Share

8. Gaun Merah

Dipertengahan sambutan, Brian merasa bosan dia pamit kepada Arman untuk keluar sebentar. Dia berdiri didekat pintu masuk ruangan dan menyulut rokok sambil mengamati sekelilingnya, dia menikmati beberapa hisapan. Tiba-tiba matanya menangkap sekelebat perempuan dengan gaun merah. "Wanita itu mirip Keysa,"gumamnya, sambil mematikan rokoknya yang belum habis. Brian berjalan menuju penampakan wanita tadi, ternyata penglihatannya benar ada seorang wanita sedang turun melalui tangga, mengangkat gaunnya yang terlalu panjang. 

"Keysa," Brian memanggilnya sambil memastikan jika penglihatannya tidak salah. " Ya benar itu Keysa," gumamnya sambil terus mengejar wanita itu.

"Keysa, tunggu!" Brian terus mengejar hingga dia berhasil meraih tangannya.

"Mau lari kemana kamu?"

"Lepaskan Brian!" pinta Keysa.

"Ternyata aku tidak salah, ini benar kamu Kesya, kamu sama siapa disini?"

"Bukan urusanmu!"

"Aku tanya baik-baik,"

"Lepaskan Brian,"

"Aku akan melepaskan tanganku, kalau kamu menjawab pertanyaanku,"

"Lepaskan dulu, aku akan menjawabmu,"

"Oke aku lepaskan, asal kamu menepatinya,"

Keysa hanya menganggukkan kepalanya. Brian kemudian melepaskan genggamannya, namun Keysa bukannya menjawab pertanyaan Brian, dia malah berusaha lari. 

Brian mengejarnya lagi dan menyeretnya ke dinding. Tubuh mereka pun saling berhadapan hanya berjarak satu jengkal, Brian merasakan desahan nafas dan detak jantung Keysa sangat kencang. Aroma tubuh Keysa begitu terasa di hidung Brian, membuat aliran darah didalam tubuh Brian semakin memuncak.

"Kamu jangan coba-coba menipuku," Brian menatap Keysa tajam.

"Minggir Brian," Keysa berusaha mendorong Brian dengan sekuat tenaga. 

"Jangan paksa saya untuk berbuat kasar sama kamu," 

"Silahkan kalau kamu berani, pukul aku!"

"Kamu jangan memancingku seperti itu," Brian menjawab dengan suara geram.

Keysa memalingkan pandangan dengan jauh, dia tidak mau melihat wajah Brian, dia terlihat begitu muak. Seorang asisten Arman datang menghampiri setelah beberapa menit dia mencari keberadaan Brian.

"Maaf Tuan, Bos sedang mencari anda dan menyuruh untuk kembali ke ruangan,"

"Ya..sebentar lagi saya menyusul," ucap Brian tanpa menoleh ke arah pria itu. 

"Kali ini kamu lolos, dan ingat kamu masih belum menjawab pertanyaan saya," ucap Brian sambil menunjuk ke arah Keysa, dan pergi meninggalkan Keysa yang masih terdiam. Keysa menarik nafas perlahan setelah dia merasa tubuhnya terjepit dan sesak beberapa saat. 

Sementara itu Brian kembali ke ruangan menemui Arman dan Keluarga Billy. 

"Dari mana saja kamu?" Bisik Arman.

"Aku dari luar sebentar, bosan disini terus,"

"Jaga sikap kamu, di depan Billy,"

Setelah menyampaikan sambutannya yang cukup panjang, Billy pun turun dari podium dan langsung menuju mejanya.

"Jadi Brian, kamu boleh kapanpun main kesini, bertemu dengan Sherli, kalian kan satu kampus supaya bisa saling kenal," ujar Elvina. 

"Dan semoga kita kedepan bisa bekerjasama," tambah Billy.

"Terimakasih Om, Tante," jawab Brian.

"Baiklah Pak Billy, saya pamit karena masih ada urusan," ucap Arman.

"Baik, terima kasih Pak Arman sudah datang," 

Arman dan Brian pamit, mereka langsung menuju parkir mobil. Sambil berjalan keluar rumah, lantai satu Brian pandangan nya berkeliling ke segala penjuru untuk mencari Keysa, dia berharap Keysa masih ada disekitar sana.

"Kamu mencari siapa Brian?" Tanya Arman heran dengan sikap anaknya.

"Tidak apa-apa Pa, tadi sepertinya ada orang yang dikenal,"

"Apa ada orang yang menguntit kita?"

"Oh..bukan Pa, mungkin dia tidak berbahaya,"

"Ya sudah, ayo kita pulang,"

"Iya Pa,"

Brian kemudian masuk kedalam mobil, dengan rasa masih penasarannya.

"Kita kalah cepat sama Billy kali ini, dia berhasil menyuap para panitia untuk memenangkan proyek ini,"

"Lalu apa yang akan Papa lakukan selanjutnya?"

"Kita lihat saja, kesuksesannya itu tidak akan lama, biarkan dia kali ini merasa menang,"

Di dalam ruang pesta, Sherli senyum-senyum sendiri, dan terlihat sama Elvina.

"Lihat anakmu ini sepertinya dia menyukai Brian," ucapnya.

"Dia itu jadi incaran cewek-cewek di kampus Ma, bangga dong bisa deket sama dia, aku tidak menyangka kalau dia akan datang malam ini,"

"Kalau kamu suka sama dia, nanti kan Papa bisa ngobrol sama Pak Arman,"

"Serius Pa, tapi di kampus itu banyak banget cewek yang suka sama dia Pa,?" 

"Tenang saja itu gampang, apa sih yang tidak bisa Papa lakukan?"

"Papa memang hebat," Sherli memuji Billy.

Billy hanya mengangguk, dia berpikir peluang bagus jika Sherli dan Brian bisa bersatu, itu artinya dia bisa bekerja sama dengan Arman, untuk meningkatkan popularitas perusahaan. 

"Aku mau kembali ke kamar ya,"

Sherli keluar dari ruangan itu dan menuju kamarnya. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia membayangkan jika dia dekat dengan Brian, bagaimana reaksi para penggemar Brian di kampus, pasti akan cemburu dan iri ketika melihat Brian menggandeng tangannya, danmemeluknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status