Home / Romansa / 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah / Bab 4: Ceramah untuk Diri Sendiri

Share

Bab 4: Ceramah untuk Diri Sendiri

Author: Mf²h
last update Huling Na-update: 2025-09-03 16:28:32

Pukul 03.30 pagi. Rizky sudah duduk di depan meja kerjanya dengan tasbih di tangan kanan dan segelas kopi hitam yang masih mengepul di tangan kiri. Di hadapannya, selembar kertas berisi catatan untuk ceramah subuh yang akan dia sampaikan satu jam lagi. Temanya: "Melupakan Masa Lalu."

"Ironis," gumamnya sambil tersenyum kecut.

Bagaimana mungkin dia memberikan ceramah tentang melupakan masa lalu sementara dirinya sendiri masih terjebak dalam kenangan delapan tahun silam? Tapi itulah tugasnya sebagai ustadz muda di masjid kompleks perumahan ini. Memberikan pencerahan, meski dirinya sendiri masih mencari cahaya.

Rizky meletakkan kopinya dan memejamkan mata, mencoba mengingat ayat dan hadits yang telah dia pilih untuk ceramahnya. Tapi alih-alih ayat-ayat Alquran, yang muncul di benaknya adalah wajah seorang gadis berkacamata yang selalu membawa buku ke mana-mana.

Maya Putri.

Gadis pendiam yang dulu selalu duduk di sudut perpustakaan, yang mata berbinar cerahnya selalu tersembunyi di balik lembaran buku tebal. Gadis yang selama satu semester menjadi partner proyeknya. Gadis yang dia sakiti tanpa sengaja.

"Astaghfirullah," Rizky menggelengkan kepala, berusaha mengusir bayangan Maya dari pikirannya.

Delapan tahun telah berlalu sejak kelulusan SMA. Delapan tahun sejak terakhir kali dia berbicara dengan Maya. Dalam delapan tahun itu, Rizky telah berubah total. Dari playboy sekolah yang berganti pacar setiap bulan, kini dia menjadi ustadz muda yang dihormati jemaahnya. Tapi satu hal yang tidak berubah: perasaannya pada Maya.

Telepon genggamnya bergetar pelan. Rizky mengernyitkan dahi melihat notifikasi yang muncul.

"Undangan Reuni Akbar SMA Pelita Bangsa Angkatan 2015."

Jantungnya berdegup lebih kencang. Reuni. Minggu depan. Itu berarti...

"Maya," bisiknya tanpa sadar.

Dia membuka pesan itu. Undangan digital dengan desain elegan. Lokasi di Hotel Grand Menteng, tempat yang sama dengan prom night mereka dulu. Tanggal 7 Agustus, pukul 7 malam. Dress code: "Dress Your Success" (Kenakan Pakaian Kesuksesanmu).

Rizky tersenyum tipis. Apa yang akan dikenakan seorang ustadz untuk menunjukkan kesuksesannya? Baju koko terbaik dengan peci yang paling mewah?

Matanya menelusuri daftar panitia reuni. Nama Luna dan Nadia tertera sebagai koordinator acara. Tapi yang membuatnya tertegun adalah nama di baris terakhir: Maya Putri, dokumentasi.

Jadi, Maya akan datang.

Rizky meletakkan ponselnya dan kembali fokus pada catatan ceramahnya. Atau setidaknya, mencoba fokus. Pikirannya terus melayang pada kemungkinan bertemu kembali dengan Maya setelah delapan tahun.

Apa yang akan dia katakan? Bagaimana reaksi Maya melihatnya sebagai ustadz? Apakah gadis itu masih membencinya karena kejadian di prom night dulu?

"Rizky," dia berbisik pada dirinya sendiri, "kamu harus fokus. Ada jemaah yang menunggu pencerahan darimu."

Dengan tekad baru, Rizky membaca kembali catatannya, menghafalkan poin-poin penting yang ingin dia sampaikan. Tentang pentingnya memaafkan, melupakan, dan melangkah maju. Tentang bagaimana masa lalu hanya pelajaran, bukan tempat untuk menetap.

