Wahyu berjalan memasuki ruangannya. Ruang pimpinan utama itu menjadi ruang kerjanya mulai hari ini hingga beberapa saat ke depan. Wahyu membuka pintu ruang kerjanya, dan mendapati Yanuar sedang duduk di kursi kerjanya.
“Sudah selesai urusan kamu? Bagaimana pertemuannya dengan pemilik toko kain?” tanya Yanuar mencecar anak sulungnya dengan pertanyaan.
Dengan helaan panjang, Wahyu mencoba untuk bersabar menghadapi Yanuar. Mamanya itu memang tipikal orang yang selalu ingin meminta kejelasan lebih lanjut, meskipun dengan hal-hal yang sepele.
Mata hitam Wahyu tertuju kepada Yanuar yang sedang menatap kepadanya. Sepertinya Yanuar sedang menunggu penjelasan darinya.
“Tidak ada kendala yang cukup berarti. Pemilik toko kain itu mengatakan jika Kerjasama yang terjalin antara perusahaan kita dengan tokonya akan tetap terus berlanjut selama beberapa bulan ke depan. Kontrak akan diperbarui oleh tokonya,” jelas Wahyu kepada Yanuar.
“Ah, ya. Baguslah jika begitu. Setelah ini, kamu harus memeriksa beberapa perjanjian kontrak dengan perusahaan lain yang ada kaitannya dengan perusahaan kita. Beberapa ada yang meminta persetujuan dan perizinan kepada pimpinan utama,” kata Yanuar.
“Okay, Mam. Nanti aku akan melihat beberapa pengantar dan membuat surat resmi untuk mereka. Sekarang Wahyu mau pergi dulu sebentar, mencari angin,” ucap Wahyu.
“Ya, tidak masalah. Mama mau pulang dulu. Ada banyak kerjaan di rumah yang belum mama selesaikan,” kata Yanuar.
Yanuar dapat melihat anggukan dari anak sulungnya. Setelah itu, dia menunjukkan sedikit senyum culas di bibirnya yang indah. Yanuar segera berjalan menuju pintu, tetapi setelah berada di dekat pintu, Yanuar berbalik.
“Sekretaris pribadimu tidak ganti, ya. Manfaatkan saja fasilitas yang ada dengan baik. Mama yakin kamu pasti lebih bijaksana dalam mengelola perusahaan. Secara kamu lebih muda dan masih penuh potensi dibanding papa,” ucap Yanuar.
Wahyu hanya mengangguk. Yanuar lekas pergi meninggalkan ruang pimpinan utama yang telah menjadi ruang kerja putra tertuanya saat ini. Sepeninggal Yanuar, Wahyu mengambil satu map bersampul kuning dan mulai membaca perjanjian-perjanjian yang tertera di sana.
Di dalam map itu tertulis semua rekam jejak perusahaan milik keluarganya. Berapa penghasilan dan keuntungan yang berhasil dicapai, serta pengeluaran yang terjadi beberapa bulan ini. Wahyu mencoba untuk mengamatinya sebentar.
Beberapa saat kemudian, dia menutup map kuning dan meletakkannya kembali di atas meja. Dirinya yang merasa jenuh, Wahyu pun memutuskan untuk keluar sebentar meninggalkan ruang kerjanya.
Dia hendak mencari udara segar. Namun mobil dengan warna hitam matte miliknya malah terparkir di sebuah kedai makan kecil yang letaknya tidak jauh dari toko kain. Jalan Kura Nomor 39 itu memang dipenuhi oleh tempat-tempat yang menjual berbagai makanan dan minuman.
Wahyu lekas turun dari mobilnya. Dia melangkahkan kaki dengan tegap menuju ke dalam kedai makanan. Ketika berada di pintu masuk yang berdesakan dengan pengunjung lain, Wahyu harus mengalah.
Dia harus menunggu gilirannya untuk bisa masuk. Tidak mungkin dirinya menyerobot begitu saja melalui desakan orang-orang yang hendak masuk ke dalam kedai. Wahyu berdiri dan mencoba untuk mengamati celah agar dia bisa masuk.
