“Okey, we can meet later in BIP, is that okey?” Kejora tengah berbicara dengan seseorang di balik telpon.
Dengan pekerjaan yang masih menumpuk akibat akhir tahun dan audit besar-besaran, maka semua karyawan terkena dampaknya, seperti Kejora salah satunya. Dia bolak-balik ke ruangannya lantas menuju ruangan lain, membuat laporan, menyocokkan dana dan sebagainya sembari dengan benda pipih bernama android itu menempel terjepit antara bahu dan telinganya saat ini.
Kania sendiri sudah tak terkena masalah beruntun, karena memang dia hanya menghitung pengeluaran sang atasan saja dan setiap minggu dia membuat laporannya, berbeda dengan bagian administrasi keuangan bidang lainnya, seperti Kejora salah satunya.
Dia malah mengekori Kejora yang bergerak ke sana kemari tanpa henti bak setrika yang tengah menghangatkan pakaiannya.
“Okey, we will meet at 07.00 pm, bye ....” Kejora menutup panggilannya dan mendesah lelah.
Di tangannya masih ada dua tumpukan laporan lagi yang harus dia serahkan kepada atasannya.
“Gimana? Gimana? Jadi ketemuan sama si abang bule?” berondong Kania yang masih merasa penasaran dengan kenalan Kejora melalui aplikasi kencan itu.
Kejora tersenyum lelah, dia tertawa setelahnya. Mengikuti saran gila dari Kania memang tak ada benarnya. Namun, dia juga membutuhkannya. Jadi, mau tak mau dirinya lebih baik melakukan refreshing sejenak di tengah hiruk pikuknya pekerjaan saat ini.
“Sudah deh, aku aja yang mengerjankan, kamu udah ke BIP aja, kasihan kalau dia sampe nunggu loh ...,” seloroh Kania yang menyerobot tumpukan laporan milik Kejora.
“Tapi, Kan—” Suaranya terhenti dengan interupsi dari Kania saat ini.
“Sudah saatnya kamu berburu pria juga kok, biar nggak jomblo terus, biar bisa double date,” imbuh Kania cepat-cepat.
Kejora menyambar tasnya lantas akan pergi meninggalkan Kania, namun sahabatnya itu malah mencekal tangannya. “Wait! Wait! Wait! Kamu mau pergi gini aja?” Kania malah mengarahkan hidungnya mengendusi pakaian Kejora.
Wanita itu menatap dari ujung kaki sampai ujung kepala, menelisik Kejora yang merasa bingung dan risih dengan tingkah sahabatnya kali ini. “Ih, kenapa sih, Kania?” tanyanya sambil sedikit memundurkan tubuhnya saat ini.
“Kamu serius mau ketemuan kek begini? Isssh! Tak patut! Sini!”
Grep! Kania menegaskan pegangannya di bahu Kejora. Dia menuntun tubuh Kejora untuk duduk di kursi berputar, lantas mengeluarkan seperangkat alat make up dan juga satu kemeja floral yang sellau dia bawa sebagai baju ganti untuknya.
Kejora hanya bisa pasrah. Sebenarnya tubuhnya sudah luluh lantak namun dia tak enak menolak niat baik sang kenalan yang ingin mengajaknya kopi darat saat ini.
Kejora pasrah saat rambutnya disisiri lantas dikepang ke samping, lalu wajahnya dibersihkan dari segala debu dan sisa-sisa keringat dan Kania melakukannya dengan senang hati, memberikan sentuhan sedikit riasan ke wajah Kejora yang mulus.
“Duh! Wajah kamu mulus banget, nggak pernah jerawatan deh ini,” oceh Kania yang masih asik menepuk-nepuk wajah Kejora dengan spons beralas cushion miliknya.
“Heum ....” Kejora hanya bisa berdeham saja.
Sentuhan terakhir.
“Buka bibirnya dong!” perintah Kania dengan tak sabaran.
Kejora menuruti perkataan sang sahabat terbaiknya. Sahabatnya itu memoleskan lipstick nude kesayangannya yang harganya mencapai satu juta, hadiah dari Adam katanya. “Coba, dicap-cap!” Kania sampai memeragakan pergerakan bibir terbuka dan menutup untuk merapikan lipstick di bibir Kejora.
