Share

Chapter 2

Penulis: Lyxn
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-07 00:21:55

“Tuan, anda mau pergi kemana?” sahut seseorang kepadanya.

Claretta mencari asal suara dan menemukan seorang pelayan wanita membawa troli berisikan makanan. 

Memakai pakaian seragam dengan aksen renda putih dan gaun hitam dengan potongan rambut pendek berwarna merah. 

Claretta mendatanginya dengan terburu-buru. Memegang kedua bahu pelayan tersebut. Pelayan yang melihat tampak kaget dan ketakutan. Namun, Claretta tidak menghiraukan. 

Yang ada dipikirannya sekarang adalah dimana dia sekarang, dan kenapa bentuk rumah sakit terlihat berbeda dari yang pernah ada.

“Dimana ruang resepsionis rumah sakit?” tanya Claretta sembari tetap memegangi pelayan tersebut dengan erat.

“Rumah sakit? Apa itu tuan?” tanya balik pelayan tersebut.

“Tuan? Apa maksud ‘tuan’ yang pelayan itu sebut?” tanya Claretta dalam hati.

Claretta sangat mengkhawatirkan keadaan ibunya dan ingin pergi menemui, terutama jika ayah atau saudara-saudara berkunjung ke rumah.

Keinginan terkuat sekarang adalah membawa ibu pergi dari negara ini. 

“Apa maksudmu, kau tidak tahu rumah sakit? Sejak kapan rumah sakit terlihat seperti ini?” tanya Claretta dengan suara marah.

Pelayan bertambah takut khawatir jika orang di hadapannya mengamuk. Di sektar mereka muncul beberapa orang dengan pakaian yang sama.

Sedangkan laki-laki berseragam hitam dengan kemeja putih di dalam. Semua orang  terlihat seperti sedang melakukan cosplay.

Semua orang memandang Claretta aneh dan berbisik, membuat Claretta yakin bahwa sekarang dia berada ditempat yang salah. Claretta sadar mencengkram bahu pelayan dengan keras dan membuatnya kesakitan. 

Dengan cepat Claretta melepaskan tangannya. 

Claretta berusaha setenang mungkin dan berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi. 

“Maaf atas apa yang aku lakukan. Tadi kenapa kamu memanggilku dengan kata ‘tuan’? Lalu jika kau tidak tahu rumah sakit, dimana ini?” tanya Claretta dengan nada suara setenang mungkin. 

Claretta berharap banyak kepada wanita yang berdiri di depan.

“Tuan berada di kediaman keluarga Onder de.” jawabnya dengan suara gugup.

“Onder de?” tanyanya heran. 

“Sekarang kau mau pergi kemana?” tanya Claretta lagi memastikan.

“Saya mau mengantarkan sarapan tuan dan akan membersihkan kamar.” jawab pelayan tersebut.

“Baik, ayo kita kembali ke kamar terlebih dahulu. Kita jalan bersama.”

Mereka berdua berjalan menuju kamar, di mana Claretta terbangun dan keluar dari kamarnya. Pandangan orang-orang di sekitar tertuju kepada mereka berdua. Ada banyak pertanyaan yang ingin segera Claretta tanyakan kepada pelayan itu. 

Mereka lewati jalan yang sama. 

Di tempat itu, atap bangunan menjulang tinggi sehingga ketika ingin melihat kepala harus benar-benar tegak lurus.

Cat tembok dengan aksen warna putih tulang dihiasi lukisan-lukisan orang asing di mata Claretta.

Lukisan suatu keluarga besar dengan pasangan suami istri beserta keempat anak perempuan mereka.

Kedua anak perempuan di sana menggunakan gaun mewah berwarna merah muda dan kuning emas. 

Di atas masing-masing kepala putri mereka terdapat tiara.

Mereka berdiri di antara sosok ayah yang mengenakan pakaian terhormat dengan beberapa lencana mewah berlapis emas serta jubah putih menjuntai ke bawah bersandar pada bahu.

Di depan mereka terlihat sosok  seorang ibu yang sedang duduk di atas kursi menggendong bayi perempuan yang cantik dengan gaun putih bersih dan renda-renda kecil. Putri yang lain berdiri di sebelah ibunya dengan menggunakan pakaian yang sama.

