Share

Bab 4. Tugas Pertama Binar

Author: Ai Bori
last update Last Updated: 2023-09-15 09:53:52

Untuk kedua kalinya panggilan tersebut diputuskan secara sepihak. Belum lagi bekerja, kesabarannya sudah sangat diuji saat ini.

“Udah? Gitu aja? Dasar kanebo kering! Dia pikir aku pembantunya? Argh!” Binar terus berbicara sendiri sampai ia kesal dengan dirinya sendiri.

Binar pun melajukan motornya dan mengitari jalanan kota. Seperti biasa jalanan sangat macat dan ramai, apalagi jaraknya tidak dekat. Sudah bisa dibayangkan betapa lamanya di perjalanan saat naik motor dari bandung ke ibukota Jakarta.

Beberapa jam kemudian Binar sampai di PT. Angkasa Group. Ini kali kedua dirinya berada di sana. Namun sekarang berbeda dengan yang kemarin, perasaan cemas dan khawatir pun melanda saat ini.

Binar berlari hingga dirinya sampai di depan lift, namun ia enggan naik begitu pintu tersebut terbuka. “Kok nggak ada karyawan yang mau naik juga?” gumamnya.

Akhirnya Binar pergi ke meja resepsionis lagi, “Mbak, maaf. Bisa bantu aku lagi, nggak?”

“Naik lift?” tanyanya.

“Iya! Bisa, ‘kan? Tolong dong, please.”

“Maaf, Mbak. Bukannya aku nggak bisa tapi sebentar lagi kita ada tamu penting dan aku harus berada di tempat.”

“Baiklah, terima kasih.”

Binar pergi dalam keadaan kecewa. Dengan sangat terpaksa ia masuk ke dalam lift tersebut. Di dalam sana dirinya berpegangan dengan setiap sudutnya sambil menutup matanya. Entah mengapa saat ini tidak ada satu karyawan pun sampai di lantai atas yang masuk kedalam lift tersebut.

Begitu lift terbuka, Binar mengelus dadanya. “Akhirnya,” gumamnya.

Binar berlari hingga sampai di ruangan Presdir Tama. Ia mengetuk pintu terlebih dahulu, dirinya masuk setelah dipersilakan.

“Maaf, Pak Presdir. Saya sedikit telat! Saya tadi kena macet. Maaf, Pak. Tapi saya sudah bawa sarapan untuk Bapak. Hm, sebentar, ini dia.” Sambil mengambil sebuah box makan dari paperbag berwarna kuning yang ia bawa.

“Maaf, Pak. Hari ini kita sarapan homemade dulu, ya. Tapi saya jamin ini rasanya enak sekali!” lanjut Binar.

Sementara Presdir Tama kini sedang melipat kedua tangannya di atas meja sambil memerhatikan penjelasan Binar. Dirinya baru mengetahui jika Binar tinggal di Bandung.

“Pak Presdir nggak suka, ya? Ini bukan buatan saya kok, ini buatan Ibu saya. Tapi rasanya enak banget. Kalau soal kebersihan, ini sangat higienis!” Lanjut Binar saat melihat Presdir Tama hanya diam sejak tadi.

Sebenarnya Presdir Tama tidak ingin memakannya. Tampilan makan yang ia bawa sedikit aneh membuatnya tidak berselera makan. Namun saat Binar mengatakan orangtuanya ‘lah yang memasak, mau nggak mau Presdir Tama pun memakannya.

Binar memerhatikan atasannya makan, suapan pertama yang masuk di mulut Presdir Tama membuatnya sedikit takut karena wajah lelaki itu sangatlah datar. “Bagaimana, Pak? Enak, ‘kan?” tanya Binar.

Presdir Tama tidak menjawab, ia hanya menyuruh Binar untuk duduk lewat tangannya. Aneh sekali, pikir Binar. Setelah beberapa saat akhirnya makanan tersebut habis tak tersisa.

“Ketika saya makan, jangan ajak bicara!” titah Presdir Tama dengan tegas. “Hari ini kamu saya maafkan, tapi tidak untuk lain kali. Berhubung rumah kamu jauh, kamu bisa pakai apartemen yang saya sewakan didepan perusahaan ini. Jadi kamu tidak perlu pergi dengan jarak yang jauh.”