Kejora bagai anak-anak yang bisa didandani sesuka hati oleh Kania saat ini. “Dah, sana! Ganti baju dan langsung berangkat!” Kania mendorong tubuh Kejora menuju toilet terdekat.
Kali ini Kejora harus mengakui bagaimana Kania membuat wajahnya terlihat segar dan pakaian yang dikenakannya begitu cocok bukan main di tubuhnya. Kecantikan yang terpantul di cermin membuat senyuman di bibir gadis itu terulas indah.
“Cantik!” pujinya pada dirinya sendiri.
Kerutan matanya hilang, terlihat berbinar dengan sedikit rona di pipinya. Wajah kuning langsatnya sangat cocok dengan riasan yang diaplikasikan oleh Kania.
Dia mencangkol tas selempangnya dan menuju area parkir. Hampir tiga hari ini dia membawa mobil yang baru dibelikan oleh ayah tirinya.
Menjelang malam sabtu rupanya jalanan menjadi macet panjang seperti ini. Kejora mendesah lelah, benar-benar tak bisa diprediksikan kalau Bandung pun bisa semacet ini. Mobilnya bahkan bergerak hanya dua menit lantas terhenti kembali.
Di luar mobilnya, langit sore dengan jingganya mulai menghiasi atas bumi. Kejora bisa melihat mega yang indah ini sesering mungkin ketika berada di Indonesia. Senyumannya terulas kecil, dia menikmati senja yang ada di sini.
Suara klakson yang bergantian dan tak sabaran ingin menerobos menjadi satu hal yang paling tak dia sukai. Kalau begini dia seharusnya memilih kafe pinggir jalan yang sepi saja bukannya bertujuan ke Mall begini.
Kejora keluar dari mobilnya, dia berjalan penuh rasa percaya dirinya, membuat atensi bercampur arogansi yang menguar menjadi kharisma yang sangat kentara. Bahakn pengunjung di sana yang berpapasan ikut melihat tak teralihkan selama beberapa detik.
Dia berbeda di pandangan mata mereka.
Oke, dia mencari salah satu kafe yang dituju oleh dia dan Mike Gilbert untuk sekedar kopi darat dan bersantai. Kejora melihat salah satu pria asing berkebangsaan Eropa yang tengah menunduk, memainkan ponselnya dengan arah miring darinya.
Berkali-kali Kejora memastikan kalau memang itu adalah Mike yang akan ditemuinya.
Drrrt ... drrrt ...
“Astaga!” Kejora terkejut saat ponsel yang dipegangnya bergetar dan Mike menghubunginya. Kali ini dia merasa gugup bukan main sampai-sampai dia tak bisa mengangkat telpon dari Mike karena jarinya tak sanggup menggeser ikon hijau dalam beberapa detik.
“Halo, Mike,” sapanya usai berhasil menjawab panggilan pria bule itu.
“Where are you? Are you arrive here?” tanya pria yang tengah duduk dan kini berbicara di ponsel.
Oke itu dia!
“Just see on your right side, Mike,” timpal Kejora dengan senyuman terulas meski gugup saat ini.
Deg! Deg! Deg!
Jantung gadis itu bekerja ekstra tanpa diperintah saat ini, ketika mata biru pria itu memandangnya. Kali ini seolah-olah tubuhnya ditarik gravitasi yang meningkat berkali lipat.
Deg! Kepala Kejora pening seketika di saat pria bertubuh tinggi besar itu tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya.
‘Oh My God!’ Batinnya berteriak kegirangan dengan segala kesempurnaan fisik yang dimiliki pria itu.
Bahkan pria bernama Mike itu berdiri dan menuju ke arahnya. Rambut ikalnya yang memiliki warna jahe sangat unik. Khas sekali keturunan Eropanya, benar-benar berbeda dari banyaknya warga Belanda yang pernah Kejora jumpai.
Tubuh gadis itu kaku dan semakin tak bisa digerakkan ketika Mike berjalan ke arahnya sampai mereka saling berhadapan saat ini.
“Hai, Jora?” Dan saat itu juga, suara dari Mike menggema di telinganya, membawakan alunan nada yang semakin memaku tubuhnya sejajar dengan pusat bumi, sementara manik hitamnya membulat menatap penuh kagum pada sosok Mike Gilbert yang tengah menyapanya sambil tersenyum indah. Satu kata, tampan!
