Share

A DEAL
A DEAL
Penulis: sywlliaa

01. Kembali ke Indonesia

"Akhirnya sampai juga," ucap seorang gadis sambil memancarkan senyumnya begitu ia tiba di bandara. Senyuman itu seperti jarang diperlihatkan sejak ia tinggal di Jerman selama dua tahun lamanya. Dan kini, senyuman itu terlukis kembali di wajah cantiknya. Kerinduannya terhadap Indonesia sangatlah besar, meski Indonesia bukanlah tanah kelahirannya.

"Jadi nggak sabar deh, lihat ekspresi Alisa dan Chania saat tau kalo Lyana udah pulang dari Jerman," ucapnya lagi kepada ayah dan ibunya.

"Kak Ardhan gimana, Kak?" goda sang adik.

Kali ini, gadis yang tersenyum merkah tadi hanya bisa menahan senyumnya, ia menjadi salah tingkah. Tak heran jika ayah dan ibunya ikut terkekeh pelan.

"Apa sih, Dek." 

"Sudah-sudah. Lebih baik kalian berdua pulang. Papa sudah pesankan kalian taksi online, dan sebentar lagi mungkin taksinya akan tiba. Maaf Papa dan Mama tidak bisa ikut pulang bersama kalian, karena kami harus ke butik dulu, dan kemungkinan kami akan pulang agak malam. Kalian tidak apa-apa kan?" tanya laki-laki yang diperkirakan berkepala empat tersebut kepada kedua putrinya.

"Nggak apa-apa kok, Pa. Tapi jangan lupa bawain makanan buat Lyana sama Adek, ya?" 

"Kalian tenang saja. Oh ya, setelah ini kalian langsung persiapkan perlengkapan sekolah kalian karena besok kalian sudah harus sekolah di sekolah baru kalian. Papa sudah mendaftarkan kalian di sekolah yang berbeda sesuai keinginan kalian," lanjut sang ayah.

"Siap Pa. Makasih ya Pa, Ma, karena Papa sama Mama udah kabulin permintaan aku." 

"Sama-sama Sayang. Apapun yang kalian minta, selama kami bisa memberikannya dan selama itu tidak membawa pengaruh buruk bagi kalian, kami akan berikan. Oh ya, jangan lupa nanti makan malam, ya? Jangan tunggu kami, karena takutnya kami pulang larut." Kini giliran sang ibu yang membuka suara.

"Siap, Ma," balas kedua kedua gadis remaja tersebut sembari menempelkan telapak tangan kanannya di pelipisnya sambil tersenyum.

"Lyana, Dyana, taksinya sudah tiba. Lebih baik kalian pulang sekarang. Jangan lupa pesan Papa dan Mama tadi, ya?" ucap sang ayah setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jasnya.

"Oke, Pa."

"Kalian hati-hati, ya," pesan sang ibu sembari mengecup pipi kanan kedua putrinya.

"Kalau gitu kami pulang dulu? Bye-bye Ma, Pa," pamit kedua gadis remaja tersebut sembari menarik koper mereka masing-masing menuju pintu utama mencari taksi online pesanan ayahnya. 

****

Danica Lyana Ararinda. Panggil saja Lyana. Lyana adalah gadis yang tersenyum saat ia tiba di Indonesia. Lyana memiliki wajah cantik. Rambutny panjang berwarna hitam yang selalu ia kepang. Ia juga memiliki senyum yang sangat manis dan mampu membuat siapa saja yang melihat senyuman tersebut terpesona dalam hitungan detik. Lyana adalah anak yang ramah, sopan, baik, murah senyum dan mudah bergaul dengan siapa saja. Tidak heran jika di sekolah lamanya—di Jerman, ia disukai banyak laki-laki sebayanya. Meski begitu, Lyana bukanlah tipe gadis yang suka mencari perhatian atau menjadi pusat perhatian karena kecantikannya. Lyana juga memiliki sifat yang lembut dan sedikit lebih pendiam.

Lyana memiliki satu adik perempuan bernama Dyana. Dyana Putri Ararinda. Mereka hanya selisih dua tahun. Dyana memiliki wajah yang sangat mirip dengan Lyana. Cukup banyak persamaan yang ada di diri Dyana dan Lyana. Hanya saja, Dyana lebih banyak bicara kepada siapapun dibandingkan Lyana. 