Di belakang si ibu, terlihat anak laki-laki kecil yang berdiri sendiri dengan pakaian sederhana nan rapi, seakan dirinya seperti bukan bagian dari mereka terlihat begitu kaya raya. Claretta merasa tidak asing dengan anak laki-laki di lukisan itu

Suara decitan troli yang terdorong, membuat Claretta sadar dari keterkagumannya dengan lukisan-lukisan yang terpajang di sana. Ada beberapa juga lukisan dengan potrait seorang diri baik lukisan full badan maupun setengah badan. 

Lukisan wajah orang tua dengan uban beserta pakaian mewah. 

Setelah tiba di pintu besar berwarna putih, mereka melihat seorang pria paruh baya yang dia dorong tadi. Claretta menatap dengan tatapan dingin. Kepala Pelayan merasa tidak nyaman dengan tatapan itu namun, untung saja dia pandai menyembunyikan ekspresi.

“Bagaimana dengan keadaan tuan?” tanya kepala pelayan kepada pelayan di samping Claretta.

“Tu...Tuan baik-baik saja, beliau ingin saya jalan bersama ke kamar sekaligus mengantarkan sarapan dan membersihkan ruangannya.” jawab Mary dengan kepala tertunduk.

“Baiklah kalau begitu, tolong layani dia.”

“Baik kepala pelayan.”

Kepala pelayan membukakan pintu untuk mereka berdua. Pintu tertutup kembali. Meskipun terasa asing namun, Claretta merasa ini adalah kamar yang dia gunakan tadi untuk tidur. 

Di sebelah kasur terdapat jendela besar dengan lengkungan di atas. Pelayan berjalan ke arah jendela membuka jendela yang lain. Angin pagi di dalam ruangan menambah kesegaran pagi hari. 

Terlihat ranting pohon besar yang hendak masuk ke dalam kamar, suara burung yang berkicau membuat Claretta sedikit lebih tenang. 

“Siapa namamu?” tanya Claretta.

“Saya Mary, tuan. Saya yang bertugas menyiapkan kebutuhan.” jawab Mary. 

Wajah ketakutan Mary yang Claretta lihat tadi sudah nampak menghilang dari wajah.

“Dimana ini Mary? Maksudku negara mana ini?” tanya Claretta lagi.

“Disini kerajaan Rhodes tuan.” jawab Mary sembari membersihkan meja milik orang yang mengajaknya bicaranya itu.

“Rhodes? Bukankah itu nama negara kekaisaran dari buku yang tadi aku baca?” bisik Claretta.

“Tahun berapa sekarang Mary?” tanya Claretta sudah dengan keadaan pusing. Perasaannya pun sudah mulai tidak nyaman.

“Tahun 531 Miladi, tuan.” Jawab Mary

Kepala Claretta terasa berdenyut, perasaan bingung dan pusing membuat Claretta merasakan sakit ketika terkena batu di kepala.

Sulit dipercaya, novel yang dia baca dan alur cerita yang dia benci membuatnya masuk dalam dunia fiksi novel. 

Ditambah lagi dari tadi wanita yang menggunakan kostum pelayan selalu memanggil namanya dengan sebutan tuan. Terasa seperti mimpi buruk bagi Claretta.

Rasa mual menahannya hingga Claretta mengeluarkan keringat dingin. Claretta berharap ini hanya sebuah mimpi. 

“Dimana kamar mandi?” tanya Claretta

“Apakah tuan ingin mandi terlebih dahulu?” tanya Mary balik.

“Iya” jawab Claretta.

Mary mengantar Claretta melewati sebuah lorong yang dimana terdapat ruangan dengan sebuah bak mandi mewah yang besar cukup untuk menampung 5-6 orang di dalam. Lebih seperti seperti kolam renang. 

Di depan terdapat jendela berbentuk lingkaran besar dengan kaca berwarna, membentuk sebuah lambang besar. Dengan bola kristal berwarna hijau keemasan yang diapit dengan dua burung hantu berwarna hitam dan yang lainnya berwarna putih. 

