selalu elegan dan berkelas menjadikannya terlihat sebagai perempuan yang percaya diri. Wanita dengan pakaian formal mengenakan jas abu-abu itu berjalan mendekati Wahyu, pimpinannya.Sesampainya Anara berada di depan Wahyu, lekas langkah kakinya terhenti. Betapa mata indahnya itu tertuju langsung kepada sang pria yang menjadi pemimpin perusahaan ini. Bibir Anara tidak memperlihatkan senyuman, tetapi kegusaran yang melanda.“Pak Wahyu, saya sudah menunggu kamu untuk datang. Tetapi kenapa baru sampai di kantor jam segini,” kata Anara, memperlihatkan kekesalan yang dia rasakan.“Jam segini apa? Ini baru satu menit sebelum jam kerja dimulai. Kamu jangan memburu-buru aku seperti itu dong,” kata Wahyu, menunjukkan respon sederhana.“Bagaimana tidak saya cemas, Pak? Sedangkan banyak urusan yang harus saya selesaikan dengan kamu. Namun apa yang saya dapatkan, kamu malah baru datang dan terlihat abai,” kata Anara, masih tidak terima jika Wah
Setelah berucap demikian, Wahyu menepikan mobilnya ke area parkir. Di bawah pohon rindang, Wahyu memberhentikan mobil yang tadinya sedang melaju. Sesaat kemudian, Wahyu melepaskan kendali pada kemudi, dan menatap pada April.Tiada terkira jika wajah cantik sang kekasih tidak pudar. Malah di saat diam seperti ini, April terlihat jauh lebih manis dari biasanya. Tentu saja Wahyu terkesima dan membuat hatinya gembira.“Kita sudah tiba di depan kantor. Bukankah kamu yang bertanya tadi?” tanya Wahyu, sedikit menyeringai.April tersenyum, bukan main senyumannya sangat menawan. April tahu jika lelakinya itu sedang menggoda dirinya, tetapi apa boleh buat perempuan itu tidak bisa marah.“Bagaimana ya? Apa kita turun sekarang,” kata April, balik menggoda Wahyu.“Kalau kamu mau turun sekarang, aku akan ikut denganmu,” kata Wahyu, mengalah pada si kekasih.Untuk saat ini April belum memberi jawaban kepada Wahyu. Seakan-akan dia sengaja untuk tidak buru-buru menjawab hanya agar Wahyu merasa penasar
April menjumpai bapak yang sedang duduk santai di kursi seperti biasanya. Sementara pandangan bapak menghadap ke depan menunggu pembeli datang. April memutuskan menghampiri bapak yang sedang menjaga toko kain.“Bapak, aku akan pergi dengan Wahyu ke perusahaan miliknya. Semoga bapak mengizinkan kami berangkat bersama,” kata April.“Ya, pergilah dengan dia. Kekasihmu itu pasti sudah menunggu kamu sedari tadi,” kata Wahyu.“Aku mungkin tidak akan lama pergi dengannya, bapak. Mungkin sekitar jam tiga sore aku akan diantar pulang oleh dia,” kata April, mengucapkan secara jujur apa yang akan terjadi.“Bapak tidak keberatan kamu pergi bersama pasanganmu. Meskipun kalian pulang agak malam, bapak percaya bahwa kekasihmu tidak akan menelantarkan kamu,” kata bapak.“Terima kasih untuk rasa percaya bapak pada kami berdua. Itu tidak akan terhitung jumlahnya, bapak,” kata April, membalas kebaikan bapak.Bapak hanya memasang senyuman tipis di bibir. Wajahnya menjadi lebih berseri dibanding sebelumny
Bapak menunjukkan seraut senyum tipis saat melihat April senang. Kata-kata sederhana yang keluar dari putrinya tersebut seakan membuat hatinya lega pagi ini.“Tentu saja kamu kenyang, Pril. Satu piring nasi goreng lengkap dengan telur sudah kamu habiskan,” kata bapak, mengimbangi percakapan dengan April.“Kalau begitu, bapak. Biarkan aku membersihkan tubuhku setelah ini. Aku harus bersiap-siap sebelum Wahyu datang kemari,” ujar April, membalas ucapan bapak.“Jika itu yang menurutmu terbaik, maka lakukanlah. Bapak hanya bisa mendukung setiap perbuatan yang sudah kamu pikirkan matang-matang,” kata bapak.April menunjukkan sedikit anggukan lemah kepada bapak. Setelahnya, April beranjak meninggalkan ruang makan untuk menuju ke kamar mandi. Pagi ini rasanya seluruh badannya pegal, butuh sedikit air hangat untuk meleraikan penat yang terasa.April sudah masuk ke dalam kamar mandi. Langsung saja dia menyalakan shower dan memilih air hangat untuk mandi pagi ini. Setelah air hangat keluar dari
