Home / Urban / 30 Hari Menggapai Cinta / Tugas Rutinan sebagai Pimpinan Baru

Share

Tugas Rutinan sebagai Pimpinan Baru

Author: Wisya Kiehl
last update Last Updated: 2024-12-10 10:55:19

Wahyu mendapat banyak tepuk tangan dan rasa salut dari para karyawan yang akan dipimpinnya. Banyak di antara mereka yang kagum dengan sosok diri Wahyu yang menjadi pengganti dari papanya.

Hampir sebagian besar dari mereka berharap, semoga Wahyu dapat menjadi pemimpin yang tangguh dan bertanggung jawab seperti Bapak Yuarta. Papanya itu diketahui memiliki rekam jejak yang baik sebagai pemimpin perusahaan jahit. Yuarta telah berhasil memimpin perusahaan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Meskipun diakui, belum banyak progress yang bisa diselesaikan tepat waktu, tetapi kepemimpinan Yuarta di Jahitan Anarta cukup cakap dan dipuji banyak karyawan.

Wahyu merasa cukup tersanjung karena mendapatkan banyak apresiasi baik dari orang-orang yang ada di depannya. Dia pun setengah membungkukkan badannya untuk memberikan ucapan terima kasih kepada mereka.

“Terima kasih untuk sambutan baik dari kalian. Saya sangat senang karena kalian menyetujui keputusan saya. Saya juga meminta maaf karena Bapak Yuarta tidak bisa hadir kali ini karena masih harus mengurus laporan awal bulan dengan toko-toko kain,” kata Yanuar.

Yanuar pun membungkukkan badannya untuk menunjukkan rasa hormat kepada para karyawannya. Ia sekalian mengundurkan diri dari hadapan para karyawan yang telah hadir di acara penggantian pimpinan perusahaan pagi ini.

Yanuar mengajak Wahyu untuk menuju ke ruang utamanya sebagai pimpinan perusahaan. Setibanya di sana, Yanuar lekas menutup pintu agar tidak ada yang bisa masuk sembarangan ke dalam ruangan mereka.

“Dengar, Nak. Kamu sekarang sudah resmi menjadi pimpinan baru di perusahaan kita. Jangan sia-siakan kesempatan yang bagus ini. Papamu itu memiliki reputasi yang bagus, begitupula dengan perusahaan jahit kita,” kata Yanuar.

Wanita yang usianya tidak lagi muda itu mengarahkan pandangannya kepada si anak sulung. Sorot matanya menyiratkan harapan yang begitu besar kepada putra paling tua di keluarganya. Siapa lagi jika bukan Wahyu.

Laki-laki dengan rambut hitam pendek itu tampak tidak menanggapi ucapan mamanya dengan serius. Dia masih menunjukkan wajah dinginnya. Mata hitamnya yang terkesan abai itu beralih menuju kepada Yanuar.

“Apa hal pertama yang harus aku kerjakan sebagai pimpinan di perusahaan ini?” tanya Wahyu.

“Jika kamu sudah siap. Ada baiknya jika kamu memulai tugas rutinan untuk mengunjungi salah satu toko kain yang menjadi pemasok bahan utama di perusahaan kita. Papamu tidak mengeceknya hari ini, sebab keperluan hanya untuk memesan kain katun,” jawab Yanuar.

“Di mana alamatnya?” ucap Wahyu dengan suara datar.

“Jalan Kura Nomor 40,” balas Yanuar singkat.

Yanuar menaikkan sebelah alisnya setelah melihat putra sulungnya mengangguk. Ada yang aneh dari ekspresinya, tidak biasanya Wahyu berniat untuk mengerjakan urusan seperti ini.

“Ada apa dengan kamu? Tumben kamu niat melakukan pekerjaan seperti ini,” kata Yanuar.

“Mama jangan berpikir negatif dulu padaku. Aku hanya ingin belajar menyelesaikan tugasku sebagai pimpinan utama di perusahaan ini. Bukankah mama juga ingin jika aku berhasil membawa perusahaan kita menuju kemajuan,” ujar Wahyu.