Kata-kata yang dia sendiri perlu dengar.

Saat jam menunjukkan pukul 04.15, Rizky bersiap. Dia mengenakan baju koko putih sederhana, celana hitam, dan peci hitam yang menjadi ciri khasnya. Setelah berwudhu, dia berjalan ke masjid yang hanya berjarak lima rumah dari kontrakannya.

Masjid Al-Ikhlas sudah mulai ramai. Para bapak dan beberapa pemuda telah datang untuk shalat subuh berjamaah. Rizky disambut dengan senyuman dan anggukan hormat. Di usianya yang baru 28 tahun, dia telah menjadi figur yang dihormati di komunitas ini.

"Ustadz Rizky!" panggil seorang remaja, Faiz, yang merupakan salah satu santri di kajian remaja yang Rizky bimbing.

"Iya, Faiz. Ada apa?"

"Ustadz, hari ini ceramahnya tentang apa?"

Rizky tersenyum. "Tentang melupakan masa lalu dan melangkah maju."

Mata Faiz berbinar. "Wah, kebetulan banget, Tadz! Saya baru aja patah hati, ditolak Zahra dari kelas sebelah."

Rizky tertawa kecil. "Masih banyak Zahra-Zahra lain di dunia ini, Faiz."

"Iya sih, Tadz. Tapi Zahra ini spesial. Udah tiga tahun saya naksir dia."

Rizky menepuk pundak remaja itu. "Kadang, cinta pertama memang sulit dilupakan. Tapi hidup harus terus berjalan. Nanti dengarkan ceramah ustadz baik-baik, ya."

"Siap, Tadz!"

Saat adzan subuh berkumandang, Rizky merasakan ketenangan yang selalu dia rasakan di masjid. Di sini, di rumah Allah, dia merasa damai. Semua keresahan tentang masa lalu, tentang Maya, tentang reuni, seolah memudar saat dia khusyuk dalam shalatnya.

Setelah shalat subuh berjamaah selesai, Rizky berdiri di mimbar untuk menyampaikan ceramahnya. Sekitar lima puluh jamaah menatapnya, menunggu kata-kata hikmah yang akan dia sampaikan.

"Bismillahirrahmanirrahim," Rizky memulai. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab jamaah serempak.

"Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman, nikmat kesehatan, dan nikmat waktu sehingga kita bisa berkumpul di rumah-Nya pagi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman."

Rizky menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan pikiran dan perasaannya.

"Pagi ini, saya ingin berbicara tentang sesuatu yang sering kali menjadi beban bagi kita semua: masa lalu. Tentang bagaimana kita seringkali terjebak dalam kenangan, dalam kesalahan, dalam penyesalan, hingga lupa bahwa hidup seharusnya terus berjalan ke depan."

Rizky melihat beberapa jamaah mengangguk, sementara yang lain menatapnya dengan penuh perhatian.

"Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Insyirah ayat 7 dan 8: 'Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.'"

Rizky melanjutkan ceramahnya, berbicara tentang pentingnya ikhtiar, tentang memaafkan diri sendiri dan orang lain, tentang melihat ke depan dengan harapan dan optimisme. Kata-kata mengalir dari mulutnya dengan lancar, tapi dalam hatinya, dia merasa seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri.

"Kadang, kita menjadi tawanan masa lalu kita sendiri," ujarnya. "Kita terjebak dalam penyesalan atas kesalahan yang telah kita lakukan, atau sakit hati atas apa yang telah orang lain lakukan pada kita. Tapi ingatlah, saudara-saudaraku, bahwa Allah Maha Pengampun. Jika Allah saja mau mengampuni dosa-dosa kita, mengapa kita tidak bisa memaafkan diri sendiri atau orang lain?"

Saat mengucapkan itu, bayangan Maya kembali muncul di benaknya. Maya, dengan air mata yang mengalir di prom night itu, saat dia tanpa sengaja menyakiti perasaannya.

"Memaafkan bukan berarti melupakan," lanjut Rizky, suaranya sedikit bergetar. "Memaafkan berarti membebaskan diri kita dari beban kebencian dan penyesalan. Melangkah maju bukan berarti mengabaikan pelajaran dari masa lalu, tapi menggunakan pelajaran itu sebagai petunjuk untuk masa depan yang lebih baik."