“Tapi, Pak —”

“Saya, Presdir Tama. Saya tidak pernah menerima penolakan!”

Binar hanya tertunduk dengan lesu, percuma saja ia menolak, pikirnya. Tak lama kemudian Presdir Tama berdehem buat Binar harus tersenyum ramah lagi padanya. “Ya, Pak?” ucap Binar.

“Kamu sudah sarapan?”

“Maaf?”

“Sarapanlah! Sebentar lagi kita ada meeting.”

“Ba—baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu.”

“Mau kemana?”

“Ta—tapi mau sarapan,” kata Binar kebingungan.

“Memangnya saya ada nyuruh pergi? Di sini sarapannya!” titahnya kembali.

“Tapi, Pak —”

“Apa kamu tuli?”

Binar menggelengkan kepalanya, ia membuka box miliknya. Kemudian ia memakannya dengan sangat lahap sampai habis tak tersisa. Melihat Binar makanzl membuat Presdir Tama sedikit tergelitik. Apalagi terlihat berserakan seperti itu.

“Maaf, Pak Presdir. Saya lapar sekali, dari tadi Cuma makan angin saja dijalan.” Tiba-tiba Binar mengatakan itu karena merasa diperhatikan oleh atasannya saat sarapan.

Rasanya Presdir ingin sekali tertawa, inilah yang membuat Presdir Tama tidak jadi menghukumnya. Tingkah lucu Binar membuatnya lupa untuk marah. Aneh sekali, bukan?

“Pilihkan pakaian saya!” ucap Presdir Tama pada Binar saat melihat wanita itu selesai membereskan makanannya.

“Itu beneran tugas saya?” tanya Binar balik.

Presdir Tama berjalan mendekatinya, mereka sangat dekat hingga membuat Binar terbentur dinding dengan pelan. Suara nafas yang bersahutan pun terdengar jelas.

“Saya sudah bilang takkan menjelaskan untuk kedua kalinya, bukan?”

“Siap, Pak Presdir. Siap!” Binar gelagapan, ia langsung menyingkir dari tempat tersebut kemudian beralih ke lemari Presdir Tama.

Ini adalah kali pertamanya ia menjadi seorang asisten, tentu saja dalam memilihkan pakaian yang pantas untuk atasannya adalah hal yang tabu baginya. Bagaimana bisa ia melakukan itu sementara untuk pakaian dirinya saja dirinya masih meminta bantuan sang ibu?

‘Pakaian mana yang cocok, ya,’ batin Binar sambil mengobrak-abrik lemari tersebut.

Lemari pakaian Presdir Tama terletak di pojokan, ia terlihat seperti pintu agar tidak tampak jika itu adalah lemari. Namun Binar salah membuka bagiannya, begitu ia membuka bagian tersebut ternyata itu beneran lemari yang di dalamnya adalah ruangan rahasia.

Hanya sekilas Binar melihat ruangan tersebut, karena Presdir Tama langsung menutupnya. Binar terkejut dan langsung menundukkan kepala, “Maaf, Pak Presdir!”

“Sedang apa kamu?” suara lelaki itu terlihat sangat marah.

“Saya pikir itu lemari, maaf, Pak Presdir.”

“Sudah ketemu pakaiannya?”

Binar langsung kembali melakukan tugasnya, tak lama kemudian ia mengambil setelan jas berwarna kuning lemon. Beserta dasi yang berwarna sama dengan sedikit mengkilap.

“Bagaimana dengan ini, Pak Presdir?” tanya Binar dengan wajah berseri.

“Kamu ingin mempermalukan saya?”

Binar mengerutkan alisnya, padahal warna tersebut sangatlah manis, model jasnya juga bagus dan Binar sangat yakin harganya pun mahal. “Ini bagus, Pak.”

“Kita akan meeting jam 12 siang sekaligus makan bersama dengan mereka. Menurut kamu apa wajar pakaian ini saya pakai?”

Binar hanya diam sambil mencermati ucapan atasannya tersebut. “Sepuluh menit lagi kamu harus sudah membawa pakaian untuk saya. Saya tunggu di meja. Oh, iya, satu lagi, saya suka warna navy.”