Namun dia terkejut ketika mendapati seorang gadis dengan pakaian berwarna merah fanta. Wahyu bukannya tidak mengenali gadis itu, tetapi dia enggan untuk menyapanya terlebih dahulu. Hingga akhirnya sang gadis dengan rambut digulung ke atas itu menoleh ke kiri.
Pandangan mereka bertemu. Di situlah mereka merasakan getaran di hati. Pada mulanya, Wahyu menunjukkan wajah dinginnya. Namun setelah si gadis tersenyum, kebekuan di hati Wahyu mulai mencair.
“Kamu yang tadi mengunjungi toko kain milik Bapak, kan? Perkenalkan aku April, anak dari pemilik toko kain. Baru kali ini aku menemukan sosok laki-laki kaya yang mau mampir ke kedai kecil seperti ini,” ujar April membuka percakapan dengan Wahyu.
Wahyu tertawa. Dia sama sekali tidak merasa tersinggung dengan ucapan April. Tatapan matanya kini mengarah kepada sosok April yang ada di depannya. Gadis dengan bentuk wajah bulat telur itu memiliki paras yang manis.
“Aku Wahyu. Memangnya ada yang salah jika aku mengunjungi tempat makan seperti ini?” tanya Wahyu di sela-sela senyumnya.
“Tidak ada. Aku hanya baru pertama kali melihatnya. Namun terima kasih masih menjadi pelanggan setia di toko kain kami,” kata April.
“Ah, itu. Tidak perlu mengucap terima kasih. Tapi kamu di sini ingin pesan makanan untuk siapa? Untuk dirimu kah?” tanya Wahyu.
“Jam makan siang begini, Bapak biasanya ingin dibelikan makanan enak. Beliau sudah lapar katanya, ingin mengisi perut. Aku pun begitu,” ujar April dengan suara yang terdengar lembut di telinga.
Wahyu menyadari jika pintu masuk sudah mulai sepi dari kerumunan orang-orang. Dia mengalihkan pandangannya dan mengajak April untuk masuk ke dalam kedai.
Di dalam, Wahyu berdiri di belakang April untuk mengantre pesan makanan. April menoleh ke belakang, dan tersenyum kepada sosok laki-laki yang berdiri tepat di belakangnya.
“Kamu mau mengantre di depanku? Tidak masalah jika kamu dulu. Barangkali kamu buru-buru,” kata April masih dengan suaranya yang halus.
Wahyu menggeleng. Dia tidak bermaksud menolak perkataan April, tetapi bagi dirinya, perempuan adalah makhluk yang harus didahulukan. Wahyu tersenyum dan menatap kepada April.
“Kamu dulu saja. Aku masih ada banyak waktu hari ini, tidak perlu khawatir,” balas Wahyu.
April tersenyum dan mengalihkan pandangannya. Ia kembali menghadap ke depan dan menunggu gilirannya ke kasir. Antrean mulai maju sedikit demi sedikit. Kini April berada di urutan ketiga dari meja pelayan kedai.
“Kamu tidak keberatan jika kita mengobrol sebentar?” bisik Wahyu di telinga April.
Wahyu sengaja mencondongkan tubuhnya, agar bisikannya tepat didengar oleh telinga April. Dalam hati, laki-laki dengan wajah persegi tersebut berharap agar ajakannya tidak ditolak oleh gadis manis yang ada di depannya.
April menoleh dan mendapati diri Wahyu yang berada tidak jauh dari dirinya. Wajah mereka berada sangat dekat, bahkan April bisa melihat jelas ke dalam pancaran mata hitam Wahyu. Meksipun hatinya malu, tetapi April tetap memberikan senyum kepada laki-laki yang ada di dekatnya itu.
“Bisa. Aku bisa memberikan waktuku sebentar untuk mengobrol denganmu,” kata April.
“Ah, bagus sekali. Terima kasih untuk kesediaannya,” balas Wahyu.
