Share

Janji Suci

Penulis: Yoru Akira
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-20 20:22:12

Jika membayangkan pernikahan kaisar dengan seorang nona muda dari keluarga Blanchett sangat meriah dan dihadiri banyak orang, maka itu suatu anggapan yang keliru. Pada faktanya, Reinhart berjalan seorang diri ke arah altar diikuti tatapan para tamu undangan yang tak bisa diterjemahkan.

Bahkan tak ada seorang pun dari keluarga Blanchett yang menghadiri pernikahannya. Reinhart benar-benar sendiri ketika berjalan menuju altar.

'Apa dia benar-benar anak yang tak diharapkan?' bisik perempuan itu dalam hati.

Kim Nara merasa prihatin dengan sosok yang kini tubuhnya ia tempati. Namun, senyum sinis di ujung bibirnya tak bisa ia kendalikan begitu saja.

'Apa sekarang waktunya mengkhawatirkan orang lain? Bahkan nasibmu ke depan sama tak jelasnya dengan nasib wanita ini.' Kim Nara kembali berbisik di dalam hati.

Tak lama, ia berusaha mengabaikan perasaannya. Perempuan itu tak ingin tenggelam dalam kekhawatiran yang bisa menyesatkan.

Yang harus ia lakukan sekarang adalah menjalankan tugas dari sang dewa atau pengendali waktu atau apa pun itu, untuk bisa kembali ke dunianya.

Dengan langkah pelan, tapi pasti dan dada membusung tinggi, perempuan itu berjalan penuh percaya diri. Ia berusaha mengabaikan wajah-wajah para bangsawan yang menatapnya dengan sorot prihatin(?).

Perempuan itu bahkan tak bisa mengenali, ekspresi apa yang kini ditunjukkan oleh para tamu undangan yang tak sampai seperempat memenuhi ruangan ini.

Benar, sebagaimana para pelayan yang ia jumpai di selasar ketika menuju Kuil Pendeta Agung yang berada di istana kekaisaran, wajah mereka sama. Hampir tanpa ekspresi. Hanya beberapa suara yang meningkatkan kecurigaannya.

"Benar-benar gadis yang malang."

"Aku berharap Kaisar sadar kali ini."

"Aku mengharapkan keselamatan Nona Muda Blanchett."

Desas-desus itu lagi. Sebenarnya apa yangg terjadi?

Namun, ia tak bisa lagi mundur. Ia sudah berada di tengah jalan dan tak mungkin lari begitu saja. Perempuan itu yakin pasti, ia akan segera kehilangan kepalanya, apabila melakukan tindakan bodoh seperti yang dibayangkan.

Benar-benar terlambat, jika ia harus lari saat ini. Yang bisa ia lakukan hanyalah terus berjalan tanpa menunjukkan rasa gentar.

Apa pun itu, akan ia hadapi asalkan bisa kembali ke dunianya dan membalas dendam kepada Axel serta Vallerie yang telah membuatnya mati.

Kim Nara sebagai Reinhart menelan saliva untuk membasahi kerongkongannya. Jaraknya dengan sang kaisar tinggal beberapa meter saja. Namun, tetap tak suara yang bisa memecahkan kesunyian ini.

Bahkan bunyi ujung sepatunya pun seakan menguap begitu saja, tanpa sisa. Ini benar-benar pesta pernikahan paling sunyi yang pernah ia temui.

Di dunia sebelumnya, pesta pernikahan paling sederhana sekalipun, pasti masih terkesan meraih dengan berbagai macam suara dan bebunyian. Setidaknya ada iringan musik yang mengiringi sang mempelai ketika berjalan menuju altar.

Bagian yang paling ia anggap menyenangkan. Setidaknya, ketika ayahnya yang pemabuk itu tak bisa menggandengnya menuju altar, dirinya tak akan merasa kesepian. Namun, ia tetap merasakan kesepian itu saat berada di tubuh orang lain, di hari pernikahannya.

Ujung mata Kim Nara terasa panas. Sepertinya ... sebagai dirinya sendiri ataupun Reinhart, ia merasakan persamaan yang sama. Terkutuk untuk tenggelam pada kehidupan paling sunyi.

Tidak, ia tidak boleh menangis di sini. Bagaimanapun ini adalah hari pernikahannya. Tidak seharusnya ia menitikkan air mata di hari bersejarah ini.

Sekalipun ini bukanlah hal yang ia inginkan, tapi ini nasib yang harus ia jalani. Demi bisa kembali ke dunia yang sebelumnya ia tempati.