Presdir Tama langsung pergi meninggalkan Binar. ‘Kalau nggak mau dipakai, kenapa dibeli? Aneh sekali. Ternyata laki-laki juga sama rempongnya, ya? Baju saja harus balance. Aku kira sultan itu enak, ternyata merepotkan,’ batin Binar.

Tak lama kemudian ia menemukan setelan jas berwarna biru tua, dipadukan dengan kemeja berwarna hitam. Ia sangat yakin pakaian ini sangat tepat sekarang.

Binar pun memberikan setelan jas tersebut pada atasannya. “Ini, Pak Presdir. Semoga suka!”

Binar pun berniat keluar dari ruangan namun lelaki itu menahannya. “Mau kemana?” tanyanya dengan wajah datar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 37. Senja akhir cerita

    Senja akhir cerita. Di waktu yang senja, seorang wanita sedang duduk meratapi dirinya. Datang karena pekerjaan, pergi karena cinta. Itulah yang dilakukan Binar beberapa waktu lalu. Awalnya, tidak betah bekerja dan ingin segera pergi dari perusahaan itu. Namun, siapa sangka jika cinta datang karena telah terbiasa. “Andai saja, tidak ada perjanjian itu. Aku akan pergi sebagai seorang miliarder, bukan pemburu cinta!” Teriak Binar. Setelah pergi dari perusahaan milik Presdir Tama, Binar bekerja di salah satu restoran yang berada di pinggir laut. Gaji tak seberapa. Tak pula sebanding dengan yang diberikan Presdir Tama. Pun, juga tidak pantas jika dilihat dari gelarnya bersekolah dulu. Namun, dia tetap harus bekerja, jauh dari kota agar tidak dapat bertemu kembali dengan Presdir Tama. Hari semakin larut, senja mulai hilang. Binar pun beranjak dari pasir pantai itu dan berencana untuk kembali ke kosnya.Binar mengusap air matanya lalu ia berjalan tanpa melihat arah. Karena ia menunduk, i

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 36. Keputusan Binar

    Taman di mansion milik Tuan Angkasa cukup besar. Bahkan juga ada beberapa wahana seperti pelosotan dan ayunan sebagai pelengkap.Saat ini Binar dan Presdir Tama sedang berada di tamat tersebut. Banyak sekali pertanyaan yang ada dibenak Binar. Sedangkan Presdir Tama terlihat dingin menatap lurus ke depan. "Pak Presdir —""Saya mencintaimu!" seru Presdir Tama."Apa?""Anggap saja saya mencintaimu."Binar semakin kecewa, dia mengira lelaki itu benar-benar menyukainya. Tetapi ternyata semua itu hanya bagian dari rencana. Binar menggelengkan kepala, "sorry tapi ini diluar dari kesepakatan kita. Saya tidak setuju! Pernikahan bukanlah permainan, Pak Presdir. Saya tidak bisa mengotori ikatan suci itu dengan perjanjian konyol ini.""Bagaimana kalau kita nikah beneran? Hanya dua tahun saja. Saya tidak akan menyentuhmu. Kita buat pernjanjian secara tertulis lagi. Bagaimana?""Tidak! Saya tidak setuju!""Bagaimana kalau bayarnya 100 kali lipat?""Apa anda sudah gila?" Binar sudah tak dapat lagi

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 35. Lusa harus menikah!

    [Buka pintunya sekarang!]Binar terperanjat kaget, kini kepalanya 'lah yang terbentur oleh lemari kecil yang berada di sebelahnya. Untunglah, panggilan tersebut terputus secara sepihak.Binar membuka pintu apartemen tersebut. Dengan spontan dia mundur kebelakang saat Presdir Tama masuk ke dalam. "Apa kita perlu ke dokter?" tanyanya.Binar menggelengkan kepala. Pria itu memerhatikan gadis cantik di hadapannya dari atas sampai bawah. "A—ada apa, Pak Presdir?""Apa kamu terbentur?""Ya, Pak Presdir nelpon saya, buat saya jadi terkejut.""Kamu menyalahkan saya? Lagian kenapa kamu masih tidur jam segini? Kamu lupa akan bertemu dengan ibu saya?""T—tidak, t—tapi …""Pakai ini!" Sambil menyerahkan sebuah paper bag yang sudah berisi pakaian lengkap. Bahkan tas, sepatu dan aksesoris lainnya juga sudah dipersiapkan. "Jangan ngintip, ya!" Seru Binar sambil berlari ke kamar mandi. "Kamu pikir saya selera?" ketus Presdir Tama. Binar masuk ke kamar mandi dan menyelesaikan rutinitasnya. Satu jam

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 34. Shit!