Yanuar memiringkan senyumannya. Dengan alasan Wahyu yang terasa masuk akal tersebut, dirinya merasa bisa menerima perubahan sikap putra sulungnya. Yanuar tidak lagi menaruh rasa curiga kepada putranya yang paling tua tersebut.

“Mau mama antarkan? Letaknya tidak jauh dari sini. Lima kilometer sudah sampai di sana. Butuh waktu sebentar saja jika jalanan tidak macet,” kata Yanuar mencoba menawarkan bantuan kepada si sulung.

“Tidak perlu, Ma. Aku bisa ke sana sendiri,” ujar Wahyu.

Wahyu menciumi pipi Yanuar dan melepaskan pelukannya. Dia mengarahkan pandangan kepada mamanya yang sedang menatapnya dengan cemas.

“Mama tidak usah khawatir. Tunggu saja di sini. Jika urusan beres, aku akan lekas kembali,” sambung Wahyu yang dibalas dengan anggukan kecil dari Yanuar.

Wahyu menunjukkan senyum tipis di bibir. Setelah itu, dia melangkah menuju tempat mobilnya diparkir. Wahyu lekas masuk ke dalam dan mulai menyetir mobilnya menuju Jalan Kura Nomor 40.

Kali ini dia tidak buru-buru, jadi dia menyetir dalam keadaan yang santai. Kebetulan jalanan di Kota Minku sangat lengang. Tidak ada banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Mobil Wahyu pun sampai di lokasi setelah setengah jam.

Laki-laki dengan tubuh yang tinggi itu lekas turun dari mobil. Dia berjalan menuju toko kain yang ukurannya tidak seberapa besar, tetapi cukup untuk menampung beberapa puluh pekerja. Bangunannya dikelilingi dengan pagar tembok yang cukup kuat.

Wahyu menggeser pintu pagar dan lekas melangkah masuk. Tiba di depan bangunan utama toko kain, Wahyu disambut oleh pria pemilik toko kain. Pria itu sudah tua seperti papanya, usianya sudah menginjak kepala lima.

Setelah menyalami tangan pria itu, Wahyu berbincang sebentar dengannya. Sesekali terlihat keakraban di antara mereka, terbukti dengan adanya candaan yang saling terlempar di antara Wahyu dan pria pemilik toko kain.

“Saya panggilkan anak saya dulu, ya. Nanti dia yang akan mengantarkan kain-kain katun itu kepada Anda,” ujar pria pemilik toko.

Wahyu mengangguk. Baru pertama kali ini dia mengetahui jika pria dengan usia senja itu memiliki seorang anak. Tidak lama setelahnya, muncul-lah seorang gadis dengan rambut hitam yang digelung ke atas. Di tangannya yang mungil, dia membawa gulungan-gulungan kain katun untuk diberikan kepadanya.

“Terima kasih,” ucap Wahyu singkat.

Baru kali ini Wahyu melihat seorang gadis tanpa riasan sedikitpun di wajahnya. Gadis itu tampak tidak malu dengan wajah aslinya yang polos tanpa sentuhan make-up.

Cukup lama mereka saling memandang, ada sekitar lima menit. Gadis itu segera tersadar dan beringsut kembali menuju ke dalam. Wahyu pun tercengang dengan kepergian si gadis.

“Itu tadi anak gadis saya. Usianya sudah menginjak usia 29 tahun, sebentar lagi menuju 30. Tapi dia sama sekali tidak memiliki pacar. Saya juga heran kenapa,” ujar pria pemilik toko kain.

“Oh, ya? Kenapa bisa begitu?” tanya Wahyu.

“Dia anaknya susah membuka hati. Tidak tahu, kerjanya sehari-hari cuma membantu di toko dan pulang ke rumah. Jarang main sama teman-temannya,” kata pria tua itu.

“Nama putri Bapak siapa, Pak?” tanya Wahyu.

“Aprilia. Dia suka kalau dipanggil April,” ujar pria yang sedang berdiri di depan Wahyu.

Wahyu mengangguk. Karena merasa berat untuk menggendong gulungan kain katun, Wahyu pun berniat mengundurkan diri. Dia mengarahkan tatapannya kepada pria tua yang tersenyum ramah kepadanya.

“Sepertinya urusan saya sudah selesai di sini, Pak. Saya pamit kembali ke kantor,” kata Wahyu.