(Ps, jangan lupa tambahkan ke library dan komen-komen yaaa)
Halo, jangan lupa tambahkan ke rak buku kalian ya, komen-komennya dong sama gem juga boleh, hihi buat menyemangati otor untuk nulisnya nih, see youuuu
Kejora tak pernah tahu kalau bertemu pria bule bernama Mike ini menimbulkan efek berkepanjangan. Jelas-jelas pria itu memiliki pesona mematikan dengan mata biru dan rambut jagungnya yang dibiarkan berantakan malah menimbulkan kesan seksi yang tak terkendali saat ini. Tangannya mendadak mengeluarkan keringat dingin nan deras dan jantungnya terus berdetak hebat menyuarakan kegugupannya yang kian kencang seiring matanya menatap dalam-dalam sosok bertubuh tinggi besar tengah menuju ke arahnya sembari melemparkan senyuman mautnya. Deg! Deg! Deg! ‘Berhenti kau jantung sialan!’ maki Kejora dalam hatinya sendiri saat ini. Degupan jantungnya seolah-olah terdengar sampai keluar, dia merasa semua orang memperhatikannya dan mencuri-curi pandang ke arah Mike. Jelas saja, pria itu memang paling berbeda penampilannya di kafe ini. Batinnya tengah bergulat mencoba menghentikan rasa gugupnya, bibirnya terkaatup rapat seiring denga
Siapa yang menyangka seorang Kejora bisa terus memikirkan pria di dalam otaknya untuk saat ini? Bahkan dirinya sendiri pun tak menyangka akan bisa seperti ini, terperangkap dengan sosok Mike yang satu minggu lalu ditemuinya. “Kejora, kamu bisa ikut saya rapat ke perusahaan Angkasa Jaya?” ajak atasan Kejora yang merupakan direktur keuangan di sana. Deg! Srekkk! Brak! Perempuan yang dipanggil namanya itu setengah menggebrak meja karena terkejut. Kejora yang tengah duduk melamun terperanjat seketika saat mendengar suara atasannya yang tiba-tiba sudah berdiri di depan mejanya saat ini. Matanya hampir menggelinding seiring dengan jantungnya yang siap meluncur bebas.
Kalau waktu menjadi pemerhati untuk kedua insan yang saling beradu pandang, maka jelas waktu adalah sesuatu yang bisa dirasa tanpa bisa dilihat dan diraba. Semuanya menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Seperti Andromeda yang tak paham kenapa dirinya capek-capek ikut menunggu dan terus memerhatikan Kejora yang tengah menunggu sang pujaan. Tanpa ada sapaan, tanpa ada bicara dan hanya bertatapan sebentar namun dia memiliki rasa yang aneh tak terdefinisi dalam sanubarinya sendiri saat ini. *** Kejora mendesah bingung, dia menatap ponselnya lama dengan jari yang mematung, menjadi penyangga untuk ponselnya sendiri. Begitupun Andromeda yang melihat terus menerus profil Kejora, merasa aneh dengan gelagat hatinya yang tak membolehkan dirinya menggulir layar ponselnya sendiri. Jarinya bahkan bisa bimbang dalam menentukan akan memberikan love atau tidak. Lucu sekali reaksi tubuhnya saat ini. Matanya seolah-olah ada yang
Suara gaduh di pelataran benar-benar membuat Kejora risih, apa memang di sini jarang melihat pria barat? Oke, wanita asia suka sekali dengan pria Eropa. Jangan salahkan mereka, dia pun sama sukanya saat ini. Sangat lucu bagi Kejora sendiri ketika dirinya pun ikut mengagumi Mike yang datang menghampirinya. Clarissa, wanita yang menggandeng tangan Andromeda itu juga tak kalah menganga seiring matanya yang menatap Mike, pria bule berambut red ginger. Sangat langka. “Wah, cewek itu seleranya mantap juga, pria bule. Tapi, dianya sih ... biasa aja,” tutur Clarissa ikut berkomentar di samping Andromeda. Andromeda tak suka mendengarnya, kenapa wanita harus mengagumi sosok makhluk kolonialisme itu? Dia berdecih, “cih! Memang apa bagusnya mereka? Kalau begitu kenapa kamu tak mencari partner ONS bule juga?” tanya Andromeda masih dengan nada arogannya saat ini. Clarissa, wanita cantik nan modis, dengan
“Aaa!!! Tidak mau!!!” Teriakan nyaring dari mulut Kejora terdengar melengking. Ini akibat dari Mike yang menggelitiki perut Kejora. Mereka tengah bercanda tawa di pinggir pantai. Usai pertemuan kedua dan ketiga, Mike setuju ikut berlibur bersama Kejora dan kedua sahabatnya yang lain, Kania dan pacarnya. Mereka tengah berlibur ke Bali. “Makanya jangan bermain-main denganku, hahaha ....” tawa puas Mike bahkan terdengar menggelegar. Tadi, Kejora hanya mengerjai Mike untuk memakan makanan yang terbuat dari kaki ayam. Mike yang tak pernah mencoba merasa jijik dan membayangkan bagaimana bisa kaki hewan yang tak berpelindung itu dimakan.