Seorang ibu paruh baya di barisan depan mengangguk sambil menyeka air mata. Rizky tahu ibu itu baru saja kehilangan suaminya dan sedang berjuang untuk melanjutkan hidup.

"Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk tidak terlalu memikirkan masa lalu atau terlalu khawatir tentang masa depan. Beliau mengajarkan kita untuk hidup di masa kini, berbuat baik hari ini, karena hari ini adalah kenyataan yang kita miliki."

Rizky menutup ceramahnya dengan doa, memohon kepada Allah agar memberikan kekuatan bagi semua jamaah untuk melepaskan beban masa lalu dan melangkah maju dengan penuh keimanan dan ketakwaan.

Setelah ceramah selesai, beberapa jamaah menghampirinya untuk mengucapkan terima kasih atau bertanya lebih lanjut. Rizky melayani mereka dengan sabar dan ramah, meski pikirannya masih dipenuhi bayangan reuni yang akan datang.

"Ustadz Rizky," panggil seorang ibu yang Rizky kenali sebagai Ibu Khadijah, tetangganya.

"Iya, Bu Khadijah. Ada yang bisa saya bantu?"

"Ceramah Ustadz pagi ini sangat menyentuh hati saya," kata Ibu Khadijah dengan senyum tulus. "Tapi saya penasaran, apakah Ustadz sendiri punya pengalaman pribadi tentang melepaskan masa lalu?"

Rizky tertegun. Dia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu.

"Tentu saja, Bu," jawabnya setelah jeda singkat. "Semua orang punya masa lalu yang ingin dilupakan. Termasuk saya."

"Kalau boleh tahu, masa lalu seperti apa itu, Ustadz?" tanya Ibu Khadijah lagi, matanya penuh keingintahuan.

Rizky tersenyum tipis. "Sebelum menjadi ustadz, saya pernah menjadi orang yang sangat berbeda, Bu. Saya... pernah menyakiti banyak orang dengan sikap saya."

"Oh, saya tidak bisa membayangkan Ustadz Rizky yang lemah lembut ini menyakiti orang," kata Ibu Khadijah, sedikit terkejut.

"Manusia bisa berubah, Bu. Dengan hidayah Allah dan tekad yang kuat."

Ibu Khadijah mengangguk. "Benar sekali, Ustadz. Ngomong-ngomong, Ustadz tahu tidak? Putra saya, Ahmad, pernah satu sekolah dengan Ustadz dulu."

Rizky mengerjapkan mata. "Oh ya? Ahmad yang mana, Bu?"

"Ahmad Wicaksono. Dia dua tahun di bawah Ustadz. Dia sering cerita tentang Ustadz dulu. Katanya, Ustadz dulu terkenal sebagai playboy sekolah." Ibu Khadijah tertawa kecil. "Saya tidak percaya sampai dia menunjukkan foto angkatan Ustadz."

Rizky merasakan wajahnya memanas. Tentu saja orang-orang akan ingat reputasinya dulu. Bagaimana tidak? Dia berganti pacar hampir setiap bulan.

"Itu... masa lalu saya yang ingin saya lupakan, Bu," jawab Rizky pelan.

"Tapi lihat sekarang, Allah telah memberikan hidayah kepada Ustadz. Masyaallah, tabarakallah. Ini bukti bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat."

Rizky tersenyum. "Terima kasih, Bu. Semoga Allah selalu menjaga kita di jalan yang lurus."

Setelah Ibu Khadijah pergi, Faiz dan beberapa remaja lain menghampiri Rizky.

"Ustadz, kok tadi pas ceramah sepertinya memikirkan sesuatu?" tanya Faiz polos.

"Masa sih?" Rizky balik bertanya, sedikit gugup.

"Iya, Tadz. Apalagi pas bagian tentang cinta masa lalu. Ustadz kayak lagi curhat."

Rizky tertawa kecil. "Kamu ini perhatian banget, Faiz."

