Share

HUNTERIXAR

Sebuah organisasi yang sudah dibangun puluhan tahun lalu dan sudah memiliki cukup banyak pengikut dari kalangan penyihir dan juga manusia-manusia kuat. Citranya yang tersebar di masyarakat sangat beraneka ragam namun yang pasti tujuan mereka adalah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa manusia dari makhluk pemakan jiwa.

Setidaknya itulah HUNTERIXAR dan misi terbukanya.

 “Perhatian!”

 Satu kata. Hanya satu kata dari Aryk namun sudah mampu membuat seluruh orang dalam aula besar itu terdiam. Suasana dalam ruangan mendadak berbeda ketika Brian—pemimpin mereka—masuk dengan seorang gadis muda yang sudah terkenal di kalangan para warrior lainnya, Agnia Shiasara.

 “Akhir-akhir ini makhluk pemakan jiwa banyak bermunculan dan sampai saat ini, satu tim hanya bisa melawan mereka ke tempat misi sebanyak dua sampai tiga kali setiap harinya,” mulai Brian tenang, karismanya memenuhi seluruh ruangan. “Sekarang kita hanya memiliki sembilan tim, bagaimana jika kita membentuk satu tim lagi dan menggenapkannya menjadi sepuluh?”

 Tidak ada alasan untuk tidak menyetujui usulan pimpinan mereka karena pada kenyataannya sembilan tim memanglah kurang. Hal itu disebabkan oleh menyusutnya kemunculan para warrior muda dan juga karena meninggalnya warrior api dua puluh tahun sebelumnya yang menyebabkan sulitnya membunuh para makhluk pemakan jiwa yang sudah bermutasi dalam sekali sampai dua kali serangan.

"Ah, selain itu kita kedatangan seseorang yang sudah kita tunggu-tunggu," imbuhnya. Pemimpin HUNTERIXAR itu menoleh kepada Agnia, tersenyum sekilas dan menambahkan, "Aku yakin kalian semua sudah tahu siapa dia dan aku harap tidak ada yang keberatan jika aku berkata bahwa dia akan secara resmi bergabung dengan HUNTERIXAR mulai hari ini."

"Tidak ada, Sir!" jawab seluruh warrior kompak.

Agnia tidak bisa menyembunyikan ketidaksukaannya. Secara terang-terangan dia mendengus ketika perhatian semua orang tertuju padanya.

Menangkap tidak adanya niatan untuk memperkenalkan diri dari Agnia, Brian memilih untuk langsung melanjutkan inti dari acara.

"Baiklah, kalau begitu aku akan langsung mengumumkan anggota-anggota tim pemburu kesepuluh kita dan mengakhiri pertemuan ini secepatnya."

"Siap, Sir!"

 Brian mengangguk, dia kemudian memberi kode kepada Aryk untuk mulai menyebutkan nama-nama pilihannya sehingga Aryk meminta perhatian dan mengambil alih. Dia membuka kertas yang yang berisikan nama-nama untuk tim pemburu kesepuluh HUNTERIXAR, tim termuda yang hanya memiliki lima anggota—paling sedikit diantara yang lainnya.

 “Brandon Kavindra!”

 Suara tepuk tangan memenuhi ruangan ketika laki-laki dengan rambut berwarna chestnut blonde itu maju, membuat Agnia yang sejak tadi berdiri sambil mengamati ikut memusatkan perhatiannya kepada pria jangkung dengan wajah kebarat-baratan itu.

 "Tenang," batin Agnia.

 “Chasel Javas!”

 "Tempramental," batinnya lagi, masih menilai.

 “Clarissa Danae!”

 Polos.

 “Adlino Emir!”

 Agnia tersenyum geli. "Oh?! Ada penakut juga? Menarik," bisik batinnya kemudian.

 “Dan yang terakhir, Agnia Shiasara!”

 "Keras kepala," guman Agnia untuk terakhir kalinya.

 Seluruh perhatian orang di dalam ruangan itu terpusat kepada Agnia yang turun dari podium tanpa bersuara. Hanya dia satu-satunya yang tidak mendapatkan tepuk tangan kecuali tatapan meremehkan. Mereka jelas tidak menyukai seorang warrior kuat yang menolak bergabung selama bertahun-tahun—yah, tidak ada alasan bagi mereka untuk menyukai Agnia juga.

 Tetapi meskipun begitu, Agnia tidak suka diremehkan. Tatapan orang-orang yang berpikir bahwa dirinya lebih lemah dari mereka itu mengganggunya. Jika bukan karena rencananya yang akan mengacau di pelatihan pertamanya nanti, dia sudah membakar tempat di mana dia berdiri saat itu juga.

 "Terlalu dini," bisiknya dalam hati.

 Sementara itu, di atas segalanya, yang paling berbahagia atas dibentuknya tim pemburu baru adalah Brian Asfarizal. Dia terang-terangan menunjukkan senyum bangganya kepada kelima dewasa muda yang berbaris rapi di hadapannya.

 “Hurricane!” serunya tiba-tiba. “Nama tim baru HUNTERIXAR adalah Hurricane!”

 Dan begitulah awal mula bagaimana Agnia terjebak di dalam pelukan sang tornado.

***

 Ruangan tempat mereka berlima berlatih dibedakan dengan tim yang sudah jauh lebih berpengalaman dan Agnia, satu-satunya warrior yang tidak mengerti apapun tentang cara mengontrol kekuatannya sendiri itu hanya duduk di dekat kolam dengan ekspresi malas.

