Share

Tugas Investigasi

Alessandra menangis sejadi-jadinya. Karir yang dibangunnya dari nol tanpa bantuan siapa pun itu seketika pudar karena satu skandal yang tidak sama sekali ia lakukan.

Dan lihatlah! Betapa teganya mereka.

Segerombolan wartawan itu terlihat mendekat ke arahnya. Bahkan mereka tak memberi ruang privasi padanya. Alessandra secepatnya mengusap air matanya.

"Klarifikasinya Ale, apa benar selama ini Anda menggeluti dunia prostitusi?"

"Sudah berapa lama Anda menggeluti bisnis ini?"

"Bagaimana dengan tanggapan agensi yang menaungi Anda?"

"Bagaimana Anda bebas sekilat ini? Adakah trik khusus yang Anda mainkan?"

Suara-suara itu berebut mengajukan pertanyaan. Meski pertanyaan mereka sangat memekakkan telinga dan menusuk hati, Alessandra sebisanya mempertahankan citranya di depan publik.

"Satu-satu ya, biarkan saya bernapas sebentar," ujar Alessandra.

Mereka terlihat antusias.

Alessandra menghirup napas panjang, lalu berkata, "Saya dijebak. Ada seseorang atau entahlah berapa orang yang iri dengan keberhasilan saya selama ini."

"Bisakah Anda buktikan tuduhan itu? Jika tidak, sama saja ucapan Anda hanya bualan semata," sahut salah satu wartawan.

Mervile yang sedari tadi di samping Alessandra setia menyimak dan tetap siaga mendampinginya dengan kacamata hitam membingkai netra birunya.

"Sekarang saya tidak memiliki bukti. Namun, kebusukan tidak akan bertahan lama, bukan?" jawab Alessandra.

Mereka nampak kecewa tak mendapat jawaban yang diinginkan.

"Tidak adanya bukti konkret menunjukkan Anda tetap bersalah. Bagaimana tanggapan Anda?" suara wartawan yang lainnya.

"Iya, iya, betul. Semua tersangka juga bisa berdalih ia tidak bersalah dan melawan pihak lain," sahut yang lainnya.

Alessandra mendengus. Rasanya lidahnya sudah tak berdaya menjawab cecaran mereka.

Bagaimanapun, yang mereka katakan itu benar. Tanpa bukti konkret, skandal itu tetap melekat padanya.

"Beri jalan ... minggir." Merville yang mampu membaca situasi berinisiatif mengeluarkan majikannya itu dari situasi yang menyudutkannya.

Tentu para pengincar berita itu tak menyerah begitu saja. Seolah masih belum puas mendapat apa yang dicari, mereka terus mengejar Alessandra hingga masuk ke dalam mobilnya.

"Statement terakhir sebelum Anda pergi. Ale ... Ale ..." teriak mereka yang masih terdengar dari dalam mobil Alessandra yang mulai melaju.

Tanpa pantauan siapa pun, dari balik bangunan seorang wanita terlihat menikmati pemandangan itu dengan senyum liciknya.

***

"Ini salahmu. Jika saja malam itu kau bisa menjagaku dengan benar, niscaya hari ini aku masih menikmati popularitasku. Bukan menjadi korban bulan-bulanan wartawan seperti ini," ucap Alessandra seraya mendengus sebal.

"Saya mengakui kecerobohan saya. Maafkan saya," sahut Mervile yang matanya fokus menyetir.

Percuma baginya untuk mengingatkan majikannya itu bahwa malam itu ia sudah berusaha maksimal.

"Simpan saja maafmu itu. Percuma. Karirku sudah diambang kehancuran, oh bukan, sudah hancur," sahut Alessandra kesal sembari memutar bola matanya.

Menangis lagi bukanlah solusi. Sudah cukup ia meronta menangis lemah seperti tadi. Kini saatnya ia memutar otaknya.

"Langsung ke apartemen Nona?" tanya Merville menanyakan arah tujuan.

"Hem ... Mau ke mana lagi? Ke Top Stories? Tidak dengar kau tadi kalau aku didepak, ha?" sahut Alessandra terdengar emosi.

Top Stories adalah agensi yang menaunginya.

"Baik, Nona." Mervile mengangguk patuh.

***

Pikiran Alessandra mengembara entah ke mana. Ia menyandarkan kepalanya di headboard ranjang seraya memejamkan mata.

Alessandra mengembuskan napas berat lantas membuka matanya, lalu meraih ponselnya hendak menjelajah youtube di dalamnya.

"Mari kita lihat." Alessandra bermonolog sembari menatap ponselnya.

Benar apa yang ia duga. Sabrina mengambil alih sebagian besar pekerjaannya. Bahkan, ia dikontrak sebagai brand ambassador Clara's Gold. Sebuah perusahaan perhiasan yang selama ini menjadikan Alessandra sebagai model favorite-nya yang selalu terpampang di sampul katalognya.