"Ustadz punya mantan ya?" tanya Ilham, teman Faiz, dengan mata penuh rasa ingin tahu.

"Semua orang punya masa lalu, Ilham," jawab Rizky diplomatis.

"Masa lalu yang seperti apa, Tadz?" desak Faiz.

Rizky menghela napas. Dia tidak ingin berbohong pada santri-santrinya, tapi juga tidak ingin mereka tahu terlalu banyak tentang masa lalunya yang kelam.

"Dulu, sebelum menjadi ustadz, saya pernah menjadi orang yang... tidak baik," aku Rizky. "Saya pernah menyakiti banyak orang, terutama perempuan. Saya mempermainkan perasaan mereka."

Mata para remaja itu melebar. "Serius, Tadz? Ustadz dulu playboy?" tanya Ilham tak percaya.

"Ya, dan itu bukan sesuatu yang saya banggakan," jawab Rizky tegas. "Itu dosa yang masih saya sesali sampai sekarang. Itulah sebabnya saya selalu mengingatkan kalian untuk menghormati perempuan dan menjaga perasaan mereka."

"Terus, Ustadz masih suka sama salah satu mantan Ustadz?" tanya Faiz, matanya berkilat penuh rasa ingin tahu.

Rizky terdiam sejenak. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Soalnya, tadi Ustadz bilang ke saya, 'Kadang, cinta pertama memang sulit dilupakan.' Ustadz juga mengalaminya ya?"

Rizky mengusap wajahnya. Dia lupa bahwa remaja-remaja ini sangat jeli dan peka.

"Ya," akhirnya Rizky mengaku, "ada satu orang yang sulit saya lupakan. Tapi dia bukan pacar saya dulu. Dia... seseorang yang pernah saya sakiti tanpa sengaja."

"Wah, romance banget, Tadz!" seru Rara, satu-satunya remaja perempuan dalam kelompok itu. "Kayak di sinetron!"

"Ini bukan sinetron, Rara," tegur Rizky lembut. "Ini kehidupan nyata dengan konsekuensi nyata. Menyakiti perasaan orang lain adalah dosa yang harus dipertanggungjawabkan."

"Ustadz udah minta maaf ke dia?" tanya Ilham.

Rizky menggeleng pelan. "Belum. Saya belum punya kesempatan."

"Kalau gitu, Ustadz harus minta maaf!" seru Faiz dengan semangat. "Bukannya dalam Islam, kita diajarkan untuk meminta maaf dan memaafkan?"

Rizky tersenyum melihat antusiasme santrinya. "Benar, Faiz. Tapi kadang, tidak semudah itu. Ada luka yang mungkin terlalu dalam untuk dimaafkan."

"Tapi kan Allah Maha Pengampun, Tadz," kata Rara. "Masa manusia nggak bisa memaafkan?"

Rizky tertegun mendengar kata-kata Rara. Dari mulut anak-anaklah sering keluar hikmah yang dalam.

"Kamu benar, Rara," kata Rizky akhirnya. "Mungkin sudah saatnya saya mencoba meminta maaf."

"Ustadz ada kesempatan?" tanya Ilham.

Rizky teringat pada undangan reuni yang baru saja diterimanya. "Ya, minggu depan. Ada reuni SMA saya."

"Wah, reuni!" seru Faiz antusias. "Ustadz harus datang!"

"Iya, Tadz! Terus nanti cerita ke kita ya," tambah Rara.

Rizky tersenyum melihat semangat santri-santrinya. "Insyaallah. Tapi sekarang, kalian harus pulang dan bersiap-siap untuk sekolah. Sudah hampir jam enam."

Setelah para remaja itu pergi, Rizky duduk sendirian di masjid yang mulai sepi. Dia membuka ponselnya lagi, menatap undangan reuni itu lebih lama. Jemarinya bergerak ke kontak lama yang masih tersimpan: Maya Putri.

Delapan tahun tidak berkomunikasi, tapi Rizky tidak pernah menghapus nomornya. Dia bahkan masih menyimpan foto mereka berdua saat mengerjakan proyek penelitian dulu. Tersembunyi dalam folder tersembunyi di galeri ponselnya.