Perasaan perempuan itu mendidih begitu mengingat wajah orang-orang yang sudah membuatnya terjebak dalam dunia ini. Kalau saja ia tahu dari awal bahwa Axel bukanlah pria baik dan sang atasan merupakan wanita kejam, dirinya tak akan terlena dengan permainan mereka.

'Tunggu saja, aku pasti akan membalas perbuatan kalian!'

Langkah Kim Nara dalam balutan gaun pernikahan berwarna putih gading dengan mahkota bunga di rambutnya itu, semakin tegap. Ia tak akan menyerah begitu saja.

Jaraknya dengan sang kaisar kian mendekat. Kini, Kim Nara bisa mendengar deru napas dan detak jantungnya yang tak beraturan. Namun, ia justru kembali tenggelam dalam lamunan.

'Sudah benarkah yang aku lakukan?' bisiknya sedikit ragu-ragu.

Ia sama sekali tak mengenal sosok pria yang akan menjadi suaminya. Haruskah ia menyerahkan dirinya begitu saja?

'Tapi, bukannya sang Kaisar memiliki tujuan dengan menikahi Reinhart? Kenapa tak saling memanfaatkan saja? Ya, Kim Nara. Kamu sudah bertekad untuk kembali dan membalas dendam. Ini bukanlah apa-apa. Kamu pasti bisa!'

Perempuan itu kembali berbisik dalam benaknya. Dengan langkah kaki yang semakin mendekati tempat sang kaisar berada.

"Berikan tanganmu, Nona."

Terlalu asyik melamun, Reinhart tak menyadari jika dirinya sudah berada di depan sang kaisar. Pria yang ia taksir berusia tiga puluh lima tahun itu, mengulurkan tangan. Wajahnya tetap datar. Seperti kebanyakan orang yang berada di istana ini.

Tidak, bahkan dibandingkan tadi malam, wajah sang kaisar terlihat lebih dingin. Rahang yang seharusnya tampak tegas dan membuatnya terlihat seksi itu, mengeras.

Kim Nara mulai gentar. Sebagian tubuhnya gemetar.

"Ah, ya, Yang Mulia." Tangan perempuan itu terulur. Memberikannya pada sang kaisar.

Sedikit tidak sabar, Kiasar Caspian meraih tangan Reinhart yang sedikit gemetar. Meski dirinya sudah berusaha untuk tetap tegar, faktanya tak mudah berhadapan dengan pria yang begitu mendominasi.

"Anda takut padaku, Nona?" bisik pria itu ketika mereka berdiri berdampingan. Menghadap sang Pendeta Agung yang akan memimpin pernikahan mereka hari ini.

"Ti-tidak, Yang Mulai. Sa-saya hanya merasa sedikit gugup."

"Bagus. Sepertinya Anda memang cukup memiliki keberanian untuk menghadapiku, Nona." Ujung bibir Kaisar Caspian tersenyum dingin.

"Sangat sesuai dengan si pemberontak Blanchett!" sambungnya membuat kening Reinhart berkerut.

'Apa maksud ucapan pria ini?' bisiknya dalam hati.

Namun ia memilih untuk tidak peduli. Reinhart menghela napas panjang dan sama sekali berusaha tak memperhatikan sosok pria di sampingnya.

Ketimbang ia semakin terintimidasi dengan keberadaan sang kaisar, dirinya berusaha mengalihkan perhatian. Fokus perempuan itu terpaku pada sang Pendeta Agung yang berdiri di depan mimbar.

Wajah pria tua yang sudah memutih seluruh rambutnya lebih terlihat meneduhkan ketimbang Kaisar Caspian yang membuat seluruh tubuhnya gemetar.

"Anda sekalian sudah siap, Yang Mulia?" tanya Pendeta Agung kepada Kaisar Caspian yang kembali mengeraskan rahang.

"Silakan mulai, Pendeta Agung!"

Demi mendengar titah sang kaisar, sang Pendeta Agung memulai prosesi pernikahan keduanya pada hari ini.

Bisik-bisik di belakang mereka kembali terdengar, meski dengan suara pelan. Namun, Reinhart memutuskan untuk tak lagi peduli kali ini.

Perempuan itu benar-benar fokus pada sumpah pernikahan yang diucapkan sang Pendeta Agung.

"Saya akan memulai upacara pemberkatan janji pernikahan hari ini."

"Yang Mulia Kaisar Caspian V. Demir dan putri kedua Grand Duke Blanchett, Nona Reinhart Bellatrix Blanchett, hari ini saya akan memberkati janji pernikahan kalian di hadapan Tuhan," sambung Pendeta Agung di hadapan semua orang.