April mengangguk pelan. Tatapannya beralih ke depan dan mulai memesan makanan kepada pelayan. pelayan pun mencatat pesanan April dan melayaninya dengan cepat. Dalam waktu beberapa menit saja, pesanan April sudah datang.
“Aku tunggu di luar. Kita mengobrol di bangku taman yang ada di seberang jalan itu,” ucap April sembari menunjuk ke taman yang letaknya berada di seberang jalan.
Wahyu menyetujui ajakan April. Kini giliran dirinya yang memesan makanan di depan pelayan kedai. April lekas pergi dan menunggu Wahyu di bangku taman.
Wahyu hanya memberi anggukan kecil untuk ucapan April. Tanpa sadar jika keduanya sudah terlalu serius untuk percakapan yang sederhana. April menatap mata Wahyu untuk beberapa saat lamanya, sebelum akhirnya Wahyu menggapai tangan April.“Ya sudahlah kalau kamu tidak mau. Aku tidak akan memaksa lagi,” kata Wahyu.“Maafkan aku. Mungkin aku hanya tidak ingin jika terlalu buru-buru,” ujar April.Pelayan kedai sudah datang dan membawakan pesanan mereka. Sesaat kemudian, pelayan itupun pergi menyisakan April dan Wahyu saja. April masih mengarahkan pandangannya pada Wahyu.“Tidak masalah. Lanjutkan saja makananmu. Nikmati, jangan sampai ucapan kita yang tadi merusak suasana hatimu,” kata Wahyu.April mengangguk. Setelahnya, mereka berdua berpaling dan saling menghadapkan pandangan pada makanan yang terletak tidak jauh dari mereka. April terlihat sedang menyantap makanan yang sudah dipesan, begitupula dengan Wahyu.Baik April maupun Wahyu melahap makanan dengan nikmat. Tak ada satupun dari mer
Wahyu mengangguk-angguk sambil tersenyum dengan kepuasan. Dirinya tak pernah sangka jika tempat duduk pilihannya akan disukai oleh April. Bagi perempuan itu, posisi duduk di sini sangat membuatnya betah.Tatapan mata Wahyu masih tertuju kepada sang kekasih. Tidak sedikitpun berpindah dari wajah manis April. Tampaknya Wahyu ingin memandangi April saja sampai jenuh kali ini.“Oh, ya. Kamu ajak aku ke sini karena untuk menghilangkan rasa lelah. Tidak sia-sia kurasa, karena setelah berada di dalam kedai ini aku menjadi sedikit lebih baikan,” kata April.“Memang aku mengajakmu kemari karena berencana untuk menyenangkan hatimu. Barangkali saja di cuaca panas seperti ini es krim bisa meredakan hati kita,” kata Wahyu.“Es krim jenis apa yang akan kamu pesan?” tanya April.Wahyu lantas mengerutkan kening. Ucapan yang sengaja dibuat sebagai pertanyaan oleh April terlihat sedikit membuat Wahyu menjadi berpikir. Sampai membuat Wahyu harus mencari-cari buku menu di kedai ini.“Kamu mau pesan es kr
Wahyu hanya melengkungkan senyuman tipis di bibir setelah mendengar ucapan April. Belum lama, lelaki itu sudah menggenggam tangan April dan mengelus-elusnya dengan lembut. Lantas diciumnya tangan April dengan kecupan yang sangat halus.“Aku akan kembali bekerja lagi setelah ini. Kuharap kamu masih mau menunggu,” kata Wahyu.“Pasti aku akan menunggu kamu di sini. Biar aku dan kamu bisa pulang bersama-sama,” ujar April.Percakapan mereka berdua terhenti setelah mendengar suara pintu yang dibuka. Rupanya Anara yang telah masuk ke dalam ruangan. Wahyu lantas saja mengalihkan pandangannya kepada sekretaris pribadi yang sudah membawa beberapa lembar kertas untuknya.“Selamat siang, Pak. Ini saya bawakan beberapa lembar dokumen untuk kamu baca,” kata Anara.“Berikan kepadaku. Aku akan mempelajarinya setelah ini,” kata Wahyu, memberi balasan.Anara tidak menjawab melainkan hanya memberi anggukan. Setelahnya, Anara memberikan beberapa lembar dokumen ke tangan Wahyu. Tentu Wahyu menerima lembar
