7 Days VS 7 Years

7 Days VS 7 Years

last updateLast Updated : 2025-05-06
By:  EkaliyaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
11Chapters
580views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Dalam kilasan sekejap, hubungan tujuh tahun Amel hancur. Di saat putus asa merajalela, Amel bertemu dengan Alex, seorang pria misterius yang mengubah segalanya dalam tujuh hari. Ketika Amel mulai yakin untuk memulai hubungan baru dengan Alex, Evan muncul dan memintanya kembali. Di antara memori lama yang hangat tentang tujuh tahun kisah cintanya dan janji baru yang menggoda, Amel harus memilih. Antara kenangan yang panjang dan momen yang baru, mana yang akan membawanya ke jalan kebahagiaan?

View More

Chapter 1

Bab 1

Malam itu, setelah menyelesaikan semua pekerjaan di toko roti miliknya, Amel bergegas mengunci pintu untuk segera pulang. Amel sudah membayangkan mandi air hangat saat sampai di apartemennya nanti. Hari ini sungguh melelahkan karena toko rotinya kedatangan banyak pembeli.

Setelah mengunci pintu, Amel yang hendak pulang menghentikan langkahnya ketika suara notifikasi dari ponselnya berbunyi. Tangannya merogoh ke dalam tas untuk mengambil ponsel, dilihatnya nama kontak Evan tertera di layar. Setelah satu minggu pacarnya itu tidak ada kabar, akhirnya Evan mengiriminya pesan.

Amel tertegun menatap layar ponselnya, tidak percaya pada kata-kata yang baru saja dia baca. Pesan singkat dari Evan yang memenuhi layar dengan kata-kata yang mengguncang.

Maaf, aku harus mengatakan ini. Amel, ini bukan tentangmu lagi. Kita harus berhenti di sini.

Amel berusaha mencerna setiap kata, mencari petunjuk atau tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pesan itu hanya lelucon, tetapi tidak ada. Hanya dinginnya kalimat dari pesan Evan yang menembus hatinya.

Amel berusaha menahan air mata yang sudah mengancam untuk tumpah. Begitu banyak kenangan, rencana masa depan dan impian yang terkubur dalam sekejap. Tujuh tahun hubungan yang ia bangun bersama Evan hancur dalam sekejap. Air mata pun mengalir tanpa bisa ia hentikan. Ini terlalu menyakitkan untuk Amel.

Amel menghapus air matanya dengan kasar, dia menelusuri kenangan-kenangan yang terpatri dengan jelas dalam ingatannya. Potongan-potongan gambar tentang canda tawa, malam-malam yang menyenangkan, dan rencana pernikahan yang hampir di depan mata terus berputar dalam benaknya.

“Nggak mungkin ini terjadi,” desis Amel pada dirinya sendiri. Kenyataan yang tak terbantahkan adalah bahwa pesan itu ada, dan Evan telah memutuskan hubungan mereka. Amel mencoba mengingat momen-momen ketika semuanya mulai retak, tetapi tidak ada yang tampak di depan matanya.

Pesan dari Evan sudah menjelaskan semuanya, hubungan mereka sudah berakhir dan Evan yang mengakhirinya. Amel ingin menyangkal semuanya. Setidaknya ia harus bertemu dengan Evan. Ia harus mendengarnya langsung dari mulut Evan, bahwa laki-laki itu memang ingin mengakhiri hubungan mereka, bahwa Evan sudah tidak mencintainya.

***

Malam itu, Amel masih duduk di depan toko rotinya, tangannya memeluk lutut sembari menatap kosong ke arah lantai di bawahnya. Pesan dari Evan sepuluh menit lalu terus berputar di kepalanya. Rasanya sungguh tidak nyata. Hubungan mereka berakhir seperti ini. Lalu, apa gunanya tujuh tahun yang mereka lalui bersama?

Sepuluh menit yang lalu, Amel memutuskan menghubungi Evan, meminta laki-laki itu bertemu dan menjelaskan semuanya. Evan setuju bertemu di depan toko roti milik Amel, dan di sinilah dia menunggu Evan dengan banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya.

Saat suara langkah kaki yang dikenalnya mendekat, Amel bergegas mendongak. Dengan mata sembab ia menatap laki-laki yang sekarang sudah berdiri di depannya, itu Evan. Amel tersenyum menatap Evan, perempuan itu lantas memeluk Evan erat, seolah menegaskan bahwa apa yang terjadi malam itu hanya mimpi. Lalu, semua kembali terasa nyata ketika Evan mendorong tubuhnya menjauh.

Evan masih berdiri di depannya, tatapannya terlihat canggung dan penuh penyesalan. Amel ingin meluapkan semua emosinya pada Evan, tetapi kata-kata itu terhenti di tenggorokannya.

“Hubungan kita benar-benar berakhir? Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Amel dengan suara tercekat.

“Kamu nggak melakukan kesalahan apa pun, Mel,” jawab Evan.

“Lalu kenapa? Kenapa hubungan kita berakhir?”