April tidak bicara sama sekali. Tetapi tatapan matanya tertuju kepada bapak dengan kaku. Tidak ada lagi yang bisa dia katakan di hadapan bapak, selain hanya menutup bibir.“Aku harap Ibu Yanuar tidak memancing keributan dengan bapak. Semoga kedatangannya dapat membawa kabar baik untuk bapak dan hubungan kami,” kata April.Ya, bapak juga berharap seperti itu. Ibu Yanuar tidak pernah dengan sengaja berkunjung ke toko kain ini selain membicarakan hal-hal penting,” kata bapak.April memberi anggukan kecil di hadapan bapak. Setelahnya, perempuan itu mengambil satu cangkir teh hangat untuk dia minum. Rasa hangat dari teh yang dibuat bapak cukup membuat tubuh April menjadi nyaman di malam sedingin ini.“Bagaimana rasa teh yang bapak buat, Pril?” tanya bapak.“Lumayan, bapak. Tidak terlalu manis, dan cukup pas. Apa bapak meraciknya tanpa gula?” tanya April.“Sesendok saja sudah cukup, Nak. Tidak perlu terlalu banyak,” kata bapak, memberi jawaban untuk putrinya.“Pantas saja rasanya tidak mani
Seketika sampai di kamar, April menghadapkan tubuhnya di depan cermin. Cermin besar yang sanggup memantulkan bayang dirinya. April lekas mengambil pakaian tidur, dan kembali menatap pada permukaan cermin.Perempuan itu menyadari betapa lelahnya wajah dia saat ini. Mata yang keduanya mulai berkantung, membuat April tersadar bahwa tidur adalah pilihan terbaik.Tetapi sayang, meskipun wajahnya sudah kusut, April belum ingin memejamkan mata. Masih ada banyak hal yang terlintas dalam pikiran dia.April masih tidak yakin jika begitu pagi datang Wahyu akan menjemputnya. Apalagi untuk menginjakkan kakinya di lantai perusahaan jahit milik keluarga Anarta.Bukan tidak sudi, tetapi lebih kepada sadar diri. Wanita seperti dirinya hanya bisa berada di posisi sebatas anak dari pemilik toko kain. Syukur-syukur kalau menjadi rekan bisnis dari Jahitan Anarta.April menghela cukup dalam. Rasanya dada begitu sesak untuk hanya memikirkan hal sepele seperti ini. Sekali lagi pandangan matanya tertuju ke ce
April hanya diam setelah mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Wahyu. Tidak ada jawaban lagi yang sanggup dia katakan, selain hanya menyelipkan rambutnya di telinga.“Apalagi saat kamu tersipu seperti ini, Pril. Semakin cantik sekali di mataku,” kata Wahyu, melanjutkan pujian untuk April.“Yang kamu katakan selalu membuat hatiku berdesir. Padahal aku tahu kamu mengatakan itu bukan berasal dari dalam hatimu, kamu hanya menyanjungku. Bukan benar-benar tulus mengungkapkan kebenaran bahwa aku seperti itu,” kata April.“Kamu masih ragu? Aku tidak pernah berbohong dalam setiap ucapanku,” ujar Wahyu.“Ya sudahlah, aku percaya. Terima kasih untuk pujianmu yang bagiku terkesan berlebihan,” kata April, mengakhiri ucapannya dengan senyum kaku.Wahyu hanya menunjukkan anggukan kecil. Selebihnya, mereka lanjut menyantap tusuk daging sayur yang dibakar di atas nyala api sedang. Mereka terlihat lahap dalam menghabiskan beberapa tusuk daging sayur yang disediakan oleh restoran iglo.Selang bebe