Share

Janji Suci

Jika membayangkan pernikahan kaisar dengan seorang nona muda dari keluarga Blanchett sangat meriah dan dihadiri banyak orang, maka itu suatu anggapan yang keliru. Pada faktanya, Reinhart berjalan seorang diri ke arah altar diikuti tatapan para tamu undangan yang tak bisa diterjemahkan.

Bahkan tak ada seorang pun dari keluarga Blanchett yang menghadiri pernikahannya. Reinhart benar-benar sendiri ketika berjalan menuju altar.

'Apa dia benar-benar anak yang tak diharapkan?' bisik perempuan itu dalam hati.

Kim Nara merasa prihatin dengan sosok yang kini tubuhnya ia tempati. Namun, senyum sinis di ujung bibirnya tak bisa ia kendalikan begitu saja.

'Apa sekarang waktunya mengkhawatirkan orang lain? Bahkan nasibmu ke depan sama tak jelasnya dengan nasib wanita ini.' Kim Nara kembali berbisik di dalam hati.

Tak lama, ia berusaha mengabaikan perasaannya. Perempuan itu tak ingin tenggelam dalam kekhawatiran yang bisa menyesatkan.

Yang harus ia lakukan sekarang adalah menjalankan tugas dari sang dewa atau pengendali waktu atau apa pun itu, untuk bisa kembali ke dunianya.

Dengan langkah pelan, tapi pasti dan dada membusung tinggi, perempuan itu berjalan penuh percaya diri. Ia berusaha mengabaikan wajah-wajah para bangsawan yang menatapnya dengan sorot prihatin(?).

Perempuan itu bahkan tak bisa mengenali, ekspresi apa yang kini ditunjukkan oleh para tamu undangan yang tak sampai seperempat memenuhi ruangan ini.

Benar, sebagaimana para pelayan yang ia jumpai di selasar ketika menuju Kuil Pendeta Agung yang berada di istana kekaisaran, wajah mereka sama. Hampir tanpa ekspresi. Hanya beberapa suara yang meningkatkan kecurigaannya.

"Benar-benar gadis yang malang."

"Aku berharap Kaisar sadar kali ini."

"Aku mengharapkan keselamatan Nona Muda Blanchett."

Desas-desus itu lagi. Sebenarnya apa yangg terjadi?

Namun, ia tak bisa lagi mundur. Ia sudah berada di tengah jalan dan tak mungkin lari begitu saja. Perempuan itu yakin pasti, ia akan segera kehilangan kepalanya, apabila melakukan tindakan bodoh seperti yang dibayangkan.

Benar-benar terlambat, jika ia harus lari saat ini. Yang bisa ia lakukan hanyalah terus berjalan tanpa menunjukkan rasa gentar.

Apa pun itu, akan ia hadapi asalkan bisa kembali ke dunianya dan membalas dendam kepada Axel serta Vallerie yang telah membuatnya mati.

Kim Nara sebagai Reinhart menelan saliva untuk membasahi kerongkongannya. Jaraknya dengan sang kaisar tinggal beberapa meter saja. Namun, tetap tak suara yang bisa memecahkan kesunyian ini.

Bahkan bunyi ujung sepatunya pun seakan menguap begitu saja, tanpa sisa. Ini benar-benar pesta pernikahan paling sunyi yang pernah ia temui.

Di dunia sebelumnya, pesta pernikahan paling sederhana sekalipun, pasti masih terkesan meraih dengan berbagai macam suara dan bebunyian. Setidaknya ada iringan musik yang mengiringi sang mempelai ketika berjalan menuju altar.

Bagian yang paling ia anggap menyenangkan. Setidaknya, ketika ayahnya yang pemabuk itu tak bisa menggandengnya menuju altar, dirinya tak akan merasa kesepian. Namun, ia tetap merasakan kesepian itu saat berada di tubuh orang lain, di hari pernikahannya.

Ujung mata Kim Nara terasa panas. Sepertinya ... sebagai dirinya sendiri ataupun Reinhart, ia merasakan persamaan yang sama. Terkutuk untuk tenggelam pada kehidupan paling sunyi.

Tidak, ia tidak boleh menangis di sini. Bagaimanapun ini adalah hari pernikahannya. Tidak seharusnya ia menitikkan air mata di hari bersejarah ini.

Sekalipun ini bukanlah hal yang ia inginkan, tapi ini nasib yang harus ia jalani. Demi bisa kembali ke dunia yang sebelumnya ia tempati.

Perasaan perempuan itu mendidih begitu mengingat wajah orang-orang yang sudah membuatnya terjebak dalam dunia ini. Kalau saja ia tahu dari awal bahwa Axel bukanlah pria baik dan sang atasan merupakan wanita kejam, dirinya tak akan terlena dengan permainan mereka.

'Tunggu saja, aku pasti akan membalas perbuatan kalian!'

Langkah Kim Nara dalam balutan gaun pernikahan berwarna putih gading dengan mahkota bunga di rambutnya itu, semakin tegap. Ia tak akan menyerah begitu saja.

Jaraknya dengan sang kaisar kian mendekat. Kini, Kim Nara bisa mendengar deru napas dan detak jantungnya yang tak beraturan. Namun, ia justru kembali tenggelam dalam lamunan.

