Share

90's Love Life Laugh
90's Love Life Laugh
Penulis: LisaLiza

WHALE 52

1|Whale 52

                                Sunyi,Senyap,Sepi.....

Kau tau apa itu Whale 52?

Ya, Whale 52  adalah seekor paus paling kesepian di dunia ini yang sama sekali tak memiliki pasangan hidup atau kawanan.

Tidak ada yang menghiraukannya,tidak ada yang mendengarnya,ia ada namun senyap.

1981

     Kala itu,semua hancur.

 Peristiwa yang sungguh menyakitkan bagiku terjadi di kala umurku genap 10 tahun.Semua sumber bahagiaku lenyap seketika... belahan jiwaku pergi untuk selamanya,meninggalkan buah hatinya yang bahkan belum beranjak dewasa.

”Oh Tuhan mengapa harus diriku?”

aku mengutuk Tuhan atas segala hal yang terjadi pada diriku.

”Mengapa kau ambil ibuku yang berharga? Mengapa kau egois sekali Tuhan?” ucapku lirih.

Ia adalah Dante sosok lelaki remaja dengan segala luka yang tumbuh dalam dirinya. Sembilan tahun yang lalu, Dante kehilangan sosok wanita yang dicintainya. Peristiwa bencana tsunami yang menjemput ibunya pada sebuah akhir kematian. Pagi itu matahari bahkan belum nampak, hanya suara alam yang menandakan pagi telah tiba. Pagi buta sekali ibu Dante pergi berpamitan untuk membeli udang segar di pasar pelabuhan dekat pantai, yang membutuhkan waktu perjalanan hingga 2 jam lebih dan hanya ada satu bus kecil menuju rute tersebut yang beroperasi pukul 5 subuh. Ibunya sangat bersemangat karena hari itu merupakan hari spesial bagi mereka tepatnya bagi Dante yang bertambah usia  genap 10 tahun.Ibunya berniat membuat udang saus padang makanan kesukaan Dante, kemudian beliau pergi berpamitan kepada suami dan anaknya yang masih berselimutkan kantuk.

Matahari masih malu menunjukkan sinarnya, namun suara ayam berkokok saling bersautan pertanda pagi telah dimulai. Bocah lelaki itu lalu setengah terbangun berusaha mengumpulkan kesadaran dan mungkin kemalasannya untuk bisa terperanjat dari kasur kapuk lusuh miliknya. Lalu dia pun keluar membuka pintu untuk merasakan udara pagi yang sejuk.

”Wah pagi ini begitu kelabu padahal sudah menunjukkan pukul 7” ucapnya dalam hati.

Kemudian Ayahnya berteriak cukup keras didalam sana menawarkan secangkir teh hangat untuk menyambut pagi yang dingin ini.

"Nak apakah kau mau secangkir teh hangat buatan Bapak mu yang tampan ini?” ucap ayah diselingi guyonan khas nya.

“Aku tentu mau dong pak” ucap Dante bersemangat.

  Ayah dan anak itu kemudian menghabiskan waktu pagi mereka dengan bercengkrama ringan.

”Pak sepertinya ibu agak terlambat hari ini”ucap Dante

“Iya Nak,mungkin ibu sedang menunggu angkutan mobil ke desa kita, kan tahu sendiri bagaimana susahnya akses menuju kesini” jawab ayahnya.

  Keluarga Dante tinggal di daerah dataran tinggi itu sebabnya akses jalan sangat terbatas,pertokoan dan pasar jauh dibawah sana.Tapi ada yang aneh dengan pagi ini langit kelam kelabu, burung-burung seperti berontak diatas langit sana dan angin berdesir kencang menusuk kulit.Tidak lama dari itu,mereka merasakan getaran dalam pijakan mereka diikuti bangunan rumah dan seisinya yang bergoyang hebat diiringi teriakan warga yang panik.

“Dante ayo cepat dante....kita keluar dari sini” ucap ayah panik.

  Semua warga begitu juga Dante dan Ayahnya berhamburan keluar rumah. Gempa besar itu kemudian berhenti. Semua masih panik dan khawatir karena gempa itu lumayan cukup besar,dan satu hal yang paling membuat Dante khawatir yaitu ibunya, semua pikiran buruk  terus menghantui Dante kala itu apalagi ibunya yang tak kunjung pulang. Kemudian semua warga di arahkan ke balai desa dan pada saat itu mereka mendengar kabar buruk bahwa dibawah sana terjadi tsunami. Dante dan ayah nya terduduk lemas memikirkan ibunya yang saat itu sedang berada di dekat pantai.

”Pak bagaimana ini...bagaimana dengan ibu,ayo kita pergi kesana mencari ibu” ucap Dante kalap.

