Mike membanting pintu perpustakaan pribadinya, dia melangkah lebar mendekati Steve dan Jake menahannya segera ketika mereka saling berhadapan. Steve duduk tenang di salah satu bangku putar berwarna merah terang dengan sandaranya yang empuk, kakinya menyilang di atas lutut dan saat ini dia menatap Mike dengan pandangan begitu merendahkan seolah dialah tuan rumah di sana.
“Apa maumu sebenarnya?!” bentak Mike dengan kemarahan yang tidak ditutupi.
Jake tertawa sarkastik, menghasilkan suara
Gadis itu menatap makanan di hadapannya dengan tidak berselera, dia menggenggam sendok stenlis di tangan kanan yang masih menggantung di udara. Reina yang sedari tadi berada di sebelah Diana hanya bisa mengawasi tanpa menyela, dia takut mengusik ketenangan Diana. Sejak dua hari yang lalu, pasca percobaan pelecehan seksual yang Diana alami, gadis itu lebih banyak diam. “Aku kenyang,” kata Diana sembari meny
Gelapnya ruangan membuat Diana semakin merasakan betapa nyata mimpi buruknya. Dia menangis dan panik, lalu bangkit dari tempat tidur. Di kamar itu dia sendiri dan semakin membuatnya takut, tubuhnya bergetar sembari terus terisak. Hatinya berbisik agar dia keluar dari sana dan mencari seseorang, namun ke mana. Dia tidak mungkin ke kamar pria itu karena insiden siang tadi, tetapi ...Kepala Diana terus dibayangi bayang-bayang yang saling berkejaran hingga membuat kepalanya sakit seakan ingin pecah rasanya, tak dipedulikannya lagi akal sehat yang terus menahannya untuk bertahan di kamar itu, sehingga tanpa sadar kakinya melangkah setengah berlari hingga ke
“Anda boleh keluar Nona,” ucap Reina dengan nada senang yang tidak ditutupi. Mendengar hal itu, nyaris saja Diana menumpahkan minuman di tangannya. Dia menatap Reina dengan binar bahagia dan tidak percaya secara bersamaan.“Benarkah?” tanyanya, untuk memastikan pendeng-arannya.Reina terkekeh. “Ya,” jawabnya cepat.
Selama perjalanan pulang tidak ada yang membuka percakapan. Hanya terdengar isak tangis Diana yang membuang pandangan dari Mike, sedangkan Mike menatap Diana dengan pandangan sulit digambarkan. Dia menyentuh bahu Diana, bermaksud menarik gadis itu ke dalam pelukannya, tetapi bibir mungil Diana meringis menahan sakit. Mike mengernyit heran, namun akhirnya dia menyadari sesuatu.“Julian, jangan berbalik, atau mengintip dari spion, jika kau melakukannya, aku akan memecatmu saat ini juga!” kata Mike dengan suara tajam dan dalam.
Mike berangkat bersama Diana menuju sebuah Villa yang berada di perbatasan kota. Mereka tidak berdua, ada Bima, dan Rudith yang ikut bersama, sedangkan Jake sudah lebih dulu tiba di sana. Mobil yang membawa mereka sampai ke halaman Villa dua jam kemudian. Diana merasa malas untuk sekedar turun dari mobil, tetapi dia tidak punya pilihan.Ketika menginjak ubin yang melapisi halaman Villa tersebut, Diana terpaku sesaat, menatap keindahan tempat itu. Matanya mengerjab takjub saat melihat view yang menyuguhkan jajaran bukit dengan pepohonan di depannya, ada air terjun
Mike berjalan menuju mobil dan Jake yang sedari tadi hanya diam tanpa ikut bergabung dalam pembicaraan mengikuti dari belakang. Setelah berada di dalam mobilnya, Mike memukul setir dengan keras berkali-kali, meluapkan emosi yang tertahan sejak Diana menghilang, lebih tepatnya melarikan diri.“Sebar orang-orangku untuk mencarinya, dia pasti kembali ke kota dan beritahu mereka bahwa ini darurat. Aku tidak akan menunggu seharian, jadi usahakan mereka menemukannya hari ini juga!” katanya dengan suara dalam penuh perintah yang mutlak untuk dikerjakan.
Sebuah sentuhan ringan menyapu lembut pipinya yang dilewati jalur air mata, jari-jemari itu mengelus rambutnya dan membuat Diana gemetar. Dia tidak berani membuka mata, dia ketakutan, tetapi ada yang aneh dari sentuhannya. Itu sentuhan lembut yang menggelitik hati, sentuhan yang menenangkan dan takut bersamaan. Perlahan mata Diana membuka dan dia terpaku melihat sepasang mata saphir menatap tepat ke kedalaman matanya.“Mike ...,” bisik Diana tidak percaya. Dia mengerjab-ngerjabkan mata dan meyakinkan diri bahwa itu ilusi, tetapi pria di hadapannya ini tetap tidak menjawab. Wajah mengeras, rahang mengetat, bibir menipis, dengan mata menatap tajam yang me
Mike menarik dasinya dan berjalan dengan gontai memasuki rumah, kepalanya berdenyut hebat seakan memukul setiap bagian tengkoraknya. Sejak mendarat dari bandara hingga ke mari yang dia pikirkan hanyalah berbaring di dalam kamarnya dan keinginannya semakin besar ketika dia melewati pintu depan hingga melintasi ruang tengah. Tidak seperti biasa, nafsu makannya hilang, dan dia mengabaikan jadwal makannya yang tertata dengan baik, pukul delapan malam. Saat ini dia ingin berbaring, meluruskan seluruh tubuhnya di atas kasur dan tidur dengan tenang. Baru satu langkah dia menaiki tangga, sebuah tubuh menimpanya dari atas hingga dia terjatuh di lantai dan tentu saja mengejutkannya. Untung saja kepalanya tidak membentur lantai, namun rasa sakit menjalar di sepanjang punggung hingga pinggang, membuatnya meringis.