Tok ... tok ... tok.
Bi Irna berlari tergopoh-gopoh saat mendengar ketukan beruntun mendarat di pintu ruang tamu, tangannya cekatan menarik gagang pintu.
"Alhandulillah Tuan sama Nyonya sudah pulang". Ucap Bi Irna hangat menyunggingkan senyumannya saat mendapati kedua majikannya berdiri diambang pintu.
Senyumannya semakin lebar saat pandangannya tertuju pada sosok lelaki tampan yang berdiri tegak di belakang tuannya.
Ia mengangguk sekilas sebagai tanda penghormatan."Hallo Bibi." Balas Ify balik menyapa ramah.
"Mari masuk"
Ketiganya melenggang masuk saat Bi Irna memberi akses jalan masuk dengan menggeser tubuhnya.
"Makasi bi." Jawab Hendra.
"Papa." Teriak Kayla sembari menghambur ke pelukan lelaki paruh baya yang baru saja memasuki ruang tamu. Dialah Mahendra Gulzar, sang Ayahanda dari Kayla Qirani Putri.
"Kayla kangen Pa," ucapnya manja.
Hendra mengecup pucuk kepala Kayla yang berada dipelukannya dengan penuh kasih sayang. Sudah empat hari lamanya Hendra dirawat dirumah sakit, selama empat hari pula Kayla tak bersua ayahnya.
Pasalnya, jarak rumah sakit dan kediamannya lumayan jauh. Ify, sang Ibunda tentu saja melarang Kayla yang sedang menempuh Ujian Nasional tingkat SMA untuk menjenguk ayahnya.
Ia tak ingin anaknya kelelahan dan juga terganggu psikisnya karena melihat ayah tercintanya yang terbaring pucat di atas brangkar.
"Papa juga kangen kamu." Balas Hendra mengeratkan pelukan anak bungsunya.
"Saya permisi ke belakang dulu." Pamit Bi Irna undur diri. Ia tak mau mengganggu drama mellow keluarga majikannya.
Hendra dan Ify mengangguk kompak.
"Papa jangan sakit lagi yah."
Hendra tersenyum simpul seraya melepas pelukan putrinya.
"Makanya Kamu yang rajin do'akan Papa biar selalu diberi kesehatan."
"Pasti." Jawab Kayla tegas dengan mata berkaca-kaca.
"Ehm..kamu nggak kangen Mama nih?" cibir Ify menghempaskan tubuhnya pada salah satu sofa.
Tubuhnya yang sering begadang menjaga Hendra selama dirawat dirumah sakit terasa tepar setelah menempuh perjalanan pulang kurang lebih 45 menit lamanya.
"Enggak". Sahut Kayla menjulurkan lidahnya.
"Oo gitu sekarang sama Mama".
"Kayla justru seneng kalo Mama lagi pergi. Jadi enggak ada yang marahin Kayla kalo mecahin piring"
Ify memajukan bibirnya. Andaikan tidak ada Hendra, sudah dipastikan telinga Kayla berubah rona menjadi merah sekarang. Apalah daya Ify, seorang istri yang takut transferan direkeningnya dipotong jika ketahuan melukai anak kesayangnya suaminya.
Ify dan Hendra dikarunia dua orang anak. Anak sulungnya berusia 24 tahun dan sudah berumah tangga. Ia bernama Sherly Anindya yang sekarang tinggal di bandung bersama suaminya.
Hendra tergelak keras mendengar pengakuan jujur Kayla. Istrinya memang terkenal rada jutek di mata anak-anaknya.
"Makanya jangan galak-galak sama anak sendiri." Ledek Hendra berusaha menghentikan tawanya.
"Aish, Papa kok nggak belain Mama"
"Terlalu fitnah kalo Papa bilang Mama kalem"
"Galak beigini juga Papa cinta mati." Sombong Ify dengan tersenyum mengejek.
"Itu karena cinta Papa dari hati. Coba aja kalau dari telinga udah pasti Papa mundur teratur. Enggak kuat denger omelan Mama yang pedesnya kaya bon cabe."
"Mama harus banyak bersyukur tuh dapetin Papa yang baik." Sambung kayla yang pro pada Hendra.
Hendra mengacungkan dua jempolnya pada Kayla.
"Coba bayangin deh. Andaikan mamanya galak terus papanya suka ngegas. Pasti kalau lagi berantem bisa-bisa anaknya kena sindrom budeg akut." Imbuh Kayla mulai berangan-angan.
"Mama juga baik kok, mau bangun pagi-pagi bikin sarapan, nyuci baju, ngepel, nyetrika, beres-beres rumah pula"
"Papa juga sabar, mau dengerin oehan Mama yang panjangnya kayak jalan tol. Mama beruntung banget lho"
Ify memicingkan matanya. "Termasuk beruntung kalo denger dengkuran Papa yang bikin insom?"
"Musik pengantar tidur Ma." Sahut Hendra kesal saat aibnya di beberkan di depan umum.
"Tapi kalau dipikir-pikir, jutsru Papa beruntung dapetin Mama meski galak tapi nggak pelit." Ucap Ify manggut-manggut seolah berpikir keras.
"Nggak pelit jatah misalnya." tambah Ify mengedipkan matanya.
Kayla nyengir kuda, sedikit salah tinggal hendak menyahuti.
Anan yang sejak tadi menjadi patung hidup menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia menjadi malu sendiri saat pikirannya travelling ke arah negatif.
Hendra menggelengkan kepalanya, urusannya bisa menjadi panjang jika menyangkut hal yang satu ini.