April tertegun setelah mendengar bisikan dan suara lirih dari Wahyu. Betapa tidak sebab ucapan dari pria yang menjadi kekasihnya itu sangat menyentuh hati. Bahkan sebelum ini, belum pernah April menerima ucapan kasih sayang dari seorang laki-laki.Dengan bibir yang masih terdiam, April bahkan hampir tidak menyangka akan membalas seperti apa ujaran Wahyu. Bagi wanita itu, ungkapan semacam ini hanya sanggup untuk dia dengar.“Jadi tolong jangan kecewakan aku. Aku tidak sanggup apabila dikecewakan oleh orang yang paling aku sayangi,” kata Wahyu.April menoleh hanya untuk sekedar memandang pada Wahyu. Pria yang saat ini sedang mengarahkan pandangannya kepada April itu menunjukkan binar mata yang jernih. Seakan-akan menandakan bahwa setiap kata yang dia keluarkan adalah hal yang paling berarti.“Aku tidak akan membuat kamu kecewa, sayang. Aku akan usahakan apapun yang terbaik bagi kita berdua,” ujar April.“Jika memang seperti itu, aku akan senang mendengarkannya. Aku tidak akan meragukan
Wahyu masih mengarahkan pandangannya kepada April. Tak dia sangka jika perempuan itu akan memandangi minuman yang dia berikan. Tanpa sadar pula Wahyu melengkungkan senyuman di bibir karena ulah April yang terlihat menggelikan.“Minum saja, jangan hanya melihat pada bungkusannya. Aku jamin rasanya pasti enak,” kata Wahyu.“Ya, tentu. Sebentar lagi aku akan meminumnya,” ujar April, membalas kata-kata Wahyu.“Selamat minum es jeruk passionnya, sayang,” kata Wahyu, melembutkan suaranya untuk April.Wahyu lantas berpaling wajah dari April. Setelah tak lama, April lekas mendekatkan bungkusan es ke dalam mulut. April menyedot minuman dari sedotan plastik hingga terasa bahwa rasa jeruk dan buah passion terasa menyegarkan.April seakan ingin mencobanya lagi dan lagi. Baru sekali menyedot saja kerongkongannya sudah terasa dilegakan, apalagi kalau berulang kali. Rasanya tidak sia-sia jika Wahyu telah membelikannya minuman dengan rasa seperti itu.“Apa kamu menyukai es yang aku belikan untuk kamu
April terlihat masih sabar dalam menghadapi Wahyu. Ucapan kekasihnya yang baru saja dia dengar tidak dia masukkan ke dalam hati. Karena bagaimanapun Wahyu memang masih membutuhkan Anara dalam hal pekerjaan.“Aku tidak masalah jika kamu masih berurusan dengan wanita itu. Mungkin saja dia memang perempuan terbaik untuk menjadi sekretaris pribadi kamu,” kata April.“Benar seperti itu. Aku senang jika kamu bisa memahami kondisiku,” ujar Wahyu.“Iya, tak mengapa. Bukan masalah besar agar aku bisa mengerti kamu,” kata April.Wahyu lantas menunjukkan senyuman lebar di depan April. Tak menyangka jika April tidak ingin marah, melainkan membalas senyumannya dengan wajah yang penuh ketulusan.“Baiklah, berhubung sekarang aku tidak ada pekerjaan lagi. Tidak ada yang harus kuselesaikan secepat ini,” kata Wahyu.“Benarkah demikian? Jika memang begini, lebih baik kita pergi keluar sebentar dari ruangan ini,” ujar April, mencoba memberikan usulnya.“Kamu ingin cari udara segar?” tanya Wahyu.Secepatn