Share

SOSOK YANG MENARIK

 “Menghanguskan hampir seluruh properti latihan yang tidak dirancang untuk warrior api adalah pelanggaran yang tidak bisa diabaikan begitu saja, Sir Brian!”

 Davies Bhalendra, pemilik warrior cahaya yang sudah dipercaya selama bertahun-tahun sebagai penanggungjawab properti latihan langsung meradang begitu melihat sendiri keadaan ruang latihan tim kesepuluh HUNTERIXAR, Hurricane.

 “Maaf menyela,” ucap Hara Kayana, pemilik warrior cahaya lainnya. “Bukannya aku ingin membela pemilik warrior api yang berkobar itu, tetapi baru kemarin dia bergabung dengan kita. Selain karena dia langsung pergi latihan di hari pertamanya tanpa mendapatkan pengarahan, menurutku sah-sah saja jika dia ingin melatih warriornya pada benda apapun di ruang latihan.”

 Malam harinya para petinggi HUNTERIXAR berkumpul. Mereka biasanya akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan organisasi seperti meningkatkan fasilitas para pemburu atau membahas informasi baru tentang makhluk dunia bawah yang berhasil dikumpulkan.

 Tetapi khusus malam itu sepertinya Agnia Shiasara sukses menjadi topik bahasan.

 “Aku dengar dia membakar seluruh boneka jerami di sana,” sela Finn Gentala, manusia keturunan naga yang sangat bersemangat. Dia bahkan tersenyum lebar hanya dengan memikirkan adanya seorang gadis muda yang tidak tanggung-tanggung menggunakan kekuatan warriornya. “Aku baru kembali dari misi tadi pagi dan belum bertemu dengannya. Aku jadi tidak sabar untuk melihatnya!”

 Davies berdecak. “Jangan gila, Finn. Anak itu serta orang tuanya sudah menolak kita selama bertahun-tahun lalu membuat kekacauan di hari pertamanya berlatih,” ungkapnya sebelum melirik Aryk yang sejak awal hanya diam mendengarkan. Davies kembali menambahkan, “Aku juga mendengar kalau bungsu Kavindra hampir saja menebas lehernya. Katanya warrior api itu berlari dan berhenti di depan Brandon yang sedang berlatih. Apa itu benar, Sir Aryk?”

 Seluruh perhatian langsung terpusat kepada Aryk. Wakil pimpinan HUNTERIXAR sekaligus sulung dari pasangan Haldis Kavinda dan Luisa Grizelle itu membalas tatapan penasaran petinggi lainnya dengan senyuman. Dia sudah menyangka bahwa kejadian yang melibatkan adiknya juga akan diangkat sebagai topik, jadi dia sudah menyiapkan jawaban.

 “Benar,” jawab Aryk singkat.

 “Bukankah Brandon ketua dalam tim?” singgung Daevis lagi. “Jika ketua timnya saja sudah tidak dihargai seperti itu, memberi hukuman kepada warrior api itu bukanlah masalah yang besar. Ketidaksopanannya sudah melewati batas.”

 “Saya sudah berbicara dengan Brandon tadi pagi, menurutnya Agnia melakukan itu hanya karena ingin melihatnya kesal,” sahut Aryk.

 “Aku bisa mengerti gadis kecil itu,” celetuk Finn. “Jujur saja terkadang aku juga ingin melihat Brandon kesal. Anak itu meskipun menghadapi tantangan berat sekalipun ... ekspresi wajahnya sama saja dan itu membuatku ingin melihatnya marah sekali saja.”

 “Brandon sangat menakutkan ketika marah,” ucap Brian, berbicara untuk pertama kalinya. “Lalu mengenai bagaimana Agnia menghanguskan seluruh properti di ruang latihan ... aku pikir menegurnya sudah cukup untuk saat ini karena benar kata Hara, dia belum mendapatkan pengarahan sebelumnya.” Brian kembali ke masalah awal. “Kita tidak bisa langsung menghukumnya, Davies. Ingat, mendapatkannya bukanlah hal yang mudah dan aku tidak ingin dia menjadi lebih benci dengan organisasi ini.”

 Setelah mendengar keputusan Brian, Davies hanya bisa mengangguk paham dan mencoba untuk meredakan emosinya yang terus meradang.

 “Menurut kalian kapan waktu yang tepat untuk memberikan misi pertama kepada Hurricane?” tanya Brian, meminta usulan. “Dalam tim itu yang pernah terjun langsung dalam misi hanyalah Brandon dan Chasel, Danae dan Emir memang sudah dilatih sejak lama tetapi mereka belum pernah menghadapi makhluk dunia bawah yang sebenarnya lalu untuk Agnia ... aku berani bertaruh anak itu bahkan belum pernah melihat wujud makhluk dunia bawah.”