****

Selama di perjalanan, Dyana tidak berhenti untuk menyunggingkan senyumnya. Ia tengah membayangkan bagaimana suasana sekolah barunya nanti, juga teman-teman barunya. Dyana sangat-sangat tidak sabar untuk menyambut hari esok—hari di mana Dyana akan mulai beradaptasi dengan sekolah barunya.

Sama halnya dengan Lyana yang tengah menyunggingkan senyumnya. Hanya saja, penyebab Lyana tersenyum berbeda dengan Dyana. Lyana tengah memikirkan bagaimana ekspresi Alisa, Chania, dan Ardhan jika mereka tau bahwa ia telah kembali ke Indonesia. Alisa dan Chania adalah sahabat Lyana sejak mereka masih duduk di bangku SD. Begitupun dengan Ardhan. Ia adalah sahabat Lyana juga. Bedanya, Lyana lebih dulu mengenal Ardhan daripada mengenal Alisa dan Chania.

Ardhan dan Lyana diibaratkan seperti amplop dan perangko, selalu menempel. Bahkan banyak yang mengira mereka kakak-beradik. Lyana sangat-sangat tidak sabar untuk bertemu mereka bertiga.

****

Taksi online yang ditumpangi Lyana dan Dyana telah tiba di depan rumah Lyana. Kemudian mereka turun dan dibantu oleh pak supir untuk mengeluarkan barang-barang milik Lyana dan adiknya. Setelah itu, Lyana dan Dyana masuk ke dalam—lebih tepatnya ke kamar mereka masing-masing.

Tiba di ruang tamu, Lyana dan Dyana langsung disambut oleh pengharum ruangan yang masih sama seperti biasanya, juga pajangan-pajangan yang masih tertata rapih di tempatnya seperti dulu. 

Lyana dan Dyana sangat terkejut saat mendengar suara seseorang meneriaki namanya secara tiba-tiba. Dan ternyata orang tersebut adalah Bi Ranti—asisten rumah tangga di rumah Lyana dan Dyana.

"Non Lyanaaaa, Non Dyanaaaa, selamat datang kembali ke rumah," sambut Bi Ranti sambil merentangkan kedua tangannya bersiap untuk memeluk kedua putri majikannya tersebut. Meski status mereka adalah anak majikan dan pembantu, tapi mereka sudah sangat dekat dan mereka sudah seperti teman. Bu Ryana dan Pak Andra pun tidak mempermasalahkannya.

"Makasih Bi. Bibi apa kabar?" tanya Lyana membalas pelukan Bi Ranti. 

"Kabar Bibi sangat baik, Non. Non Lyana dan Non Dyana bagaimana? Sehat? Bagaimana sekolahnya di Jerman?" tanya balik Bi Ranti sembari melepas pelukan kedua putri majikannya tersebut. 

"Kami sehat kok, Bi. Sekolah kami di Jerman? Cukup mengasyikan, tapi nggak seasyik di sini," jawab Lyana yang diakhiri kekehan.

"Bibi kangen nggak, sama aku?" tanya Dyana tiba-tiba.

"Kangen dong, Non."

"Pake banget nggak, Bi?" 

"Pake dong Non. Bibi kangen banget-banget-banget sama Non Dyana." 

"Sama kalo gitu. Aku juga kangen pake banget-banget-banget-banget-banget sama Bibi," sahut Dyana sambil kembali memeluk Bi Ranti singkat.

"Satu dua tiga em―"

"Bibu ngitung apa?" tanya Dyana sambil mengerutkan kedua alisnya.

"Bibi lagi menghitungi kata 'banget' yang tadi Non Dyana sebutkan." Tawa Dyana langsung pecah, sedang Lyana hanya terkekeh.

"Astaga Bibi, kurang kerjaan banget deh." Bi Ranti menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Non Lyana dan Non Dyana sudah makan? Mau Bibi buatkan apa? Atau Non Lyana dan Non Dyana mau minum? Biar Bibi buatkan," tanya Bi Ranti menawarkan, juga mengalihkan topik. Lyana dan Dyana menggeleng bersama. 