Mary segera bergegas menyalakan air hangat dan menuangkan sabun aroma herbal. Suara gemericik air membuat kolam mengeluarkan busa. 

Mary menyiapkan beberapa gulungan handuk dan pakaian untuk mengeringkan badan. Mary pamit untuk keluar.

“Apakah tuan ingin dipanggilkan seseorang agar mau membantu untuk mandi?” tanya Mary

“Tidak usah.” jawab Claretta dengan cepat.

Mary Pun keluar diikuti suara pintu kamar mandi yang tertutup. Claretta merasa aneh dengan pakaian yang dia kenakan. Semua berwarna putih, dengan baju stelan. Kain yang digunakan terasa lembut jika disentuh dengan kulit. 

Claretta membuka bajunya melepas celana putih dia melihat sesuatu yang bergelantung di hadapan dan sekarang dia memiliki benda tersebut. 

Claretta Pun berteriak dengan keras berlari mencari kaca dan bercermin. Claretta terjebak di tubuh seorang laki-laki dengan mata biru permata dan rambut keemasan. 

Kecurigaan Claretta benar-benar membuktikan bahwa Claretta masuk di dalam salah satu sosok tokoh karakter fiksi novel yang dia baca ‘Altair Onder de’. 

Ditambah Altair adalah sosok yang sangat Claretta benci. Dengan otot perut dan dada yang bidang adalah sosok idaman yang semua wanita inginkan.

Claretta melihat dirinya tidak memiliki payudara, tergantikan dengan benda yang melambai-lambai seakan mengatakan aku adalah seorang laki-laki.

Bertambah kencang lah teriakan Altair di dalam kamar mandi. Tiba-tiba kepala pelayan dan Mary menerobos masuk. Menemukan dirinya dalam keadaan telanjang tanpa busana.

Lyxn

Saya kembali menulis cerita lebih menarik di P*ijo dan laba-laba novel. support saya ya

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 5 games on   Chapter 90

    Pemilik toko langsung mengarahkan tangan terampilnya menarik Altair masuk ke dalam. Dia tidak bisa menolak ajakan yang belum dikenal sebelumnya seakan ikut terpengaruh suasana toko kain semenjak masuk ke dalam. Altair berdiri di atas podium mini beberapa karyawan memasuki ruangan berbaris dengan rapi membawa senjata serta alat untuk menyerangnya. Keahlian mereka bergerak cepat mengukur tubuh Altair setiap inchi. “Tidak bisa begini,” ucap salah satu karyawan yang berada dibelakang Altair sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat dan kemudian menarik baju Altair menanggalkan sehingga setengah telanjang. Tangan-tangan mereka semakin liar, lima orang lainnya mencatat apa saja yang diucapkan rekan-rekannya. Pemilik toko melihat dengan puas berkelana menggunakan pikirannya sendiri. Orang-orang dari balik tirai bersembunyi sudah tidak sabar untuk keluar akan tetapi ditahan oleh temannya. Altair layaknya hewan ternak yang patuh untuk diperah tidak melakukan perlawanan. “Silahkan tunggu

  • 5 games on   Chapter 89

    Aroma vanila sangat manis untuk dinikmati, bau roti yang baru saja keluar dari panggangan mengepulkan asap, kue-kue kering yang tersusun rapi di ranjang-ranjang anyaman terbuat dari bambu ditutupi taplak meja.Di atas meja dipenuhi oleh bir, kue pie, bouquet, buah-buahan dan tidak lupa vas bunga berisi air digunakan untuk meletakkan bunga matahri sebesar piring. Para pria sedang bersemangat melakukan duel serta taruhan minum bir, perasaan senang mereka merambat ke meja-meja lain.Di malam hari ibukota kembali mengadakan pesta meriah di depan-depan rumah mereka, para wanita menggerakkan tubuhnya yang indah, gaun-gaun mereka melambai-lambai luwes menyeret di atas paving. Sepatu-sepatu yang dihentakkan seirama dengan dentuman musik yang nyaring, terdengar suara siulan menggoda mereka.“Halo tuan muda,” ucap seorang gadis yang sedari tadi melihat ke arah Altair bersama kawan-kawannya dari jauh berteduh di bawah p