 “Jika begitu ... bagaimana jika memberi mereka waktu dua minggu untuk berlatih bersama terlebih dahulu?” usul Keisha Maheswari, pemilik warrior pesona yang baru membuka suaranya. “Setelah itu kita pilihkan untuk mereka misi yang paling mudah, hanya untuk melihat sejauh mana mereka mampu bekerjasama.”

 “Itu bagus,” dukung Hara. “Hurricane memang memiliki anggota tim yang paling sedikit daripada yang lainnya tetapi kelima anak itu memiliki watak yang berbeda-beda. Kita lihat dulu bagaimana kekompakan mereka di misi pertama nantinya, aku memiliki ekspektasi yang tinggi.”

 Mungkin Hara lupa, bahwasannya menaruh harapan kepada seseorang berarti harus siap menanggung kekecewaan yang sama besar.

***

 Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada makan malam bersama. Sementara yang lain berkumpul dengan rekan-rekan yang memiliki warrior sama, di sanalah Agnia Shiasara berdiri, sendiri, karena dia merupakan satu-satunya pemilik warrior api yang langka.

 “Kenapa harus ada aturan makan malam bersama seperti ini?” gumam Agnia, mengeluh sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada.

 Ruangan besar itu benar-benar ramai, terbagi atas beberapa kelompok dan terlihat nyaman berkomunikasi dengan satu sama lain yang mana membuat Agnia memutar bola matanya. Dia benci bersosialiasi tetapi dia tidak tahu bagaimana caranya mendapatkan makan malam.

 “Kau yang berdiri di sana!” tegur seorang wanita yang terlihat lebih tua dari Agnia. Suaranya yang lantang membuat seluruh teman-teman satu kelompoknya juga ikut menoleh ke arah Agnia. “Kenapa kau berdiri sendiri di sa-- tunggu, aku tidak pernah melihatmu di sini sebelumnya, kau anak baru?”

 Agnia tidak menjawab, dia memang kurang ajar tetapi selain itu dia juga tidak tahu bagaimana harus merespon pertanyaan wanita itu.

 “Kau baru masuk kapan? Kemarin lusa? Kemarin malam?” tanyanya beruntun, wanita itu sudah berdiri dan mendekati Agnia dengan senyum lebar. “Aku baru kembali dari misi dua jam yang lalu. Namaku Arawinda. Salam kenal!”

 “Agnia,” sahutnya, ragu-ragu menjabat tangan wanita di hadapannya.

 “Agnia?” ulangnya, dia terlihat berpikir. “Agnia .... Agni ... api?”

 Nama Agnia memang memiliki arti api yang berkobar, tetapi jarang orang mengetahui itu dan siapapun akan terkejut ketika menyadari bagaimana orag tuanya terinspirasi memberinya nama itu setelah mengetahui warrior yang dimilikinya.

 “Dia pemilik warrior api yang berkobar, anak baru yang bergabung dalam tim yang baru dibentuk kemarin malam oleh Sir Brian,” jelas salah satu laki-laki yang sebelumnya duduk di samping Arawinda. Laki-laki yang entah bagaimana membuat Agnia tertarik sebab kemiripannya dengan seseorang.

 “Jadi kau si api yang berkobar itu?” tanya Arawinda, bersemangat. Matanya yang bulat cantik itu berbinar, mengingatkan Agnia kepada ekspresi Danae ketika mengajaknya berkenalan.

 “Ara, selesaikan makanmu dulu sebelum mengajak orang lain bicara!” tegur laki-laki tadi dengan lembut.

 Agnia sedikit memiringkan kepalanya. “Pasangankah?” bisik batinnya.

 “Terakhir aku bertemu dengan warrior api adalah saat usiaku baru delapan tahun, Dilan!” balasnya sewot. Arawinda menggenggam tangan Agnia--cukup erat-- lalu bergumam takjub. “Wah, tanganmu hangat!”

 Menarik tangannya, Agnia menatap Arawinda tidak suka.

 “Ah, maaf!” Arawinda tersenyum lebar. “Aku tidak menyangka HUNTERIXAR akan kembali mendapatkan warrior api setelah dua puluh tahun,” katanya, menjelaskan alasan dari rasa semangatnya. “Ah, kau kenapa berdiri sendiri di sini? Kau tidak makan malam? Ingin bergabung dengan kami?”

 Melirik teman-teman Arawinda yang memasang ekspresi wajah berbeda-beda membuat Agnia mendengus pelan sebelum menolak, “Tidak, aku--“

 Sebuah tangan tiba-tiba dilingkarkan di bahu Agnia, disusul dengan perkataan yang membuat Agnia mengerutkan keningnya.

  “Dia akan makan malam denganku, Ara.”

Agnia menghela napas pelan karena menyadari bahwasannya hampir seluruh anggota HUNTERIXAR berhasil membuat emosinya berantakan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status