  Kemudian siang nya mereka pergi bersama warga lain yang anggota keluarganya sedang dekat di daerah pantai. Akhirnya mereka sampai dan melihat di sekelilingi mereka sudah hancur parah,semua rata,bsemua rusak tak bersisa. Puing-puing rumah dan seisinya mengeliling pemandangan di sekitar. Semua yang ada dalam mobil itu berhamburan keluar berusaha mencari dan menanamkan dalam hati mereka bahwa masih ada harapan untuk keluarga mereka selamat dari bencana tersebut. Tak kalah panik Dante dan Ayahnya mencari informasi tentang para korban.

Dua hari setelahnya mereka masih juga mencari keberadaan ibu, namun nihil belum ada informasi mengenai keberadaan beliau. Perasaan cemas dan kesedihan yang mendalam berusaha dibalut oleh harapan, kalut memang tetapi mereka harus tegar dengan apapun yang terjadi nanti. Ayah Dante berusaha menguatkan Dante yang tidak berhenti menangis merengek menyebut ibunya.

  Tim sar dan relawan masih hilir kesana kemari mencari dan menyelamatkan para korban,banyak liputan dari media di berbagai sisi, kemudian berbagai bantuan lain silih berdatangan. Lalu keluarga korban termasuk Dante dan Ayahnya diarahkan menuju posko yang menampung jenazah korban bencana yang berhasil ditemukan. Dengan langkah yang berat mereka menuju posko untuk mengindentifikasi apakah jenazah tersebut bagian dari anggota keluarganya.

Sebelumnya para anggota keluarga telah diminta mengisi biodata, ciri fisik dan pakaian terakhir yang dipakai para korban yang hilang untuk memudahkan pencarian korban. Kemudian satu persatu keluarga korban mulai melihat jenazah yang menyerupai ciri anggota keluarganya.

Hingga tiba giliran Dante dan Ayahnya yang membuka kantung jenazah tersebut, mereka saling menguatkan, doa dirapalkan erat-erat dengan hembusan nafas yang berat dan perasaaan yang sanggup tidak sanggup mereka melihat didepan mereka mayat seorang wanita yang mereka kenal,yang mereka cintai, separuh nyawa mereka, sosok yang menghangatkan hati mereka kini terbujur kaku pucat pasi dengan luka gores di mana-mana dengan pakaian basah yang lusuh. Dante kecil saat itu sudah tidak sanggup melihat kondisi ibunya bahkan untuk seperkian detik pandangan Dante menjadi kabur, semua gelap, sunyi,dan senyap. Dia masih sangat kecil dan rapuh, harus menerima kenyataan bahwa peri kehidupannya sudah pergi meninggalkan dirinya yang bahkan masih buta akan kehidupan yang berat ini.

  Mata kecilnya sulit terbuka atau bahkan ia sudah malas untuk terbangun dan menerima kenyataan yang ada. Dante kecil lalu terbangun, dia berusaha mengingat kejadian tadi saat dia melihat mayat ibunya,ia buang bayangan itu jauh-jauh,namun air mata tidak dapat ia bendung ia terisak dalam semakin dalam perasaan kalut tersebut menyeruak dalam dirinya. Ayahnya memegangi tangan Dante, ia sama hancurnya dengan Dante bagaimana tidak istri tercinta dia sudah pergi meninggalkan mereka. Ayahnya berusaha kuat dan tabah dengan beribu keping-keping kesakitan ia harus tetap tegar untuk anaknya.

Persetan dengan kata tegar,Dante mengutuk dirinya sendiri kala itu,mengapa ibunya harus membeli udang kesukaannya, mengapa harus ada perayaan dalam ulang tahunnya,mengapa ibunya meninggal hanya karena sebuah udang? Tak lupa ia menyalahkan Tuhan atas segala yang telah terjadi.

  Hari itu datang, mereka harus segera membumikan ibunya, mengantar beliau menuju tempat istirahat untuk selama-lamanya. Dante kecil masih terisak dengan tatapan kosong ia melihat ibunya dibalut oleh kain putih itu sedang tertidur dengan tenang bahkan di saat-saat terakhirnya ibunya sangat cantik.Waktu terasa begitu cepat padahal ia berharap waktu berhenti untuk sekarang karena ia masih berat hati untuk mengantar ibunya pergi.

  Di depan pandangannya Dante melihat ibunya sudah dimakamkan dengan tumpukan tanah di atasnya,tak lupa ia berdoa untuknya,memberi ibunya bunga yang paling cantik dari yang pernah ada. Satu persatu orang-orang mulai meninggalkan pemakaman diikuti kata turut berduka cita untuk mereka,kini hanya tersisa Dante dan Ayahnya yang masih enggan meninggalkan makam ibunya.

”Ibu maafkan Dante harus meninggalkan ibu sendiri disini,Dante janji akan lebih sering mengunjungi ibu.Kini ibu sudah bahagia kan disana? tidak harus mengkhawatirkan ku dan bapak lagi.Oh iya bu, kalau ibu merindukan Dante datang saja ke mimpi ku yah bu” ucap Dante sambil terisak.