"Apakah aku harus menghubunginya sebelum reuni?" gumam Rizky pada dirinya sendiri.

Tapi apa yang akan dia katakan? "Hai, ini Rizky. Maaf sudah menyakitimu delapan tahun lalu. Oh, dan sekarang aku ustadz. Apa kabar?"

Terdengar sangat canggung.

Mungkin lebih baik bertemu langsung di reuni. Tapi bagaimana jika Maya tidak mau berbicara dengannya? Bagaimana jika dia masih marah? Atau lebih buruk lagi, bagaimana jika Maya sudah melupakannya sepenuhnya?

Rizky teringat kata-kata dari ceramahnya sendiri: "Melangkah maju bukan berarti mengabaikan pelajaran dari masa lalu, tapi menggunakan pelajaran itu sebagai petunjuk untuk masa depan yang lebih baik."

Mungkin sudah saatnya dia mengikuti nasihatnya sendiri. Melangkah maju, tapi dengan membawa pelajaran dari masa lalu. Dan langkah pertama adalah mencoba memperbaiki kesalahan lama.

Dengan tekad baru, Rizky mengetik pesan singkat untuk Maya:

"Assalamualaikum, Maya. Ini Rizky. Aku baru saja menerima undangan reuni. Apakah kamu akan datang?"

Jarinya melayang di atas tombol kirim. Haruskah dia mengirimnya sekarang? Atau menunggu lebih dekat ke hari reuni?

Belum sempat dia memutuskan, ponselnya berdering. Nomor tidak dikenal.

"Assalamualaikum," jawab Rizky.

"Waalaikumsalam, Ustadz Rizky?" Suara seorang wanita paruh baya terdengar dari seberang.

"Iya, benar. Ini siapa ya?"

"Saya Ibu Hanifah, ibunya Maya."

Jantung Rizky seolah berhenti berdetak. Ibunya Maya? Bagaimana bisa? Apakah ini kebetulan, atau...?

"Oh, Ibu Hanifah. Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Rizky, berusaha menjaga suaranya tetap tenang.

"Saya mendengar ceramah Ustadz tadi pagi. Masyaallah, sangat menyentuh. Saya tidak menyangka Rizky yang dulu teman Maya sekarang sudah menjadi ustadz."

Rizky menelan ludah. "Ah, iya, Bu. Semua berkat hidayah Allah."

"Maya sering bertanya tentang Ustadz, lho."

Rizky terdiam. Maya bertanya tentangnya? Setelah apa yang dia lakukan?

"Benarkah, Bu?" tanya Rizky, tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Iya. Setiap kali saya pulang dari kajian di masjid Al-Ikhlas, dia selalu tanya apakah saya bertemu dengan Ustadz."

Rizky merasakan detak jantungnya semakin cepat. Maya masih mengingatnya. Dan lebih dari itu, Maya masih... peduli?

"Ustadz tahu tidak? Maya juga akan datang kajian di masjid Al-Ikhlas hari ini."

"Hari ini?" Rizky nyaris tersedak ludahnya sendiri.

"Iya, untuk kajian Ahad pagi jam 9. Biasanya dia tidak pernah mau ikut kajian, tapi entah kenapa hari ini dia bersikeras ingin ikut. Mungkin karena saya cerita bahwa Ustadz yang akan mengisi kajian hari ini."

Rizky tidak tahu harus merespons bagaimana. Pikirannya berkecamuk. Maya akan datang ke kajiannya hari ini? Setelah delapan tahun tidak bertemu?

"Bu... maaf, tapi saya harus mempersiapkan materi kajian dulu," kata Rizky akhirnya. "Terima kasih sudah memberitahu saya."

"Sama-sama, Ustadz. Sampai bertemu nanti."

Setelah menutup telepon, Rizky duduk terpaku. Maya Putri, gadis yang selama delapan tahun menghantui pikirannya, akan datang ke kajiannya hari ini. Apa yang harus dia lakukan? Apa yang harus dia katakan?

Rizky melihat jam tangannya. Masih empat jam sebelum kajian dimulai. Empat jam untuk mempersiapkan diri, tidak hanya secara materi, tapi juga secara mental dan emosional.

