Share

BAB 4 (SALAH PAHAM)

"Day, hari ini lu ada acara?" tanya Daffa (salah satu kakak kembarnya).

"Nggak ada," jawab Dayyan singkat.

"Ikut abang ke acara musiknya teman ya, Daffi juga ikut," ajak Daffa.

"Oke, jam berapa?"

"Jam 8 malam kita udah di sana, sekarang mumpung masih sorean ya prepare dari sekarang. Kali aja lu pengen luluran kan?!" ejek Daffa.

"Okelah, otw luluran," balas Dayyan.

"Njirrr, sono duet ama Daffi," tambah Daffa.

Dalam anggota keluarga Dayyan hanya mommy-nya yang perempuan yang menyebabkan mommy-nya selalu ingin mengajak Dira menginap. Dayyan sejak bayi tumbuh di lingkungan bersama Dira, hanya setahun mereka sempat terpisah ketika orang tuanya harus kembali ke Inggris. Pada tahun itulah Dira dekat dengan Dion. Dayyan tidak merasa ada yang berubah dari Dira saat ia kembali, ia menganggap semuanya masih sama. Begitu pun dengan anak 5D yang lain. Meskipun Dayyan tidak berada bersama mereka dalam setahun itu, namun mereka tak pernah putus komunikasi. Dayyan juga menganggap bahwa hal yang lumrah jika Dion mempunyai rasa berlebih pada Dira, tak ada yang dapat mengontrol sebuah perasaan dan juga tak ada larangan dalam 5D untuk menjalin hubungan asmara. Bukannya ia tak mengerti dengan kecanggungan yang terjadi, namun ia hanya berusaha agar semua tetap nampak natural.

***

Mommy Dayyan adalah salah satu ibu rumah tangga namun dia juga seorang pebisnis yang tidak harus menggunakan banyak waktunya di luar rumah, dia hanya akan pergi pada saat meeting tertentu saat dia dibutuhkan. Dari dulu mommy-nya lebih memilih pekerjaan yang bisa dia tangani di rumah daripada harus keluar rumah. Baginya rumah adalah segalanya karena isinya adalah orang-orang yang Allah titipkan padanya. Jadi sudah pasti Dayyan tak kekurangan kasih sayang seorang ibu.

"Boys, ayo sini! Mommy bikinin kalian pisang goreng coklat keju!" bujuk Mommy-nya bersemangat. Tanpa mengatakan apapun Dayyan dan kedua kakak kembarnya menghampiri mommy-nya.

"Thanks, Mom. Enak nih," puji Daffi sambil melahap kuenya.

"Mommy, kok repot-repot sih padahal kita kan mau jalan," ucap Daffa pelan.

"Justru karena itu, mommy tahu kalian gak akan makan malam di rumah makanya mommy pengen kalian makan camilan dulu sebelum jalan," jelas Mommy-nya.

"No one place like this home, di luar gak ada ginian loh, Bang. Ya banyak sih tapi bukan bikinan mommy," sindir Dayyan.

"Ya elah, bontot belain mommy," goda Daffa.

"Sekarang dia dah dewasa loh dari kalian berdua," tambah mommy-nya.

"Iya, Mom. Udah mulai suka ama cewek lagi," ejek Daffi.

"Jadi gua diborongin nih?"

"Ya emang bener kan, ngaku aja kali, Day. Hanya ada kita dan mommy kok," tambah Daffa memperjelas ejekan Daffi.

"Kembar emang kayak gitu ya? Kompak juga dalam hal bully?"

"Udah-udah, kalian jangan gangguin Dayyan terus dong. Day, kamu prepare gih. Biar mereka jadi urusannya mommy," bela mommy-nya.

"Thanks, Mom," kata Dayyan singkat sambil mengacungkan jempol.

***

Acara itu berlangsung outdoor namun masih di pekarangan kafe yang juga menjadi langganan anak 5D, jadi sudah pasti Dayyan mengetahui tiap sudut kafe itu dengan baik. Jadi dia takkan merasa kesepian sekali pun hanya mengenal kedua abangnya. Sudah menunjukkan jam 8 malam pertanda bahwa beberapa menit lagi acaranya akan segera dimulai. Saat itu Daffa dan Daffi sedang berdiri bersama Dayyan. Tiba-tiba ada tangan yang menutup mata Dayyan dari belakang.

"Surprise!" seru Dira dan Dayyan berbalik.

"Lu juga ke sini, Ra?" tanya Dayyan.

"Iya, abang yang ajak," jawab Daffa.

"Sendirian?" tanya Dayyan lagi.