Pria yang tidak lagi muda usianya itupun mengangguk. Dia membalas perkataan Wahyu dengan senyuman ramah. Setelahnya, Wahyu pun pergi meninggalkan toko kain sembari membawa gulungan-gulungan kain katun ke dalam mobil.

Ketika berada di dalam mobil, Wahyu langsung tancap gas menuju ke perusahaannya. Tidak butuh waktu yang lama, akhirnya dia sampai. Wahyu lekas turun, sedangkan gulungan-gulungan kain katun itu dibawa oleh karyawannya yang lain.

“Terima kasih sudah membantu saya, Pak,” ujar Wahyu ramah kepada seorang karyawannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Tahu Percakapan Bapak

    Wahyu hanya memberi anggukan kecil untuk ucapan April. Tanpa sadar jika keduanya sudah terlalu serius untuk percakapan yang sederhana. April menatap mata Wahyu untuk beberapa saat lamanya, sebelum akhirnya Wahyu menggapai tangan April.“Ya sudahlah kalau kamu tidak mau. Aku tidak akan memaksa lagi,” kata Wahyu.“Maafkan aku. Mungkin aku hanya tidak ingin jika terlalu buru-buru,” ujar April.Pelayan kedai sudah datang dan membawakan pesanan mereka. Sesaat kemudian, pelayan itupun pergi menyisakan April dan Wahyu saja. April masih mengarahkan pandangannya pada Wahyu.“Tidak masalah. Lanjutkan saja makananmu. Nikmati, jangan sampai ucapan kita yang tadi merusak suasana hatimu,” kata Wahyu.April mengangguk. Setelahnya, mereka berdua berpaling dan saling menghadapkan pandangan pada makanan yang terletak tidak jauh dari mereka. April terlihat sedang menyantap makanan yang sudah dipesan, begitupula dengan Wahyu.Baik April maupun Wahyu melahap makanan dengan nikmat. Tak ada satupun dari mer

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Percakapan di Antara Kita

    Wahyu mengangguk-angguk sambil tersenyum dengan kepuasan. Dirinya tak pernah sangka jika tempat duduk pilihannya akan disukai oleh April. Bagi perempuan itu, posisi duduk di sini sangat membuatnya betah.Tatapan mata Wahyu masih tertuju kepada sang kekasih. Tidak sedikitpun berpindah dari wajah manis April. Tampaknya Wahyu ingin memandangi April saja sampai jenuh kali ini.“Oh, ya. Kamu ajak aku ke sini karena untuk menghilangkan rasa lelah. Tidak sia-sia kurasa, karena setelah berada di dalam kedai ini aku menjadi sedikit lebih baikan,” kata April.“Memang aku mengajakmu kemari karena berencana untuk menyenangkan hatimu. Barangkali saja di cuaca panas seperti ini es krim bisa meredakan hati kita,” kata Wahyu.“Es krim jenis apa yang akan kamu pesan?” tanya April.Wahyu lantas mengerutkan kening. Ucapan yang sengaja dibuat sebagai pertanyaan oleh April terlihat sedikit membuat Wahyu menjadi berpikir. Sampai membuat Wahyu harus mencari-cari buku menu di kedai ini.“Kamu mau pesan es kr

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Keceriaan seperti Bunga Hati

    Wahyu hanya melengkungkan senyuman tipis di bibir setelah mendengar ucapan April. Belum lama, lelaki itu sudah menggenggam tangan April dan mengelus-elusnya dengan lembut. Lantas diciumnya tangan April dengan kecupan yang sangat halus.“Aku akan kembali bekerja lagi setelah ini. Kuharap kamu masih mau menunggu,” kata Wahyu.“Pasti aku akan menunggu kamu di sini. Biar aku dan kamu bisa pulang bersama-sama,” ujar April.Percakapan mereka berdua terhenti setelah mendengar suara pintu yang dibuka. Rupanya Anara yang telah masuk ke dalam ruangan. Wahyu lantas saja mengalihkan pandangannya kepada sekretaris pribadi yang sudah membawa beberapa lembar kertas untuknya.“Selamat siang, Pak. Ini saya bawakan beberapa lembar dokumen untuk kamu baca,” kata Anara.“Berikan kepadaku. Aku akan mempelajarinya setelah ini,” kata Wahyu, memberi balasan.Anara tidak menjawab melainkan hanya memberi anggukan. Setelahnya, Anara memberikan beberapa lembar dokumen ke tangan Wahyu. Tentu Wahyu menerima lembar