Dengan tangan sedikit gemetar, Rizky menghapus pesan yang belum dikirimnya tadi. Tidak perlu lagi. Dia akan bertemu Maya secara langsung, hari ini.

"Ya Allah," bisik Rizky, "berikan aku kekuatan untuk menghadapi masa laluku. Dan jika diizinkan, berikan aku kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahanku."

Saat berjalan pulang ke kontrakannya, Rizky tidak bisa menahan senyum. Mungkin inilah jawaban dari doanya selama ini. Mungkin inilah kesempatan yang dia tunggu-tunggu. Kesempatan untuk meminta maaf, untuk memperbaiki, dan mungkin... untuk memulai sesuatu yang baru.

Maya online di W******p jam 3 pagi, saat Rizky sedang menyiapkan ceramahnya. Apakah mungkin gadis itu juga tidak bisa tidur memikirkan pertemuan mereka?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 23: Belanja Wig

    "Ini terlalu mencolok," Alya menggelengkan kepalanya, menatap bayangan di cermin dengan horor. Di atas kepalanya yang berambut pendek, terpasang sebuah wig pirang panjang bergelombang yang membuatnya terlihat seperti penyanyi dangdut."Justru itu tujuannya!" Nadia bersikeras, berdiri di belakang Alya dengan tangan di pinggang. "Untuk membuat Faris tidak bisa mengalihkan pandangan darimu.""Dia tidak akan bisa mengalihkan pandangan karena aku akan terlihat seperti badut, Nad," Alya memutar matanya.Mereka berada di toko wig terbesar di Jakarta, memilih rambut palsu untuk Alya sebagai antisipasi jika dia tiba-tiba kehilangan kepercayaan diri dengan potongan pixie cut barunya menjelang reuni. Toko ini, yang dengan kreatif dinamai "Rambut Impian", memiliki berbagai macam wig dengan berbagai warna, panjang, dan gaya."Bagaimana dengan yang ini?" Luna menawarkan, mengangkat wig hitam lurus sepunggung. "Lebih natural, mirip rambutmu yang dulu."

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 22: Konfrontasi Pertama

    Rizky tidak sengaja. Sungguh, dia tidak merencanakan untuk bertemu Maya di toko buku ini. Setelah pertemuan singkat mereka di pesantren kemarin, dia pikir dia punya waktu beberapa hari untuk mempersiapkan diri sebelum reuni. Tapi takdir, atau mungkin Allah, punya rencana lain.Dia sedang mencari buku referensi untuk ceramah mingguan di bagian keagamaan ketika melihatnya Maya, berdiri di bagian fiksi, jemarinya yang lentik menelusuri punggung-punggung buku dengan gerakan yang familier. Dia mengenakan jilbab lavender sederhana, berbeda dengan jilbab yang dia kenakan kemarin, tapi tetap elegan.Rizky membeku di tempatnya berdiri. Haruskah dia menyapa? Berpura-pura tidak melihat? Berbalik dan pergi? Sebelum dia bisa memutuskan, Maya menoleh, seolah merasakan kehadirannya, dan mata mereka bertemu.Sejenak, waktu seolah berhenti. Rizky bisa melihat keterkejutan di mata Maya, diikuti dengan... apa itu? Kegembiraan? Kecemasan? Sesuatu yang tidak bisa dia b

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 21: Sudut Pandang Nadia

    Nadia merapikan jilbab lavendernya di depan cermin besar yang menempati hampir seluruh dinding kamarnya. Cermin itu dikelilingi lampu-lampu kecil yang biasa dia gunakan untuk merekam tutorial kecantikan untuk kanal vlognya. Dengan teliti, dia memeriksa riasan wajahnya, memastikan semuanya sempurna, bahkan untuk sekedar pertemuan santai dengan teman-teman."Sempurna," gumamnya pada bayangan di cermin, menyapukan lipstik sekali lagi. "Siapa sangka dulu kamu gadis culun berkacamata tebal yang selalu diejek Bimo, dan sekarang..."Nadia tersenyum puas. Lima juta pengikut di media sosial tidak berbohong. Dia, yang dulu selalu menjadi bahan ejekan karena penampilan kutu bukunya, kini menjadi panutan gaya untuk ribuan perempuan Indonesia. Salah satu keberhasilan terbesar dalam hidupnya adalah mendirikan "Nadia Beauty House", salon kecantikan yang kini memiliki cabang di tiga kota besar.Ponselnya berdering, menampilkan nama Luna di layar."Halo, Lun