"Nggaklah, gua yang jemput tadi," jawab Daffi.

"Iya, Day. Gua dijemput ama Bang Daffi," kata Dira.

"Tapi kapan, Bang? Dari tadi kan kita bareng." tanya Dayyan lagi.

"Kepo banget sih, baru kali ini lu banyak nanya. Intinya kan gua dah jemput Dira dan dia selamat sampe sini. Itu yang paling penting kan?" Daffi menjelaskan.

"Udah dari tadi, Day. Lu lagi ke belakang, jadi Daffi pinjam motornya teman untuk jemput Dira. Is it clear?" Daffa mulai bicara.

"Iya, Day. Cuman gua baru nongol karena gua dari Alfa Mart tadi," tambah Dira.

"Lu senang kan ada Dira?" tanya Daffa tiba-tiba.

"Iya senang dan kaget," jawab Dayyan singkat.

"Ya udah, kita ke sana yuk. Acaranya hampir mulai tuh," ajak Daffi.

Mereka pun menyaksikan acara itu pada bagian belakang agar ada space dengan orang-orang, jadi mereka bisa menikmati suasananya. Siapa sangka tak lama setelah acara berlangsung tiba-tiba Dion muncul di antara mereka, pada saat Daffa dan Daffi berada di atas panggung mengisi salah satu acara tersebut. Dion langsung merangkul Dayyan dan Dira dari belakang yang membuat keduanya kaget.

"Dion?" Dira kaget.

"Ternyata kalian juga ada di sini," kata Dion.

"Oh iya, acara abang-abang gua," ucap Dayyan.

"Lu ama siapa, Di?" tanya Dira.

"Gua sama sepupu gua, ini acara temannya," jawab Dion.

"Ya udah ambil minuman gih." Dira menyarankan.

"Oh iya, nanti aja. Kalian janjian?" Dion mulai kepo karena merasa kejadiannya seperti direncanakan oleh Dayyan.

"Nggak kok," jawab Dira.

"Gak usah lu yang jawab, Ra," tegas Dion.

"Kenapa Dira gak boleh jawab, Di? Kan lu nanyanya pake kata kalian." Dayyan mulai terusik dengan kalimat Dion barusan.

"Karena gua mau lu yang jawab," kata Dion.

"Lu kenapa, Di?" Dira mulai bicara lagi.

"Ini bukan urusan lu, Ra. Ini antara gua ama Dayyan." Dion mengeluarkan intonasi suara yang mulai tidak mengenakkan.

"Kenapa jadi bukan urusan gua? Gua kan di sini ama Dayyan," Dira mulai emosi. Dayyan, menyuru

"Ra, kasih gua privasi ama Dion," ucap Dayyan.

"Oke, kalian jangan bertengkar ya di sini. Gua percaya ama lu, Day." Dira pun menjauh dari mereka.

"Day, gua percaya ama lu. Lu gak ada rasa ama Dira, tapi ini apa? Lu ngajakin dia jalan ke sini tanpa ada gua dan yang lainnya? Maksudnya apa coba? Lu kan tahu gimana gua ke Dira jadi gua gak perlu jelasin apapun." Dion mulai terbawa emosi.

"Gua gak ngajak Dira ke sini, oke?" Dayyan membela diri.

"Gak ngajak gimana? Kan hanya ada lu ama dia di sini, Dimas dan David stay home. Jadi lu minta gua percaya?"

"Di, apa perasaan lu lebih penting ya daripada perasaan gua dan Dira?"

"Maksud lu apa lagi nih? Lu ngaku kalo lu juga ada rasa ke Dira?"

"Bukan itu, apa perasaan lu ke Dira lebih penting sampe lu gak bisa liat kebenaran?"

"Kebenaran apa, Day? Ini faktanya."

"Bisa gak, daripada lu nuduh gua yang nggak-nggak. Lu nanya dulu ama siapa Dira ke sini?"

"Ya ngapain gua nanyain itu, toh gua dah tahu lu ke sini ama dia."

"Stop, lu mulai gak waras ya. Segitu pentingnya perasaan lu sendiri lu gak percaya ama sahabat-sahabat lu, gak gua aja tapi Dira. Reaksi lu tadi bikin dia makin bingung." Dayyan mempertegas.

"Ya itu karena lu, ngapain lu rahasian dari gua kalo lu juga ada rasa ama dia. Harusnya lu jujur aja dan kita bersaing sehat," Dion membela diri.

"Gua yang jemput Dira," suara itu terdengar makin dekat ke arah mereka berdua. Itu adalah suara Daffi.