Alessandra melempar ponselnya dengan asal, kemudian ia meraih remote televisi.

"Sekarang, siap-siaplah Alessandra," ucapnya lagi.

Alessandra menghirup udara sebentar sambil terpejam lalu membukanya lagi. Ditekan olehnya tombol power dengan mengarahkan ke depan sehingga televisi itu menyala.

Layar tipis nan datar itu sedang menayangkan acara kontes pemilihan model yang akan dipilih sebagai model video musik satu band senior yang melegenda. The Future nama band itu.

Dan lihatlah di layar itu sekarang! Sabrina duduk manis di meja juri menggantikan posisinya, di samping juri yang lain.

"Kurang ajar kau Sabrina! Wanita ular!" teriak Alessandra, lalu melempar remote ke arah TV.

Dibawah emosi yang memuncak, ia menelepon bodyguard-nya.

"Mervile, cepat kau ke sini," ucapnya.

"Baik, segera ..." suara Mervile terdengar patuh.

Setelah itu, Mervile tiba di kamar Alessandra.

"Kau lihat itu sekarang," tunjuk Alessandra ke arah TV.

Layar itu masih menayangkan acara tadi. Menampilkan sosok Sabrina di balik meja juri.

"Karena ini semua ulahmu, maka kau harus bertanggung jawab," ucap Alessandra lagi.

"Maksud Nona?"

"Investigasi. Ya, investigasi. Itu tugasmu sekarang." Alessandra tersenyum miring, masih menampakkan aura emosi.

Mervile mengambil jeda lantas berbicara, "Siap, Nona."

"Good," ucap Alessandra, lalu menggerakkan tangannya isyarat mengusir bodyguard itu dari kamarnya.

***

Pagi ini Alessandra terlihat sibuk pada layar ponselnya. Tidak ada lagi manajer yang meng-handle jadwalnya. Ia harus terbiasa mengaturnya sendiri .

Alessandra akan mengajukan kerja sama pada klien lawasnya. Ia sadar dengan kondisinya, maka ia yang harus menjemput keberuntungannya. Berbeda dengannya sebelumnya yang dikejar-kejar tanpa menawarkan jasa.

"Ok, satu klien berhasil kuhubungi," ucapnya bermonolog seraya beranjak mengganti pakaian.

Alessandra akan meeting dengan klien pertamanya setelah jatuh ke lubang ketidakberuntungan.

***

"Senang bertemu Anda kembali, Cantik," ucap seorang pria tua seraya menjabat tangan Alessandra.

Alessandra merasa tidak nyaman dengan jabatan pria itu yang seolah enggan melepas tangannya, di akhir jabatan pun tangan keriput itu meremas tangannya.

Alessandra mengangguk sopan, lalu berkata, "Terima kasih telah sudi bertemu saya."

Pria itu tersenyum nakal, lalu menjawab, "Rugi besar menolak seorang yang sangat cantik seperti Anda, Alessandra."

Tangan pria itu beraninya menyentuh dagu Alessandra.

Mervile sebenarnya berang melihat itu. Namun, tanpa perintah tidak mungkin ia menonjok muka tua pria itu.

"Jadi, bagaimana Tuan? Apakah Anda tertarik dengan diskusi kita saat di telepon?" tanya Alessandra mencoba menetralisir keadaan.

Pria itu berdiri lalu mencondongkan kepala ke telinga Alessandra, lalu berbisik, "Katakan berapa yang kau mau supaya aku bisa menidurimu?"

Sedetik kemudian Alessandra melotot tajam dan berkata, "Kurang ajar! Dasar tua bangka! Sudah bau tanah masih tak tahu malu menunjukkan nafsu!"

Pria tua itu menatap tajam, tak disangka mengalami penolakan. Namun, detik berikutnya ia mengumpulkan kepercayaan diri.

"Ha ha ha. Ayolah Alessandra. Tidak usah munafik. Sebutkan saja nominalnya," ucap pria itu dengan seringai gilanya.

Alessandra berdiri lalu menuangkan kopi hangat ke kepala plontos pria itu.

Ia berkata, "Jangan mimpi tua bangka seperti Anda bisa menikmati tubuh saya meski hanya mencium bau ketek saya. Cih ..."

Alessandra meludah di depan pria itu.

Ia kemudian beranjak tanpa rasa bersalah dengan tatapan beragam dari pengunjung kedai lainnya.

Mervile mengikut di belakangnya. Namun sebelum itu, ia berkata pada pria itu, "Kau terlihat sangat tampan dengan lulur kopi itu Pak tua, ha ha."

Pria itu menatap geram pada dua orang yang telah berlalu itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mblee Duos
penulis yang sangat berbakat. semangat kak......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status