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Kembali ke Rutinitas

    April tertegun setelah mendengar bisikan dan suara lirih dari Wahyu. Betapa tidak sebab ucapan dari pria yang menjadi kekasihnya itu sangat menyentuh hati. Bahkan sebelum ini, belum pernah April menerima ucapan kasih sayang dari seorang laki-laki.Dengan bibir yang masih terdiam, April bahkan hampir tidak menyangka akan membalas seperti apa ujaran Wahyu. Bagi wanita itu, ungkapan semacam ini hanya sanggup untuk dia dengar.“Jadi tolong jangan kecewakan aku. Aku tidak sanggup apabila dikecewakan oleh orang yang paling aku sayangi,” kata Wahyu.April menoleh hanya untuk sekedar memandang pada Wahyu. Pria yang saat ini sedang mengarahkan pandangannya kepada April itu menunjukkan binar mata yang jernih. Seakan-akan menandakan bahwa setiap kata yang dia keluarkan adalah hal yang paling berarti.“Aku tidak akan membuat kamu kecewa, sayang. Aku akan usahakan apapun yang terbaik bagi kita berdua,” ujar April.“Jika memang seperti itu, aku akan senang mendengarkannya. Aku tidak akan meragukan

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Menghabiskan Saat Berdua

    Wahyu masih mengarahkan pandangannya kepada April. Tak dia sangka jika perempuan itu akan memandangi minuman yang dia berikan. Tanpa sadar pula Wahyu melengkungkan senyuman di bibir karena ulah April yang terlihat menggelikan.“Minum saja, jangan hanya melihat pada bungkusannya. Aku jamin rasanya pasti enak,” kata Wahyu.“Ya, tentu. Sebentar lagi aku akan meminumnya,” ujar April, membalas kata-kata Wahyu.“Selamat minum es jeruk passionnya, sayang,” kata Wahyu, melembutkan suaranya untuk April.Wahyu lantas berpaling wajah dari April. Setelah tak lama, April lekas mendekatkan bungkusan es ke dalam mulut. April menyedot minuman dari sedotan plastik hingga terasa bahwa rasa jeruk dan buah passion terasa menyegarkan.April seakan ingin mencobanya lagi dan lagi. Baru sekali menyedot saja kerongkongannya sudah terasa dilegakan, apalagi kalau berulang kali. Rasanya tidak sia-sia jika Wahyu telah membelikannya minuman dengan rasa seperti itu.“Apa kamu menyukai es yang aku belikan untuk kamu

  • 30 Hari Menggapai Cinta   Kencan setelah Bekerja

    April terlihat masih sabar dalam menghadapi Wahyu. Ucapan kekasihnya yang baru saja dia dengar tidak dia masukkan ke dalam hati. Karena bagaimanapun Wahyu memang masih membutuhkan Anara dalam hal pekerjaan.“Aku tidak masalah jika kamu masih berurusan dengan wanita itu. Mungkin saja dia memang perempuan terbaik untuk menjadi sekretaris pribadi kamu,” kata April.“Benar seperti itu. Aku senang jika kamu bisa memahami kondisiku,” ujar Wahyu.“Iya, tak mengapa. Bukan masalah besar agar aku bisa mengerti kamu,” kata April.Wahyu lantas menunjukkan senyuman lebar di depan April. Tak menyangka jika April tidak ingin marah, melainkan membalas senyumannya dengan wajah yang penuh ketulusan.“Baiklah, berhubung sekarang aku tidak ada pekerjaan lagi. Tidak ada yang harus kuselesaikan secepat ini,” kata Wahyu.“Benarkah demikian? Jika memang begini, lebih baik kita pergi keluar sebentar dari ruangan ini,” ujar April, mencoba memberikan usulnya.“Kamu ingin cari udara segar?” tanya Wahyu.Secepatn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status