"Sorry, gua panggil Bang Daffi biar kalian gak debat lagi," kata Dira.

"Di, lu udah salah nilai Dayyan. Dan lu Day, lu dipanggil ama Daffa di belakang panggung." Daffi pun mendamaikan suasana sementara Dayyan langsung menuju ke belakang panggung tanpa mengatakan apapun pada Dion.

"Sorry, Bang. Ya udah, gua balik ya," ucap Dion kaku.

"Oke, hati-hati," ucap Daffi. Dira mengajarnya Dion.

"Di, lu apa-apaan sih? Lu puas udah bikin semuanya kacau? Malu dong ama abang-abangnya Dayyan, gua kecewa ama lu, ya udah gua mau ke belakang." Tegas Dira. Dira berlalu sebelum Dion sempat berkata apapun.

Dua jam kemudian acara itu pun selesai, mereka pun menuju ke mobil untuk segera pulang. Mereka masing-masing membawa bingkisan yang mereka beli di bazar musik itu, sebenarnya acara musik persahabatan namun teman-teman abang kembar Dayyan memamerkan karya kerajinan anak-anak jalanan yang berada di bawah naungan mereka untuk menggalang dana. Hasilnya lumayan banyak yang mengapresiasi.

"Bang Daffi, maafin Dion ya," ucap Dira dengan sangat menyesal atas kejadian barusan.

"Gak apa kali, Ra. Itu wajar sih, kayaknya Dion sayang banget ama lu lebih dari apapun," ejek Daffi sambil mengendarai mobil.

"Sumpah, gua gak tahu harus bereaksi gimana atas hal ini, Bang." Dira menghela nafasnya panjang.

"Slow aja kali, Ra. Gak usah lu pikirin, gua ama Daffi juga udah pernah kayak kalian. Ya maksudnya kami udah ngelewatin umur kalian jadi kami maklumlah." Daffa mencoba menenangkan.

"Tapi tetap aja, Bang. Gua gak enak ama kalian," ucap Dira lagi.

"Udahlah, Ra. Orang yang dilabrak aja gak kenapa-kenapa," ucap Daffi yang sedang menyindir adiknya.

"Ya kalo Dayyan sih gak akan ngeluh, Bang," kata Dira.

"Udah lupain aja." Dayyan akhirnya ikut bicara.

Kedua abang kembar Dayyan sudah sangat tahu karakter adiknya dengan baik sehingga dia bisa dengan santai menghadapi apa yang terjadi tadi. Dayyan tumbuh menjadi anak yang sangat dingin, mungkin dipengaruhi oleh psikologis mommy-nya saat ia harus kehilangan saudara kembar Dayyan yang meninggal saat masih bayi. Bayi perempuan yang seharusnya menjadi anak bungsu dalam keluarga mereka, kala itu mommy-nya sangat jarang bicara dan itu turun pada Dayyan yang juga terus merasa kehilangan. Kehadiran Diralah menjadi tetangga mereka sehingga keluarga mereka kembali terhibur, itulah salah satu faktor Dayyan mengapa seluruh keluarga Dayyan dekat dengan Dira sejak awal.

***

"Day, si kembar cerita ke mommy. Kamu ada salah paham ama Dion ya?" tanya mommy-nya mulai kepo.

"Bukan Dayyan, Mom. Tapi dia ke Dayyan," jawab Dayyan.

"Iya, mommy tahu. Maksud mommy kalian ada konflik salah paham."

"Udah berlalu kok, Mom."

"Berlalu gimana? Kalian akan kaku kalo ketemu kalo masalahnya gak dikelarin. Baby, kamu dan Dayyan itu sahabat gak sekadar sahabat lagi tapi saudaraan. Dia anaknya sahabat mommy jadi anak mommy juga, mommy gak maulah anak mommy diam-diaman kayak gitu. Day, dengerin mommy ya. Apalagi salah pahamnya tentang romansa dan libatin Dira, kamu kan tahu Dira itu udah kayak adik kembar kamu bagi mommy." Mommy-nya menjelaskan panjang lebar.

"Mom, may I speak?"

"Okay, please!"

"I'm okay, Mom. Dayyan tahu mommy peduli, so you have to trust me, okay?"

"Oke, mommy trusted you," ucap mommy-nya singkat.

"Mommy, biasanya percaya-percaya aja ama Dayyan. Kok kali ini agak panik sih? Any problem?" Dayyan mulai menyelidik.