Di tengah malam yang dingin, pria berdarah Eropa itu harus puas dipukuli oleh Kejora yang tak terima karena Mike melihatnya mengenakan bikini. Meski sekarang gadis itu sudah mengenakan handuk yang menutupi hampir seluruh tubuhnya namun tetap saja, Kejora merasa sudah ternodai oleh Mike. “You are pervert Mike!!!” Lagi-lagi dia berteriak kencang, memekakkan telinga Mike tanpa ampun. “Wait! Wait! Wait! Please stop Jora, i am just kidding, au! Stop Jora ... stop ....” Mike menangkap kedua pergelangan tangan Kejora yang terdampar di dadanya. Kejora terdiam, dia membisu karena pandangan netra biru Mike mengunci matanya saat ini. Wajah Mike yang tampan dengan tatapan intens miliknya tertuju pada Kejora. Kejora membeku, tubuhnya kaku tak bisa digerakkan. Otaknya menjadi lumpuh hanya karena tatapan misteri yang diberikan oleh sang Dewa Adonis saat ini. Grep! Srek! Satu hentakan kuat menarik tubuh mungil Kej
Saat debur ombak mulai menggulung hebat tanpa henti, saat itu juga Kejora harus dibuat terkejut akan apa yang tengah dikatakan oleh Mike saat ini. Di pinggir pantai yang sepi, usai mereka mengendarai motor dan berboncengan, Kejora tak menyangka akan mendapatkan pernyataan cinta mendadak saat ini. Telinganya berdenging saat ini. “I like you, lets we make our relationship?” ucap Mike dengan lantang. Pria itu berdiri di hadapan Kejora dengan rasa percaya dirinya yang tinggi. Namun, di sisi lain dia merasa gugup saat berusaha menyatakan ketertarikannya. Kejora terpekur mendengarnya. Dia diam dengan mata yang berkedip-kedip cepat, namun .... Tidak ada kupu-kupu dalam perutnya yang bergerombol memaksa keluar, meskipun dadanya bergemuruh hebat. Tangannya meraba dadanya sendiri. Seharusnya dia senang karena Mike mengungkapkan perasaannya namun .... Keduanya saling te
Tatapan bingung yang dilontarkan Kejora kepada Kania, Adam dan Mike menjadi satu kesatuan utuh. “Kenapa sih kalian ada di depan pintu?” tanyanya dengan polos saat itu juga. Adam sendiri memilih mencari-cai sesuatu lantas menyentuh kening Kania yang saat ini sudah berbaring. “Kania sakit, dia tak bawa kunci kamar kalian dan ... dia dengan Adam menggedor pintu sampai akupun ikut membantu, aku heran kamu sedang apa sampai tak mendengarnya,” tutur Mike yang kini duduk di sofa mengutak-atik tayangan di televise. “Loh, kamu sakit?!” Kejora terburu-buru menghampiri Kania. Sahabatnya itu sudah bergelung selimut dengan wajah sayunya yang memerah. “Dia hanya demam, kelelahan karena berjalan-jalan tadi,” timpal Adam yang mulai menyodorkan segelas air mineral dan paracetamol. Kania yang masih dongkol dengan Kejora pun memilih duduk sebentar untuk meminum obatnya. Rasa pahit obat sepertinya lebih