"Setelah mengucapkan sumpah dan janji pernikahan di hadapan Tuhan, Anda berdua akan resmi menjadi pasangan suami istri. Semua yang hadir di sini akan menjadi saksi dari janji suci yang Anda berdua ucapkan. Yang Mulia Kaisar Caspian, Matahari Kerajaan Demir, silakan ucapkan sumpah Anda!"

"Saya Kaisar Caspian V. Demir, hari ini bersumpah di hadapan Tuhan, untuk menerima Reinhart Bellatrix Blanchett sebagai istri saya dan ...."

Ngiingg!!

Telinga Reinhart berdenging. Ia sama sekali tak mendengar suara sang kaisar ketika mengucapkan sumpah janjinya. Sampai sang Pendeta Agung memintanya untuk mengucapkan sumpah janjinya.

"Saya Reinhart Bellatrix Blanchett hari ini bersumpah di hadapan Tuhan, untuk menerima Kaisar Caspian V. Demir sebagai suami dan selamanya akan hidup saling mengandalkan dalam suka maupun duka."

Sunyi. Tak ada suara apa pun setelah Reinhart selesai mengucapkan sumpah janjinya. Kini, ia benar-benar tak tahu apa yang telah terjadi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 99 Hari Bersama Kaisar Tiran   Apa, Kita Pernah Bertemu? [Epilog]

    Sepasang mata perempuan itu terasa berat. Perlu tenaga ekstra untuk membuatnya terbuka. Butuh waktu pula untuk membuatnya terbiasa dengan cahaya yang tiba-tiba masuk ke dalam retina matanya. Suara alat-alat yang berdengung serta menempel di tubuhnya, menjadi pemandangan pertama yang tertangkap indra pendengarannya. Gerak tangannya yang lemah tapi intens, cukup menyita perhatian seorang perempuan muda serta pemuda yang terlihat dua atau tiga tahun lebih tua, yang duduk di samping kanan serta kiri tempat tidur pasien. "Nuna!" seru pemuda itu pertama kali saat menyadari gerakan si perempuan. "Eonni! Kamu sudah sadar?" Si perempuan muda ikut berseru. Lantas berlari keluar kamar untuk memanggil dokter. Perempuan itu tak lagi peduli ketika kakak laki-lakinya berusaha menghentikannya. Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dua orang perawat kembali masuk ke dalam ruangan dan memeriksa kondisi sang pasien. "Selamat siang, Nona. Apa Anda bisa mendengar suara saya?" tanya dokter itu s

  • 99 Hari Bersama Kaisar Tiran   Perpisahan

    Tujuh tahun kemudian... "Hidup Yang Mulia Kaisar William! Hidup Matahari Agung Kekaisaran Demir!""Hidup, Yang Mulia!""Hidup, Yang Mulia Kaisar!"Sorakan orang-orang terdengar menggema di seluruh Alun-alun Ibukota Demir setelah Pendeta Agung mengucapkan sumpah janji kekaisaran diikuti oleh sang putra mahkota yang kini telah resmi dilantik menjadi kaisar menggantikan ayahnya. Seluruh rakyat Kekaisaran Demir bersuka cita. Mereka memenuhi alun-alun ibukota tanpa peduli golongan dan kasta. Semua membaur tanpa ada sekat untuk merayakan pelantikan sang kaisar. Sementara, pemuda yang baru berusia lima belas tahun itu, tampak tersenyum lepas ketika menyambut sorakan meriah seluruh rakyatnya. Ia sama sekali berbeda dengan sang ayah yang sejak muda sudah menunjukkan sifat arogansinya. Pemuda yang kini mengenakan pakaian kebesaran Kekaisaran Demir itu, terlihat lebih hangat dan disukai oleh semua orang. "Hidup Yang Mulia Kaisar William!" seruan rakyat Demir masih terus berkumandang hingga

  • 99 Hari Bersama Kaisar Tiran   Kebebasan Sang Pengendali Waktu

    Dari semua peristiwa yang terjadi sampai saat ini, tak ada hal yang lebih mengecewakan kecuali pengkhianatan yang dilakukan oleh Putra Duke Aidin. Tuan Muda Alfonso. Sejak kedatangannya ke dunia ini, Reinhart mendengar kabar bahwa putra sang duke berada jauh di luar negeri untuk mengenyam pendidikan. Keluarga itu pun, dikabarkan tak pernah mau terlibat dalam urusan politik keluarga kaisar.Tak ada niat bagi garis keturunan Duke Aidin untuk merebut takhta dari kaisar terdahulu ataupun sekarang. Namun, kemunculan para ksatria dengan lambang harimau putih yang berkeliaran di depan kamar Reinhart pada malam itu, membuatnya terus berpikir sepanjang waktu. Terlebih ketika mengetahui fakta bahwa simbol tersebut adalah milik keluarga Duke Aidin. Sikap Madame Marianna yang begitu baik padanya, juga sikap hangat sang tuan duke, membuat Reinhart hampir terlena. Namun, ia tak bisa menutup mata saat mengetahui kebenaran tersebut. Ia mencari bukti dan dapat menemukannya berkat bantuan Iselt. B