  • 5 games on   Chapter 88

    Mata gadis tidak lepas memandangi makhluk kecil di pundak Nicon kemudian masuk ke dalam penginapan dan mereka mengikutinya dari belakang. Pandangan mereka seakan bertanya “ada apa dengannya?”. Namun, tidak seorangpun dari mereka memulai terlebih dahulu untuk berbicara hingga keduanya sudah berada di depan kamar masing-masing. “Dia sangat aneh,” kata Zhi merogoh kunci di sakunya terkejut mendengar pintu disebelahnya tiba-tiba terbuka dan kunci yang ada di tangannya terjatuh. Nicon melihat Adir yang keluar dari kamar berlari mendekat, Zhi yang hampir saja meledakkan emosinya ditahan oleh Nicon. “Bagaimana kabarmu?” tanya Nicon khawatir. Adir melihat ke arahnya kemudian melekat begitu lama ke arah lain. “Kami semua mencarimu kemana-mana dan tidak tidur di malam hari,” sambung Zhi. “Hewan peliharaan yang lain juga menghilang, apakah kau tahu dimana keberadaan mereka sekaran

  • 5 games on   Chapter 87

    Acara meriah penuh dengan gemerlap lampu berwarna, iringan musik di setiap jalan-jalan, makanan-makanan berjejer rapi di tepi-tepi rumah dan mereka keluar mengenakan pakaian bagus serta berhias. Para pria sibuk bersenda gurau sembari memegangi botol bir besar dari kayu, para wanita menari dengan riang gembira seirama dengan alunan musik yang menggugah jiwa untuk ikut bergabung.Ketiga calon pengendali Mana bergegas menuruni anak tangga, Nicon meninggalkan naga kecil tidur di atas tempat tidur miliknya. Mereka menikmati perjalanan yang sangat menyenangkan ikut meriahkan pesta besar yang diadakan di jalanan ibu kota.Altair berlari mendekati keramaian orang-orang, melihat penduduk yang tadi tertutup dan kurus kekurangan gizi kini nampak seperti manusia pada u

  • 5 games on   Chapter 86

    Mereka melaju pesat meninggalkan Adir dan Altair di belakang akan tetapi tidak meninggalkan sosok mereka berdua dan masih bisa melihat keberadaan masing-masing. Mentari pagi sangat menyenangkan untuk menyentuh kulit serta tubuh kekar keduanya sehingga keringat yang muncul terkena angin pacuan kuda yang mereka tunggangi terasa menyejukkan.“Dimana hewan peliharaan agung?” tanya Adir kepada Altair serius mengendarai kuda hitamnya.Altair melirik ke belakang melihat Adir, dia juga sedang mencari sosok makhluk biru di sekitar mereka. Kemudian Pino tiba-tiba keluar dari dalam tubuh Altair melalui kedua tangan yang sedang memengang tali kekang kuda.Kemu

  • 5 games on   Chapter 85

    Tidak menunggu waktu lama segerombolan bandit menyerang anak-anak muda yang baru pertama kali menginjakkan kaki tanah di luar Rhodes. Altair dengan cepat membuat tameng di sekitar mereka agar orang-orang tidak masuk lebih dalam.Terkejut dihalangi oleh dinding pertahanan, mereka berusaha memukul-mukulnya dengan keras.“Berapa lama kita bisa bertahan di dalam?” tanya Zhi bersiap menyerang.“Jika kau ingin sampai mereka pergi dari sini tidak masalah,” jawab Altair yang acuh melihat banyaknya kerumunan.“Itu akan sangat lama, kita tidak memiliki banyak waktu hanya untuk menunggu mereka pergi,” ucap Nicon tiba-tiba sudah duduk di atas punggung naga bersiap mengepakkan kedua sayapnya untuk terbang melewati celah di atas dinding.Dia pergi meninggalkan rekan-rekannya dari atas naga meniup semburan api membubarkan pertahanan mereka. Melihat api yang s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status