    Seharian bersama David membuat Binar kenyang, terhibur dan berkecukupan. Hatinya tenang karena tidak memikirkan atasannya yang super menyebalkan. Urusan Presdir marah atau tidak, itu belakangan.Tak terasa, malam pun tiba. Binar diantarkan oleh David ke kamarnya."Lo senang, Queen?""Lo bilang apa, Kak?" Binar melototkan matanya. "Ah, sorry. Gue masih kebawa perasaan. Okay deh, gue ulangin. Lo senang nggak, Binar?"Binar tersenyum, "thanks, Kak.""Lo yakin nggak mau gue antar sampai kamar?""Nggak usah, Kak. Makasih!"David langsung menatap gedung apartemen tersebut. Saat ini pria itu berada di parkiran bersama Binar. Binar benar-benar tidak memberikan izin masuk, meskipun hanya sampai di lobby. Karena menurut Binar, itu tidak pantas. Selain David bukan siapa-siapa, tempat yang ia huni bukanlah miliknya."Tapi Lo hebat, Lo bisa tinggal di apartemen mewah ini. Kemarin Lo beli berapa? Atau Lo nyewa?" "Lo ngeremehin gue, Kak?""Maaf, bukan maksud buat Lo tersinggung. Maaf, bukan itu ma

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 33. Senyum yang dirindukan

    "Kamu ambil cuti cuma mau makan di sini? Sama siapa?" tanya Presdir Tama."Sa—"Olive berdehem membuat Binar menghentikan ucapannya. "Honey, kayaknya dia butuh waktu untuk sendirian. Makannya sendiri doang. Yuk, kita tinggalin!""Saya sama teman dekat saya. Iya!""Teman dekat?" tanya Presdir Tama."Ups! Secepat itu kamu berpaling, Binar? Bukannya kamu kemarin baru saja dekat dengan my honey, ya? Kenapa sekarang ada teman lainnya? Aduh, honey. Pilihan kamu sudah tepat dengan milih aku! Dari pada gadis ini, kamu sudah menyelamatkan diri kamu dari gadis yang berkhianat!"Binar meninggalkan mereka yang sedang berdebat. Dia pergi ke meja David tadi. "Kak David!" panggilnya.Respon David di luar dugaan, dia malah tersenyum lebar sambil menepuk tangan. "Gue tahu, Lo pasti mau minta maaf karena udah kayak tadi sama gue 'kan? Gue maafin!""Ck, tolong gue!""Maksud Lo?"Binar menarik tangan David, "Maaf, nanti gue ceritain!"Keduanya sudah berdiri di hadapan Presdir Tama dan Olive. Dengan terpa

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 32. Lo lagi ... Lo lagi ....

    Berjalan dengan santai, membeli yang dia mau, berfoya-foya, pergi ke spa untuk memanjakan dirinya, nonton di bioskop serta melakukan apa saja yang dia inginkan di sana. Sudah hampir lima jam dia di dalam mall, karena tadi sempat menonton dan ke salon. Kini wanita itu kelelahan, perutnya keroncongan. Tepat di sebuah cafe, dia menaruh bokongnya di kursi berwarna cream. Tempatnya sangat nyaman. Sebelum bekerja, dia sempat ingin ke tempat itu, karena banyak sekali kalangan atas yang memilih tempat tersebut untuk makan ataupun ajang spot foto saja. Dibilang spot foto karena hanya memesan minuman saja, tetapi duduknya sampai berjam-jam. Hayo, siapa yang seperti itu juga? Hehe.Kini dia berhasil ke tempat tersebut, walaupun tidak bersama teman-temannya. Dia memegang sofa yang dia duduki. "Pantas saja apa-apa mahal di sini, duduk aja senyaman ini!" gumam Binar sambil cekikikan sendiri.Tanpa Binar sadari, seorang pelayan sedang berdiri di hadapannya. Dia terus melamun sambil membayangkan y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status