Share

3. MINO

Mino Albert. Anak laki-laki yang biasa dipanggil Mino itu mengambil sebuah kacamata dari kotak koleksinya yang berjejer di dalam sebuah etalase, lalu memasukkannya ke dalam tas. Kini ia berjalan ke dapur. Mengeluarkan nasi instan yang telah dipanaskan dari microwave.

Mino merupakan putra bungsu dari seorang pengusaha real estate terkenal di kotaku. Namun ia sangat jarang berjumpa dengan keluarganya karena orang tuanya sibuk melakukan perjalanan bisnis. Saat ini Mino tinggal mandiri di sebuah apartemen yang diberikan oleh ayahnya.

Meskipun ayahnya seorang businessman yang sukses, bukan berarti hidupnya aman dan damai. Ayahnya termasuk orang paling berpengaruh di kotaku dan musuh ayahnya berada dimana-mana. Secara diam-diam, ayahnya membuka sebuah akademi tersembunyi yang hanya melatih pemuda-pemuda ahli bela diri yang akan dijadikan pengawal pribadi. Hal ini tentu juga berlaku pada Mino. Ia selalu diikuti oleh sepuluh pengawal yang dikirim ayahnya. Aku juga pernah memergoki Mino yang diantar oleh pengawalnya ke sekolah beberapa hari lalu. Pemandangan yang sangat tidak bersahabat bagi siapapun yang melihatnya.

Mino sangat bersyukur karena mempunyai ayah yang sangat mengkhawatirkan putra tampannya. Tapi hal itu selalu menjadi topik pembicaraan bagi orang-orang sekitar. Selama masa sekolah menengah pertama, beredar rumor kalau ia adalah putra dari seorang mafia yang terkenal kejam dan sadis. Adapula yang mengatakan kalau ia anak preman modern yang berdasi.

Mino memiliki aura gelap di mata teman-temannya. Selama masa sekolah menengah pertama, Mino tidak mempunyai teman. Bukannya tidak pandai bergaul, tapi tidak ada yang mau mendekati dan berurusan dengannya. Jika saja terjadi sesuatu yang salah dengannya, pengawalnya yang berjaga di depan sekolah akan langsung menerobos dan menghukum anak-anak yang mengganggu Mino. Tapi kini berbeda. Pengawalnya sudah tidak menunggunya seharian di sekolah. Pengawalnya akan segera pergi setelah memberikan salam dengan serentak dan menggelegar. Sekali lagi. Pemandangan yang mengundang perhatian orang yang berlalu-lalang.

Mino berdiri di depan cermin besar. Merapikan jas sekolah yang sangat pas di badannya. Badannya mungkin tidak atletis, tapi proporsi badan yang pas dengan kaki jenjangnya cukup untuk membuatnya tampan dan cocok mengenakan pakaian apapun. Tak hayal dia selalu tampak berjalan di runaway pada setiap jalan yang dilewatinya.

Salah seorang pengawal yang biasa dipanggil Pandi memasuki ruang ganti.

“Tuan muda, ada telfon dari ketua,” Pandi menyodorkan ponsel ke arah Mino.

Mino segera menerima ponsel dan sedikit tersenyum ke Pandi, pengawal yang paling dipercayai oleh ayah Mino. Usianya mungkin baru dua puluh empat tahun, tapi pengalaman dan kemampuannya tidak perlu diragukan lagi. Pandi satu-satunya pengawal yang diperbolehkan Mino untuk mengikutinya kemanapun ia pergi.

“Ayah tidak usah datang hari ini,” ucapnya sambil menekan pilihan tombol merah yang tertera di layar, menyudahi panggilan pagi itu.

Mino kembali menyerahkan ponsel pada Pandi. Ia mengangguk. Memberi isyarat untuk segera berangkat.

