Share

Bab 7

"Selamat ya, Bun. Kaindra memang anak berbakat, bisa mendapatkan juara 1 di tingkat kecamatan untuk kategori pemain piano cilik."

Ucapan selamat dari kepala sekolah siang tadi setelah bocah enam tahun itu selesai mengikuti lomba yang diselenggarakan Diknas tingkat kecamatan dan mendapatkan peringkat satu.

Tak heran memang, putra Hana yang bernama lengkap Kaindra Naoki sudah beberapa kali mengikuti lomba piano dan selalu membawa piala. Selain membanggakan sekolahnya, ia pun membuat mama dan nenek puas dengan prestasi yang dia raih.

"Terima kasih, Bu."

Hana membalas jabatan tangan yang diulurkan ibu kepala sekolah dengan senyuman lebar. Bangga? Iya, tentu saja, pantas jika Kai bisa menerima beasiswa di SD Swasta tersebut, bukan karena prestasi di bidang musik saja, anak laki-laki itu juga berprestasi di bidang pendidikan.

"Dua hari lagi, Kaindra akan mewakili sekolah kami mengikuti lomba piano tingkat Kotamadya," ucap wanita berkacamata itu setelah melepas jabatan tangan dan mempersilakan Hana untuk duduk. Ada hal yang ingin dibicarakan tentang perkembangan si anak.

"Wah, ternyata Kaindra mendapatkan kesempatan. Terima kasih karena sekolah memberi peluang itu pada anakku. Setidaknya menambah pengalaman dalam mengasah bakatnya."

"Ananda memang keren saya bilang, bakatnya memang harus diasah terus. Atau mungkin Ibu atau Bapak telah memberi dukungan penuh, ya? Les atau sejenisnya atau orangtuanya bisa main piano juga, mungkin?"

Sang kepala sekolah mulai mengorek asal usul Kaindra menguasai tuts hitam putih itu. Jarang ada anak di sekolah itu yang berbakat musik itu hingga Kaindra mendapat sorotan dari sekolah.

"Tidak, Bu. Saya hanya memfasilitaskan dia piano kecil di rumah. Hm, bukan piano sih, sejenis keyboard tapi itu juga kecil sekali untuk ukuran piano. Hanya ada 36 tuts 7 oktaf mungkin dan Kaindra belajar sendiri dari YouTube."

"Dari Om bertopeng, Ma. Yang di kafe itu."

Tiba-tiba Kaindra yang dari tadi bungkam, mengungkapkan sesuatu yang menarik perhatian kedua wanita itu, lalu menoleh ke arahnya.

"Ya?" Ibu Lisa, kepala sekolah mengernyitkan kening, tidak begitu paham om yang dimaksud bocah berambut cepak itu.

"Om bertopeng?"

Hana pun ikut bingung dengan ucapannya, spontan mengulang kata itu. Dia mencoba membongkar memori dan menebak siapa sosok itu. Dalam hitungan beberapa detik, dia dapat mengingat sosok yang sering diceritakan putranya walau dia sendiri belum pernah bertemu atau melihat sendiri siapa om bertopeng itu.

"Oh, iya, Mama lupa." Matanya berbinar ketika dia berhasil mengingat.

"Siapa, Bu?"

Bu Lisa pun ikut antusias, menoleh ke arah Kaindra lalu menyoroti mata Hana penuh tanya. Om bertopeng, sebutan yang cukup dapat memancing penasaran bagi yang mendengarkannya. Pasalnya, nama itu cukup asing di telinga.

"Entahlah, Kaindra sering bilang selesai pulang sekolah, dia melewati kafe yang ada om-om pakai topeng sering main piano. Nah, dia sering minta Mang Udin, tukang ojeg untuk turuni dia bentar di depan kafe demi untuk memperhatikan cara pianis memainkan musiknya. Mungkin om yang dimaksud adalah pianis yang kerja di kafe itu."

Mendengar penjelasannya, Bu Lisa hanya mengangguk paham dan tersenyum lebar. Bangga mempunyai anak didik seperti Kaindra yang mempunyai minat belajar yang besar. Walau dia tahu, keluarga Hana bukanlah keluarga berada. Kaindra mempunyai seorang nenek yang menjajakan kue pasar dan seorang ibu yang punya usaha online, menjual kue. Itu pun penjualannya tidak begitu lancar, kadang ada, kadang sepi bahkan kadang tak ada pembeli sama sekali dalam seminggu.

Namun, dengan hidup pas-pasan untuk makan sehari-hari, tidak menurunkan minat dan semangat seorang Kaindra untuk belajar. Beruntung memang Hana mempunyai putra yang dulu sempat ingin dibuangnya.

"Wah, belajar dari situ juga? Hebat kamu, Kaindra. Memang, belajar bisa dari mana saja. Apalagi kalau dia benar-benar belajar dari yang ahlinya, saya rasa Kaindra kelak bisa menjadi pianis terkenal."

Ucapan dari Bu Lisa mengakhiri pertemuan. Lalu, mereka pamit pulang lantaran dia sudah berjanji pada ibu, akan mengantar kue pesanan ke salah satu langganannya.