  Kemudian Dante dan Ayahnya meninggalkan pemakaman dengan hati dan langkah yang berat. Ia masih tidak sanggup membayangkan akan jadi apa hidupnya tanpa seorang ibu.Tepat setelah seminggu kematian ibu Dante masih saja terpuruk dan seperti kehilangan harapan,hanya berdiam mengurung diri di kamar seperti mayat hidup,ia bahkan hanya makan beberapa roti yang ayahnya beli untuknya,ditambah lagi kegiatan desa masih lumpuh sehingga Dante belum bisa pergi ke sekolah.Semua orang mengkhawatirkan Dante, entah dengan cara apalagi Ayahnya membujuk dia untuk keluar kamar dan beraktivitas seperti biasa. Para tetangga dan teman-temannya rutin menjenguk Dante hanya untuk  memberi semangat dan berusaha membujuk Dante untuk bisa bermain kembali dengan mereka, namun  nihil ia tetap saja berdiam mengurung diri di kamarnya.

  Hari ke hari terasa berat untuk dijalani bahkan menghembuskan nafasnya saja membuat Dante malas setengah mati. Bayangan ibunya terus muncul lagi dan lagi,ia tidak mau melupakan ibunya namun di satu sisi ia semakin sakit menerima kenyataan bahwa ibu sudah tidak bersama dia lagi. Dante berusaha berpikir jernih,ia tidak mungkin hanya terpuruk dan menyalahkan diri sendiri terus menerus. Pelan-pelan ia kembali membuka diri berusaha melanjutkan hidup dan beraktivitas seperti biasa. Ayahnya turut senang atas perubahan sikap Dante. Ia berharap dapat mengisi kekosongan dalam diri Dante setelah kematian istrinya, ia akan berusaha mati-matian untuk kebahagiaan Dante walaupun ia sama terpuruknya atas segala hal yang sudah terjadi.

1990

Di masa kini aku sama hancurnya...

 Langit malam itu sangat hitam pekat. Dante terduduk sembari melihat sinar rembulan yang redup dengan ditemani secangkir teh hangat. Dante kini telah tumbuh menjadi sosok remaja berusia 19 tahun, untuk remaja seusianya Dante sangat tampan dengan perawakan tinggi dan tubuh yang lumayan atletis, gurat wajah yang tegas namun memiliki lesung pipi yang menghiasi wajah tampannya. Kini remaja lelaki itu telah menyelesaikan sekolahnya.

Saat pagi hari ia bekerja sebagai pengantar surat dan siang hari ia membantu Ayahnya membuat tembikar. Hidup dante berjalan seperti seharusnya ,namun ia tetap merasakan kekosongan dalam dirinya. Ia seakan-akan masih belum puas atas hidup yang ia jalani saat ini.

 Dante berpikir ia harus membuat perubahan dalam dirinya, ia harus mencari jati dirinya sendiri dan tidak hidup dibawah bayang-bayang Ayahnya lagi.Ia kini sudah dewasa.

Dante ingin pergi ke pusat kota untuk memperbaiki hidupnya, ia sudah tidak ingin hidup terpencil di desa ini tetapi  bagaimana dengan Ayahnya yang kini sudah semakin tua,sungguh ia sangat bingung untuk menentukan pilihan apakah harus pergi ke kota meninggalkan Ayahnya atau hanya berdiam disini tanpa perubahan.

 Pagi harinya ia sudah membulatkan tekat untuk membicarakan hal tersebut dengan Ayahnya. Ia melihat Ayahnya sedang terduduk santai sembari merokok cerutu.

”Pak,Dante ingin membicarakan hal yang penting dengan bapak” ucap Dante memulai pembicaraan.

”Apa itu Nak?”

“Pak aku ingin pergi ke pusat kota mengumpulkan banyak uang dan mencari pengalaman disana tetapi... aku tidak tega harus meninggalkan Bapak disini,jadi apakah bapak mau ikut denganku ke pusat kota? Mari kita membuka toko tembikar disana Pak, toh aku mempunyai uang dari hasil bekerja selama ini untuk memulai usaha. Bagaimana pendapat Bapak?” ucap tegas Dante “

"Bapak sudah nyaman disini Nak, rumah ini,desa ini telah menjadi bagian saksi kunci hidup Bapak dengan Ibumu .Jadi jikalau kau ingin pergi ke pusat kota silahkan Bapak izinkan, raihlah keinginan mu selagi masih ada waktu... buat masa remaja mu menjadi emas, Bapak akan selalu disini Nak tidak akan kemana-mana” jawab Ayahnya.

 Pembicaraan itu mengarahkan Dante untuk memutuskan pergi ke pusat kota. Lantas apa yang akan terjadi dalam hidupnya? Cinta,harapan,persahabatan,pertikaian semua hal itu sudah menunggu Dante didepan sana. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status