'Sudah benarkah yang aku lakukan?' bisiknya sedikit ragu-ragu.

Ia sama sekali tak mengenal sosok pria yang akan menjadi suaminya. Haruskah ia menyerahkan dirinya begitu saja?

'Tapi, bukannya sang Kaisar memiliki tujuan dengan menikahi Reinhart? Kenapa tak saling memanfaatkan saja? Ya, Kim Nara. Kamu sudah bertekad untuk kembali dan membalas dendam. Ini bukanlah apa-apa. Kamu pasti bisa!'

Perempuan itu kembali berbisik dalam benaknya. Dengan langkah kaki yang semakin mendekati tempat sang kaisar berada.

"Berikan tanganmu, Nona."

Terlalu asyik melamun, Reinhart tak menyadari jika dirinya sudah berada di depan sang kaisar. Pria yang ia taksir berusia tiga puluh lima tahun itu, mengulurkan tangan. Wajahnya tetap datar. Seperti kebanyakan orang yang berada di istana ini.

Tidak, bahkan dibandingkan tadi malam, wajah sang kaisar terlihat lebih dingin. Rahang yang seharusnya tampak tegas dan membuatnya terlihat seksi itu, mengeras.

Kim Nara mulai gentar. Sebagian tubuhnya gemetar.

"Ah, ya, Yang Mulia." Tangan perempuan itu terulur. Memberikannya pada sang kaisar.

Sedikit tidak sabar, Kiasar Caspian meraih tangan Reinhart yang sedikit gemetar. Meski dirinya sudah berusaha untuk tetap tegar, faktanya tak mudah berhadapan dengan pria yang begitu mendominasi.

"Anda takut padaku, Nona?" bisik pria itu ketika mereka berdiri berdampingan. Menghadap sang Pendeta Agung yang akan memimpin pernikahan mereka hari ini.

"Ti-tidak, Yang Mulai. Sa-saya hanya merasa sedikit gugup."

"Bagus. Sepertinya Anda memang cukup memiliki keberanian untuk menghadapiku, Nona." Ujung bibir Kaisar Caspian tersenyum dingin.

"Sangat sesuai dengan si pemberontak Blanchett!" sambungnya membuat kening Reinhart berkerut.

'Apa maksud ucapan pria ini?' bisiknya dalam hati.

Namun ia memilih untuk tidak peduli. Reinhart menghela napas panjang dan sama sekali berusaha tak memperhatikan sosok pria di sampingnya.

Ketimbang ia semakin terintimidasi dengan keberadaan sang kaisar, dirinya berusaha mengalihkan perhatian. Fokus perempuan itu terpaku pada sang Pendeta Agung yang berdiri di depan mimbar.

Wajah pria tua yang sudah memutih seluruh rambutnya lebih terlihat meneduhkan ketimbang Kaisar Caspian yang membuat seluruh tubuhnya gemetar.

"Anda sekalian sudah siap, Yang Mulia?" tanya Pendeta Agung kepada Kaisar Caspian yang kembali mengeraskan rahang.

"Silakan mulai, Pendeta Agung!"

Demi mendengar titah sang kaisar, sang Pendeta Agung memulai prosesi pernikahan keduanya pada hari ini.

Bisik-bisik di belakang mereka kembali terdengar, meski dengan suara pelan. Namun, Reinhart memutuskan untuk tak lagi peduli kali ini.

Perempuan itu benar-benar fokus pada sumpah pernikahan yang diucapkan sang Pendeta Agung.

"Saya akan memulai upacara pemberkatan janji pernikahan hari ini."

"Yang Mulia Kaisar Caspian V. Demir dan putri kedua Grand Duke Blanchett, Nona Reinhart Bellatrix Blanchett, hari ini saya akan memberkati janji pernikahan kalian di hadapan Tuhan," sambung Pendeta Agung di hadapan semua orang.

"Setelah mengucapkan sumpah dan janji pernikahan di hadapan Tuhan, Anda berdua akan resmi menjadi pasangan suami istri. Semua yang hadir di sini akan menjadi saksi dari janji suci yang Anda berdua ucapkan. Yang Mulia Kaisar Caspian, Matahari Kerajaan Demir, silakan ucapkan sumpah Anda!"

"Saya Kaisar Caspian V. Demir, hari ini bersumpah di hadapan Tuhan, untuk menerima Reinhart Bellatrix Blanchett sebagai istri saya dan ...."

Ngiingg!!

Telinga Reinhart berdenging. Ia sama sekali tak mendengar suara sang kaisar ketika mengucapkan sumpah janjinya. Sampai sang Pendeta Agung memintanya untuk mengucapkan sumpah janjinya.

"Saya Reinhart Bellatrix Blanchett hari ini bersumpah di hadapan Tuhan, untuk menerima Kaisar Caspian V. Demir sebagai suami dan selamanya akan hidup saling mengandalkan dalam suka maupun duka."

Sunyi. Tak ada suara apa pun setelah Reinhart selesai mengucapkan sumpah janjinya. Kini, ia benar-benar tak tahu apa yang telah terjadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status