 SRRAAATTT

 Menoleh dan mendapati Brandon Kavindra—laki-laki yang ditunjuk sebagai ketua timnya—tengah mengayunkan pedang panjang dan tajam miliknya ke arah boneka-boneka besar yang menyerupai makhluk pemakan jiwa. Agnia memusatkan perhatiannya meskipun matanya tidak memancarkan ketertarikan atau semacamnya. Dia hanya penasaran.

 “Bukankah Brandon menarik?”

 Tidak terlonjak oleh suara wanita yang tiba-tiba terdengar dekat, Agnia hanya memberikan lirikan tajam kepada Clarissa Danae yang sudah duduk di sebelahnya dengan seruling di tangannya.

 Danae tersenyum dan kembali berkata, “Brandon adalah satu dari beberapa manusia biasa tetapi memiliki kekuatan setara kita, para warrior. Dia dirawat oleh keluarga Kavindra—ah, kau sudah tahu siapa keluarga Kavindra itu, bukan?”

 “Kenapa aku harus tahu?” ketus Agnia, dia bahkan tidak merepotkan diri dengan berpura-pura bersikap sopan.

 Namun Danae tidak terpengaruh sama sekali dengan sikap ketus dan aura gelap yang Agnia miliki. Dia masih melanjutkan, “Keluarga Kavindra disebut sebagai keluarga legendaris. Bukan hanya karena banyaknya mereka berkontribusi dalam misi, melainkan juga karena keluarga itu selalu melahirkan warrior-warrior hebat.”

 Tidak ada sahutan dari Agnia, matanya masih menatap lurus ke arah Brandon yang dengan semangat menebas seluruh boneka-boneka di hadapannya. Hebatnya, tidak ada ekspresi berarti di wajah laki-laki itu seperti ekspresi senang atau marah karena terbawa suasana … tidak ada. Dia terlalu tenang.

 “Ah, aku terlalu banyak bicara sampai lupa memperkenalkan diri!” seru Danae ceria. Lalu tanpa kecanggungan yang berarti, dia menjabat tangan Agnia yang sejak tadi hanya menganggur di atas pahanya dan tersenyum sambil memperkenalkan diri. “Perkenalkan, namaku Danae dan aku adalah warrior musik. Seperti dirimu yang menjadikan api sebagai senjata, aku menjadikan musik sebagai senjataku.”

 Menarik tangannya, Agnia berdiri dan mendengus. “Aku tidak bertanya,” katanya datar dan berlalu pergi.

 Melihat reaksi Agnia yang sudah sesuai dengan dugaannya, Danae hanya bisa tersenyum. “Dia bereaksi sepeti itu tetapi dia mendengarkanku dengan baik,” gumam Danae. Akhirnya dia juga ikut berdiri dan tersenyum ceria. “Aku harus menyombongkan diri kepada Ayah dan Ibu karena sudah ditempatkan dalam satu tim yang sama dengan pemilik warrior paling langka!”

 Selesai dengan Danae, Agnia mendekati Brandon yang terlihat sangat fokus. Gadis itu mengamati sekali lagi sebelum kemudian berlari dan berhenti tepat di depan sebuah boneka yang akan Brandon tebas.

 SSRRAATT— PRANGG

 Ketenangan dalam mata Brandon terusik saat melihat darah yang mengalir dari leher Agnia. Pedang Brandon sedikit menyayat lehernya—hanya sedikit tetapi karena itu leher, darah yang mengucur dari sana lumayan banyak. Brandon yang panik langsung menanyakan keaadaan Agnia, menekan luka gadis itu dengan tangannya dan berteriak memanggil petugas keamanan yang mungkin berjaga di depan pintu.

 “Apa yang perempuan itu lakukan?!” teriak Chasel murka. Dia mendekat, begitu juga dua lainnya.

 “Agnia?” panggil Danae pelan, dia menggantikan Brandon untuk menekan luka di leher Agnia dengan tangannya sementara ketua timnya itu berlari untuk meminta pertolongan. “Apa yang kau lakukan?”

 “Hanya … bersenang-senang?” gumam Agnia, dia menjawab sambil tersenyum simpul. Tidak terlihat kesakitan sama sekali dan malah menyingkirkan tangan Danae untuk memeriksa lukanya sendiri. “Rupanya pedang itu lebih tajam dari yang aku duga,” gumamnya lagi ketika melihat banyaknya darah di tangannya. “Menyenangkan.”

 “Sialan!” umpat Chasel. Dia menatap Agnia tajam, menarik lengan atasnya untuk membuat Agnia berdiri dan menyudutkan gadis itu ke dinding. Wajah Chasel dipenuhi amarah, berbeda dengan Agnia yang terus tersenyum.

 “Chasel, jangan!” Danae beniat melerai dengan memukul tangan Chasel yang mencengkeram lengan atas Agnia. Sayangnya, Danae diabaikan.

“Aku tidak mengerti kenapa HUNTERIXAR harus mengincar warrior tidak tahu diri sepertimu,” bisik Chasel. Dia tidak peduli dengan luka gadis di hadapannya itu dan memilih melanjutkan ancamannya. “Duduklah dengan manis selama aku masih bersabar atas kehadiranmu, bersenang-senanglah sampai aku membuktikan kepada petinggi HUNTERIXAR bahwa keputusan mereka membawamu bergabung bersama kami itu merupakan kesalahan besar.”

Jelas ancaman Chasel tidak berarti sebab gadis yang dia ancam sudah mendamba-dambakan hal itu terjadi; ketika seluruh bagian HUNTERIXAR membencinya setengah mati sampai Brian sekalipun tidak bisa berkutik dan tidak memiliki pilihan selain mengusirnya pergi.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status