“Maaf, tapi kita nggak bisa bersama lagi. Aku nggak bisa melihatmu lagi,” ucap Evan dengan suara rendah, berbalik dan pergi tanpa meninggalkan ruang untuk penjelasan.

Amel terduduk di depan toko rotinya, membiarkan kehancuran merasuk ke dalam dirinya. Masa depan yang begitu pasti, kini terasa begitu samar. Dalam detik itu, segalanya menjadi hitam.

***

­­Dalam keheningan senja, Amel berdiri di balkon apartemennya. Ia menatap langit yang mendung dengan mata berkaca-kaca. Amel merenung pada kehidupannya yang kini seperti kisah yang tidak pernah ia bayangkan. Laki-laki yang pernah menjadi segalanya, kini telah menjadi bayangan yang menjauh.

Berakhirnya hubungan Amel dan Evan sungguh mengguncang kehidupan perempuan itu. Rencana pertunangan yang harusnya dilaksanakan minggu depan harus dibatalkan dan mengundang amarah kedua orang tua Amel. Mereka menyalahkan Amel atas berakhirnya hubungannya bersama Evan.

Setelah malam itu, bahkan Amel tidak memiliki gairah untuk menjalani kehidupannya. Rasanya begitu berat setiap kali ia membuka mata, bayangan kenangannya bersama Evan terus muncul. Ditambah dengan orang tuanya yang sekarang mendesak Amel untuk mencari pengganti Evan dan segera menikah. Amel merasa lelah dengan kehidupannya sekarang.

Amel seperti terjebak dalam terowongan gelap yang tak berujung. Hari-hari bahagia yang dulu ia impikan, kini telah sirna tergantikan oleh tekanan dan kekecewaan yang merayap setiap harinya. Setiap hari langkahnya terasa berat, ditarik kehampaan yang mendalam.

Dalam keputusasaan, pikiran untuk mengakhiri segalanya muncul. Namun, di sisi lain Amel merasa apa yang terjadi padanya tidak adil. Bagaimana semuanya berubah secepat ini?

Amel masih punya mimpi-mimpi yang ingin dia wujudkan. Dia masih punya Maya, teman yang menyayanginya. Dia masih punya dirinya sendiri yang harus dia cintai.

“Kamu ngggak berpikir akan lompat dari sana, kan?”

Amel menoleh kaget, Maya sudah berdiri di belakangnya sambil berkacak pinggang. “Sejak kapan kamu ada di sana?”

“Lupakan, itu tidak penting. Kemasi barangmu, kita ke Bali besok,” ucap Maya yang membuat Amel lebih kaget.

“Bali? Untuk apa?” tanya Amel tidak mengerti. Maya tiba-tiba mengatakan mereka akan ke Pulau Dewata besok, dan Amel tidak tahu tentang rencana itu.

“Untuk melupakan si brengsek Evan, aku yakin kamu akan mendapatkan pria bule di sana yang seribu kali lebih baik dari si brengsek itu,” kata Maya menggebu-gebu.

Amel mengerutkan dahinya. Pergi ke Bali, semua terlalu tiba-tiba. Amel memang ingin sejenak kabur dari permasalahannya setelah putus dari Evan, tapi pergi ke Pulau Dewata besok itu terlalu tiba-tiba. Bagaimana dengan toko rotinya? Ia tidak bisa menutupnya begitu saja.

“Maya, ini terlalu mendadak,” ucap Amel sembari menyentuh kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. Rencana Maya yang tidak terduga itu membuatnya pusing.

Maya menggelengkan kepalanya. “No, Amel ini nggak mendadak. Apa yang kamu khawatirkan? Toko rotimu? Aku sudah mengurusnya, tenang saja.”

Amel kembali mengerutkan dahinya, ia menatap Maya penuh curiga. Temannya itu sudah mengurusnya? Ini sangat mencurigakan. Beberapa detik kemudian ponsel di saku celana Amel berbunyi. Amel mengambil ponselnya, ada pesan masuk dari pegawai-pegawai toko rotinya.

Mbak Amel, maaf saya izin cuti beberapa hari. Saya ada keperluan di desa.

Mbak, maaf saya mau izin cuti...

Mbak Amel, maaf...

Amel menghela napas setelah membaca pesan-pesan dari pegawai toko rotinya. Sekarang ia mengerti apa yang dimaksud Maya dengan sudah mengurus semua. Temannya itu memang tidak bisa di tebak.

“Sekarang kamu nggak punya alasan lagi untuk menolak ajakanku. Besok kita ke Bali, oke? Aku sudah memesan tiket pesawatnya. Yang perlu kamu lakukan hanya mengemas barang-barangmu.”

Amel kembali menghela napas. Menolak ajakan Maya juga percuma, jika rencana kali ini gagal, Amel yakin Maya punya banyak rencana cadangan. Jadi, dari pada membuang tenaga, Amel akhirnya mengiyakan ajakan Maya.

“Oke, Maya. Kamu menang.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
11 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status