"Ya nggak kenapa-napa, kali ini masalahnya sedikit berbeda, Baby. Kalian udah mulai tumbuh dewasa, mommy sebenarnya gak heran hal seperti ini akan terjadi. Karena mommy tahu gak mudah untuk sebuah persahabatan tetap utuh hingga akhir, pasti akan ada saja masalah yang menimpa kalian. Nah apalagi sekarang, kalian udah SMA dan rasa demi rasa akan mulai berubah ke lawan jenis. Ya termasuk yang dirasain Dion ke Dira sekarang, Baby. Ini gak hanya tentang perbedaan karakter kalian yang sering kali bisa menimbulkan percekcokan, tapi tentang rasa yang kalian sendiri gak akan bisa pahami sepenuhnya. Pertanyaan yang akan selalu ngehantuin kalian ya paling, kok bisa ya Dion ada rasa ke Dira? Kok bisa ya suka ama sahabat sendiri dan kok bisa-bisanya ya Dion cemburu sama aku? itu semua gak akan masuk di akalnya kamu." Mommy-nya menjelaskan dengan seksama.

"Okay, Dayyan ngerti sekarang. Thanks for all, Mom," ucap Dayyan tanggap.

"Ciieee yang lagi curhat-curhatan," suara itu terdengar oleh keduanya, itu adalah Daffi.

"Ya mommy harus jelasin dong ke adik kamu, kamu dan Daffa kan sering nganggap dia masih kecil. Dia juga udah gede ya, jadi jangan suka dibully," sindir mommy-nya.

"Iya, Mom. Udah jelas kok kalo dia dah gede, udah Daffi liat dari caranya nanggapin masalah semalam." Daffi menjelaskan singkat.

"Nih waktunya kita makan-makan, biar curhatnya lebih enak," seru Daffa sambil membawa sandwich dan susu.

"Tahu aja lu, Fa. Gua lagi laper," seru Daffi.

"Iya dong, kan curhat butuh tenaga juga," sindir Daffa.

"Thank you, Baby," ucap mommy-nya sambil tersenyum.

"Ini dia favorit gua dari mommy, senyumnya," seru Daffi sambil merangkul mommy-nya.

"Kamu cuman suka senyumnya mommy, tapi favorit mommy ya kalian bertiga," ucap mommy-nya membalas Daffi.

"Unnccchhhh, mommy. So sweet," goda Daffa. Dayyan tersenyum kecil melihat kedua abangnya.

***

Pagi hari, Dion datang ke rumah Dira untuk meminta maaf atas kejadian malam itu yang telah melabrak Dayyan di kafe. Tapi Dira ternyata tak ada di rumah, kali ini Dira tak bilang akan pergi ke mana. Ia hanya bilang pada mamahnya ada urusan di luar sebentar. Siapa sangka Dion bertemu Dira dan Dayyan di penjual bunga langganan Dira.

"Gua tadi ke rumah elu, Ra. Ternyata kalian di sini," ucap Dion kaku.

"Oh iya, gua gak bilang ke orang rumah gua mau ke mana jadi mereka gak tahu," balas Dira agak dingin. Dayyan hanya diam saja seperti biasa ia memang tak bicara jika tak ada yang ia anggap penting untuk dibicarakan.

"Ra, gua pengen ngomong ama Dayyan sebentar, oke?"

"Oke." Dayyan yang menjawabnya cepat karena ia melihat Dira yang bingung harus mengatakan apa. Mereka pun keluar dari toko itu.

Di dalam toko itu ada mommy Dayyan yang tak sempat dilihat oleh Dion, Dira terlihat kebingungan saat mereka Dion dan Dayyan ingin bicara.

"Sekarang gua minta lu jujur ke gua, Day," ucap Dion mencoba tenang.

"Tentang?" tanya Dayyan.

"Perasaan lu ke Dira," jawab Dion.

"Jadi lu pengen ngomong ama gua cuman pengen bahas tentang ini? Mending lu balik tenangin diri lu," ucap Dayyan sambil menghela nafas.

"Iya, ini gak mungkin kebetulan lagi kalian di sini berdua. Malam itu mungkin lu masih aman karena yang jemput Dira adalah Bang Daffi, tapi apa iya kali ini juga kebetulan atau emang lu yang udah atur semuanya," sindir Dion.

"Gua ke sini gak berdua ama Dira, di dalam ada nyokap gua. Jadi lu bisa pulang sekarang, Di." Dayyan berusaha menahan emosinya.

Tanpa tahu harus mengatakan apa, Dion langsung berlalu begitu saja. Dia bahkan makin bingung dengan yang terjadi pada dirinya sendiri yang makin impulsif, padahal Dayyan dan Dira adalah sahabatnya sendiri yang harusya tak ia salah pahami.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status