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 20: Pemotretan Pasangan

    Faris menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangan. Entah sudah berapa kali dia melakukan itu dalam satu jam terakhir. Ruang tamu apartemennya yang biasanya nyaman kini terasa seperti sauna. Padahal pendingin ruangan berfungsi normal, hanya saja rasa gugupnya membuat suhu tubuhnya meningkat."Rileks sedikit, Faris," Andi, sahabatnya sekaligus perencana pernikahan profesional, mengomel sambil mengatur pencahayaan untuk sesi foto. "Kamu terlihat seperti akan menghadapi eksekusi, bukan pemotretan pasangan.""Maaf," gumam Faris, berusaha melemaskan bahunya yang kaku. "Aku tidak terbiasa dengan... semua ini.""Jelas sekali," Andi memutar mata dramatis. "Tapi inilah gunanya kita latihan. Kamu harus terlihat nyaman bersama 'suami'mu di reuni nanti."Faris mengangguk kaku, melirik ke arah kamar mandi tempat Dika sedang bersiap-siap. Setelah pertemuan singkat dengan Alya dan teman-temannya di Kafe Semanggi tadi siang, Faris merasa semakin terte

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 19: Rambut Baru

    Alya tidak bisa berhenti menatap bayangannya di kaca spion mobil Wulan. Rambutnya yang dulu panjang sepunggung kini begitu pendek, hanya menyisakan beberapa senti di atas kepalanya. Potongan pixie cut yang beberapa jam lalu masih terasa asing kini mulai terasa... tidak terlalu buruk?"Berhenti menatap dirimu sendiri," Wulan menegur dari kursi pengemudi. "Aku tahu kamu cantik, tapi jangan jadi narsis begitu.""Aku masih tidak percaya melakukan ini," Alya menyentuh rambutnya untuk kesekian kali. "Tiga tahun aku memanjangkan rambutku, dan dalam lima menit semuanya hilang.""Dan kamu terlihat sepuluh kali lebih cantik," Nadia meyakinkan dari kursi belakang. "Serius, Al, potongan itu membuatmu terlihat lebih dewasa dan sophisticated.""Secara psikologis," Indah menambahkan, seperti biasa, "perubahan drastis pada penampilan sering menjadi katalis untuk perubahan internal juga. Ini fase metamorfosismu.""Metamorfosis dari ulat menjadi kupu-kupu maksudmu?"

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 18: Boneka-Boneka Menari

    Maya menutup pintu mobilnya perlahan, tatapannya masih tertuju pada bangunan pesantren yang baru saja ditinggalkannya. Pesantren Hidayatullah, tempat Rizky mengajar dan membimbing para santri muda. Siapa sangka playboy sekolah dulu kini menjadi seorang ustadz? Hidup memang penuh kejutan."Bagaimana?" Sebuah suara mengejutkannya dari kursi penumpang.Maya menoleh, mendapati Pak Surya, mantan guru Bimbingan Konseling mereka, duduk dengan tenang sambil memegang sebuah buku catatan."Sesuai rencana," jawab Maya singkat, menyalakan mesin mobil. "Dia akan datang ke reuni.""Tentu saja dia akan datang," Pak Surya tersenyum penuh arti. "Tidak ada yang bisa menolak undangan dari cinta pertama, bukan?"Maya tersenyum tipis, tidak menjawab. Dia melajukan mobilnya keluar dari area parkir pesantren, pikirannya masih tertuju pada pertemuan singkat dengan Rizky barusan. Ustadz Rizky. Nama yang masih terasa aneh di lidahnya."Jadi, semua berjalan sesuai ren

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status