"Sudah ayok duduk dulu." Tutur Hendra mengalihkan pembicaraan. Ia mengambil tempat duduk di dekat istrinya.
Kayla menautkan alisnya saat seorang lelaki muda ikut duduk bergabung diruang tamu. Sedari tadi Ia terlalu antusias menyambut kedatangan Papanya sampai lupa memperhatikan sekitar.
"Supir baru?" tanya Kayla polos yang langsung mendapat injakan spontan dari Ify.
"Huss sembarang kamu. Ini anaknya Om Jaziel dan Tante Alina." jelas Ify melototkan matanya.
Kayla ber O ria tanda paham. Ia sedikit tahu tentang pasutri yang disebutkan Mamanya. Mereka adalah rekan bisnis Papanya. Sudah puluhan kali pasutri tersebut singgah di rumahnya meski hanya sedekar berbincang tanya kabar.
Lelaki itu menyodorkan tangannya pada Kayla hendak mengajaknya berkenalan.
"Anan Davanka Girris."
Anan menarik kedua sudut bibirnya. Entah apa yang merasukinya sehingga hatinya berdesir pelan saat pandangannya beradu dengan manik hitam milik Kayla. Wajahnya yang polos tanpa make up membuat kesan manis tersendiri.
Kayla setengah hati menyambut uluran tangan di depannya. Perasaanya menjadi dongkol saat sudut matanya menangkap basah kedua orang tuanya saling kode melalui tatapan mata.
Dijamin seratus persen, pertemuan tiba-tiba ini pasti bisa berubah menjadi perjodohan konyol.
"Kayla Qirani Putri."
Anan susah payah menelan salivanya. Ada kehangatan yang menyeruak didadanya saat Ia mengggam tangan Kayla untuk berjabat tangan. Senyum terpaksa Kayla terlihat lucu membuat dirinya semakin gemas.
Sesederhana ini kah arti bahagia yang sesungguhnya? hati ku terasa ringan hanya karena melihat senyumanmu.
Hanya sepersekian detik tangan keduanya menempel. Kayla tergesa melepaskanya. Ia sedikit risih saat Anan memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Kayla memalingkan wajahnya ke arah lain sebelum tangannya semakin gatal ingin mencolok mata lelaki dihadapannya yang sedang menatapnya tanpa kedip.
"Papa kok bisa sama Dia?" tanya Kayla asal.
"Papa kan baru sembuh, belum boleh nyetir sendiri," jawab Ify sekenanya.
"Kan ada Mang Asril?." ucap Kayla menjadi penasaran. Feelingnya mendadak tak enak.
"Mang Asril pasti capek karena kemarin sudah bolak-balik nganter keperluan Mama menginap." Sambung Hendra ikut menjelaskan.
"Itung-itung biar kalian saling berkenalan siapa tau berjodoh." Celetuk Ify menaik turunkan alisnya.
Wajah Kayla mendadak berubah masam. Sesuatu yang dibenaknya terbukti sudah. Ujian Nasional baru saja usai mana mungkin Ia memikirkan jodoh?.
"Hey, jangan cemberut begitu. Mama kan cuma becanda. Tapi jika terijabah ya Alhamdulillah."
"Kayla mau kuliah bukan nikah."
"Ganteng lho, yakin mau di skip?." Bisik Ify mengompori.
Kayla memutar bola matanya malas. Semoga saja ini hanya perkenalan biasa, bukan awal perjodohan yang tak terduga.
Perbincangan ringan masih terus berlanjut. Bi Irna yang tadi ke belakang kini kembali lagi ke ruang tamu sambil membawa empat gelas lemon tea dan beberapa cemilan."Tau aja Bi kalau Kayla haus." Ujar Kayla menyeruput minumanya perlahan."Iya lah, Kan Bibi bukan doi yang harus di sindir dulu lewat story baru notice"Kayla menghembuskan nafas gusar. Ucapan bibinya mengingatkan dirinya dengan Bian."Kalau doi berhati batu ya beda Bi. Mau di kode sejumpalitan apa pun juga hasilnya nihil.""Orang macem begitu mah minta dipelet dulu atuh""Sarannya boleh dicoba bi." Balas Kayla menyeringai licik."Buat tetangga sebelah yah non" goda bi irah terkekeh kecil.Hendra dan Ify serempak menyorot Kayla penuh tanda tanya. Kesibukan berbinis di luar kota membuat keduanya seolah buta informasi tentang anaknya sendiri.Kayla menempelkan jari telunjuknya pada bibir tipisnya.Bi Irna cepat menutup mulutnya. Nona mudanya bisa mengamuk jika Bi I
Kayla menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Matahari hampir tenggelam saat Anan pulang dari rumahnya. Warna jingga menghampar luas di ufuk barat. Sangat cantik memesona sejauh mata memandang.Kayla mengusap wajahnya kasar. Perasaannya menjadi tak karuan dipenuhi ketakutan akan dijodohkan.Kayla menggeleng tegas. Mahendra tidak mungkin melakukan hal konyol seperti itu. Papanya bukan tipe orang yang arrogan. Kak Sherly saja bebas menentukan pasangannya. Ia bahkan menikah dengan seorang lelaki biasa yang bekerja sebagai salah satu pegawai bank swata di Bandung.Pukul 18.00Kayla melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Badannya terasa lengket setelah seharian beraktifitas.Ia mengguyur puncak kepalanya dengan air dingin. Seketika tubuhnya terasa segar kembali.Tiga puluh menit berkutat membersihkan diri Kayla kini beranjak menuju meja makan. Sebentar lagi makan malam dimulai, ia tak ingin Mamanya khawatir jika tak ikut bergabung."Cie yang abi