  • 99 Hari Bersama Kaisar Tiran   Sorot Kecewa

    "Marquis Michael, Anda ditangkap karena dianggap telah membelot, mengkhianati kekaisaran, dan merencanakan kudeta pada, Kaisar Caspian!"Dengan ini pula, status kebangsawanan Anda dicopot dan semua harta benda Anda menjadi rampasan!" seru ksatria Kekaisaran Demir saat hendak membekuk Marquis Michael yang mencoba melarikan diri. Pria itu ditangkap saat bersiap kabur ketika ksatria istana Kekaisaran Demir mencapai gerbang kastilnya. Ia sempat berontak dan mencoba melawan. Termasuk berteriak jika penangkapan terhadap dirinya hanyalah salah sasaran. "Kalian tidak bisa menangkapku!" teriak Marquis Michael tidak terima ketika dilumpuhkan. "Apa buktinya jika aku telah melakukan kesalahan?!" seru pria itu tak juga menyadari kesalahannya. "Menghasut Kaisar, bersekongkol dengan Lady Rosemary, merencanakan kudeta, menjebak Permaisuri Ariadne hingga berusaha mencelakai Tuan Putri Reinhart! Itu semua daftar kesalahan yang sudah Anda lakukan, Marquis!""Itu bukan bukti bahwa aku sudah melakukan

  • 99 Hari Bersama Kaisar Tiran   Tangkap Para Pengkhianat!

    Reinhart tampak puas dengan hasil akhir dari peristiwa yang menimpa dirinya akhir-akhir ini. Ia lolos dari hukuman gantung yang sebelumnya diserukan oleh sang kaisar di depan seluruh rakyat Demir. Ia benar-benar merasa lega, saat melihat reaksi sang kaisar ketika Iselt selesai membacakan permintaan terakhir yang sebenarnya wasiat dari permaisuri sebelumnya. Bagaimanapun ia tak memiliki kepercayaan diri penuh ketika mengatakan pada sang kaisar, terkait pesan terakhir yang ingin disampaikan. Perbuatannya terbilang nekat, meski berakhir sesuai harapan. "Terima kasih, Rein," ucap sang kaisar malam itu. Wajah pria itu tak juga membaik meski telah bertemu dengan buah hatinya. Garis penyesalan masih tergurat jelas di wajahnya. "Sebaiknya Anda tak perlu melakukan itu, Yang Mulia. Justru saya yang harusnya mengatakan terima kasih, karena sudah memercayai saya.""Seharusnya aku memang percaya padamu sejak awal," ucap Caspian terdengar sangat menyesal. Ia bahkan tak sanggup mendekati Reinha

  • 99 Hari Bersama Kaisar Tiran   Yang Bertemu Kembali

    "Ya, Yang Mulia. Pelayan Permaisuri Ariadne yang berhasil lolos pada hari penghukuman itu, berhasil melarikan diri bersama putra Anda dan buku catatan di tangan Iselt. "Perlu Anda ketahui Yang Mulia, ibu Iselt lah pelayan Permaisuri Ariadne yang setia itu."Wajah Caspian tampak semakin hancur begitu mendengar ucapan Reinhart. Ia menatap sang perempuan dengan sorot penuh luka. "Berapa lama kamu mengetahui hal ini, Rein?" tanya pria itu dengan getar suara semakin hebat. Ia tak peduli lagi dengan harga dirinya sebagai kaisar sebuah kekaisaran yang besar nan agung. Caspian bahkan mendorong Rosemary menjauh ketika perempuan itu hendak membangunkannya dari posisinya saat ini. "Dua hari lalu. Selama ini, catatan Permaisuri Ariadne dilindungi sihir yang cukup kuat. Saya tidak bisa membacanya sampai bagian terakhir. "Lalu, Tuan Julius Randle menunjukkan salah satu sihir hitam yang bisa digunakan untuk menghancurkan sihir yang paling kuno sekalipun. "Sihir hitam yang sesungguhnya bukan be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status