***

Siang itu, matahari lumayan terik, panas sinarnya cukup membuat kulit ibu dan anak yang sedang berada di jalan terasa menyengat. Peluh memenuhi pelipis, dahi dan leher. Baju mereka pun mulai basah karena punggung mulai mengeluarkan cairan keringat. Menuju pulang, Hana membonceng si anak dengan motor matic yang mulai lusuh dimakan waktu.

"Mama, itu kafenya. Iya, itu, Ma."

Kaindra menunjuk salah satu ruko minimalis di pinggir jalan saat motor Hana berhenti, menunggu pergantian lampu lalu lintas. Dari balik kaca helm, Hana menoleh mengikuti arah jari telunjuk Kaindra yang duduk di belakangnya, hati mendadak tercubit. Kafe itu mengingatnya pada peristiwa masa lalu yang tak ingin dikenang.

Kafe berdinding cokelat muda yang dulunya adalah tempat favorit ia dan ayah biologis Kaindra. Di sana banyak mengukir kenangan yang indah tetapi penuh luka. Tempat terakhir Hana kunjungi saat Mahendra berjanji akan menemuinya di sana, tetapi kenyataannya, pria itu tak menunjukkan batang hidungnya sampai sekarang.

"Ma, ayo jalan, sudah hijau."

Tepukan di lengan membangunkan lamunan Hana dari kepingan masa lalu yang seharusnya diabaikan tetapi masih membekas di relung hati. Belum bisa sepenuhnya ikhlas menerima perlakuan pria yang tak bertanggungjawab seperti Mahendra. Akan tetapi, jika ditanya apa dia ingin bertemu pria itu kembali, tentu saja tidak. Jangankan melihat wajah, Hana bahkan tak ingin mendengar namanya dipanggil.

Lagi, moodnya hancur setelah melihat dan mengingat kafe yang akan tertuju pada kenangan itu. Selama ini, dia memang sering melewati tempat itu, tetapi dia tak pernah sadar dengan tempat tongkrongan tersebut. Dia nyaris lupa kafe yang bernama cafe cinta rasa lantaran terlalu fokus dengan jalan yang di depan.

"Ini diantar ke rumah Bu Siska, minta uang 250 ribu. Harus lunas, jangan tempo. Soalnya Ibu butuh modal untuk beli bahan orderan besok."

Ibu menyerahkan kotak yang isinya kue basah seratus biji setelah Hana sampai di rumah. Alasan meminta Hana mengantarnya selain aman sampai tujuan, akan jauh lebih berhemat ketimbang menggunakan jasa ojek karena harus bayar ongkosnya lagi.

"Iya, Bu."

Mengalirkan air dingin ke rongga mulut, menyejukkan tenggorokan dan tubuh yang gerah, Hana kembali mengambil kunci motor yang ada di atas meja.

"Titip Kai ya, Bu." Mengambil kotak itu lalu berlalu menuju ke pintu.

"Iya, pulangnya jangan malam-malam. Ingat, di simpang pertigaan, hindari preman mabuk dan bertato itu."

Ibu mengingatkan sambil mengelap meja yang kotor dan mengambil peralatan yang kotor, sisa aktifitas dari membuat kue-kue pesanan tadi.

"Iya, Bu."

Kalimat itu terucap bersamaan dengan Hana menutup pintu. Dia kembali melajukan motor pink, alat transportasi satu-satunya yang membawanya ke mana-mana. Lupakan sejenak tentang kafe itu, dia fokus membawa kue pesanan Bu Siska yang sudah menjadi langganan ibu selama dua tahun.

Setelah mendapatkan uang dari Bu Siska, Hana pun mengucapkan terima kasih dan pamit. Baru saja dia menyalakan mesin motor kesayangannya, ponsel yang ada di saku celana berdering minta diangkat. Melihat nama yang ada di layar itu, ia mengusap tombol hijau.

"Han, kita bisa ketemu? Kafe cinta rasa."

Sesaat napas terasa sesak ketika seseorang itu memintanya datang ke kafe sejuta kenangan dengan sang mantan. Belum mendapatkan jawaban dari Hana, orang yang di seberang sana memutuskan panggilan teleponnya.

"Kenapa harus tempat itu?" gumamnya lirih dengan hati yang ngilu.

"Benci, aku benci tempat itu."

Komen (7)
goodnovel comment avatar
River Lyn E Kilik
nga abis bacan dan tidak meneruskan bacaan karena ya gini2 aja cerita nya, harus balik lagi ke orng yg mengkhianati haha uda ketebal alurnya si yah gini2 aja sepertimana novel lainnya
goodnovel comment avatar
Jumayah Mohd
cerita macam ni last misti balik ke awal bersatu tak ada dendam hanya ada cinta,jenuh tajuk macam ni maruah pempuan macam tak ada harga
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
orang itu siapa Hanna apakah itu s Arsenio apa yg lain kmu ati2 klo kmu trsuma lebih baik bilang jangan d sana d tmpt lain aja ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status