Hari itu adalah hari pertama, semester baru di sekolah baru. Visile International School. Ya. Sekolah yang didirikan oleh Mister Han, ayahku. Sekolah paling bergengsi di kotaku dan terkenal akan kualitasnya yang sangat bagus. Ibarat mencari jarum dalam jerami, seperti itulah susahnya perjuangan seorang siswa agar diterima di sekolah itu.

Hal pertama yang paling mengejutkan ketika berada di kelas pertama adalah sebuah surat perjanjian yang berisikan kalau setiap siswa mempunyai kewajiban untuk tidak menyebarluaskan peraturan terkait kasta yang berada di sekolah. Konsekuensi jika menolak perjanjian adalah blacklist dan tidak akan bisa bersekolah dimanapun. Tentu ini tidak berlaku padaku. Selain aku yang baru masuk setelah sekolah berjalan selama empat bulan, jalur khusus yang kumiliki tidak mewajibkanku untuk menandatangani surat perjanjian gila itu.

Dan pada akhirnya, Mino ditempatkan di kasta tiga. Jika saja ia bisa memutar waktu, menaiki mesin waktu kembali ke masa lalu, ia tidak akan masuk ke sekolah ini.

            Mino selalu datang lewat jalan rahasia di belakang sekolah. Pagi itu dia tidak sengaja melihat sekelompok gadis di belakang sekolah yang mengenakan seragam yang sama dengannya tengah memegang sebungkus rokok ditangannya.

Ia tidak langsung turun dari mobil. Ia malah mengangkat ponsel dan mengarahkannya pada gadis-gadis itu.

“Kau meninggalkan sesuatu?” tanya Pandi menoleh ke belakang. Mino masih duduk di mobil.

Pandi mengikuti arah pandang Mino. Kini ia dapat melihat sekelompok gadis yang sedang asyik merokok.

“Tidak, aku malah dapat mainan baru,” balasnya dengan nada yang terdengar picik.

*****

Mino berjalan santai menuju kelas dengan kedua tangan berada di saku. Ia masih bisa mendengar beberapa anak membicarakanku. Meskipun berita itu telah menjadi topik hangat selama tiga hari, tapi aku masih menjadi pusat perhatian di sekolah.

Mino berhenti di pintu. Itulah pertama kalinya ia melihatku secara langsung. Meskipun sebelumnya ia mungkin sudah mendengar namaku melalui ruang obrolah sekolah tiga hari lalu, dan juga fotoku.

Mino hampir gagal mengenaliku karena kini rambutku tidak lagi panjang sepinggang. Berbeda dari foto yang sudah disebarluaskan. Aku memotong pendek rambutku sebahu dan sedikit poni yang menutupi dahi. Aku akui penampilanku kini sedikit berbeda dari sebelumnya. Aku bahkan memotong pendek sedikit lebih tinggi rok yang kukenakan. Membuka kancing baju dan mengenakan baju kaos putih di dalamnya. Tapi ini bukanlah penampilan aneh bagi anak-anak di kasta tiga. Sangat jarang dari mereka yang mengenakan seragam dengan benar dan rapi. Lihatlah Mino, gaya berpakaiannya tidak jauh berbeda dari cara berpakaianku. Hanya saja ia menggunakan kacamata berwarna terang. Aku tidak yakin, apakah kacamata itu hanya aksesoris atau kacamata asli. Jikalau kau berada diposisiku, kau akan tertawa melihat penampilannya karena sama sakali tidak cocok. Tapi hal itu menjadikannya tampak menarik dan punya pesona sendiri.

Pertemuan pertama kami tidaklah indah seperti drama-drama korea. Tapi itu cukup mengundang tanda tanya bagiku dan juga bagi Mino.

“Hei, ini kursiku, pindah ke sana!” perintah Mino.

Entahlah apa yang dipikirkan Mino melihat reaksiku yang sangat berbeda dari kejadian tiga hari lalu. Tapi aku sekilas melihat ia menaikkan sebelah alisnya. Pertanda kalau ia sama sekali tak menduga reaksiku.

Aku bahkan tidak tahu kalau ia sudah memperhatikanku sedari awal.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status