"Lyana belum mau Bi, masih kenyang. Nanti kalau Lyana lapar atau haus Lyana bisa ambil sendiri," tolak Lyana.

"Aku juga nggak deh, Bi. Capek, mau istirahat."

"Ya sudah kalau begitu. Biar Bibu bawakan kopernya ya, Non?" ucap Bi Ranti bersiap untuk mengambil kopernya. Namun Lyana dan Dyana mencegahnya dengan cepat.

"Nggak usah Bi, gapapa, biar kami sendiri aja yang bawa. Kalau gitu kami ke kamar dulu ya, Bi?"

"Baiklah kalau begitu Non, selamat beristirahat," ucap Bi Ranti yang diacungi jempol oleh Lyana dan Dyana. 

Lyana dan Dyana menaiki anak tangga menuju kamar mereka masing-masing. Di atas terdapat tiga kamar dan satu kamar mandi yang cukup luas. Kamar di dekat tangga adalah kamar Lyana, kamar sebelahnya adalah kamar Dyana, kemudian sebelahnya lagi adalah kamar kosong, biasanya kamar tersebut digunakan untuk kamar tamu. Di sebelah kamar tamu terdapat kamar mandi yang cukup luas.

"Kakak masuk dulu ya, Dek?" ucap Lyana saat tiba di depan kamarnya. Dyana mengangguk.

"Iya Kak, selamat istirahat Kak, jangan lupa mimpiin aku," ucap Dyana jahil sambil mengedipkan sebelah matanya. Lyana hanya tersenyum sembari mengangguk.

Lyana menatap adiknya yang berjalan menuju kamarnya sambil menarik kopernya, memastikan agar adiknya benar-benar masuk kamar. Setelah Dyana masuk dan menutup kembali pintu kamarnya, giliran Lyana yang masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat. Ia memegang handle pintu dan membukanya.

"SURPRISE!"

"WELCOME BACK LYANA!" Lyana sangat terkejut saat melihat kedua sahabat yang sangat ia rindukan tengah berada di kamarnya dan hampir membuat jantungnya loncat dari tempatnya.

Lyana yang masih memegang kopernya dan masih berada di ambang pintu pun segera menghampiri kedua sahabatnya dan memeluknya.

"Alisa, Chania, gue kangen banget sama kalian," ucap Lyana sembari memeluk Alisa dan Chania erat.

"Apalagi kami, Ly," sahut Chania membalas pelukan Lyana.

"By the way, kalian kok bisa ada di sini?" tanya Lyana melepas pelukannya dan beralih menatap kedua sahabatnya bergantian.

"Karena kami tau kalau hari ini lo balik, dan karena kami mau buat surprise," jawab Chania sambil tersenyum.

"Kok kalian tau kalau gue hari ini pulang?" 

"Om Andra yang ngasih tau," jawab Alisa.

Lyana membelalakkan kedua matanya tak percaya.

"Papa? Kok Papa nggak ngomong ke gue?" gumam Lyana yang dapat didengar oleh Alisa dan Chania. Kemudian Chania merangkul Lyana.

"Karena kami kerja sama."

"Oh iya Ly, lo apa kabar?" tanya Alisa membuka suara. Lyana menoleh kemudian tersenyum.

"Baik banget. Kalian gimana?" 

"Seperti yang lo lihat sekarang. Ditambah lagi lo pulang, kabar kami semakin baik deh." Lyana dan Alisa terkekeh.

"Oh ya, gimana sekolah lo di Jerman? Seru?" tanya Alisa.

"Seru sih, tapi nggak seseru di sini. Waktu awal MOS SMA tuh, rasanya beda banget. Nggak ada kalian, nggak ada―"

"Ardhan," potong Alisa dan Chania cepat yang membuat Lyana tersenyum salah tingkah.

"Oh iya, by the way Ardhan nggak sama kalian?" tanya Lyana menanyakan keberadaan Ardhan.

"Ardhan nggak tau tentang kepulangan lo ke Indonesia, jadi kami mau buat surprise," jawab Alisa yang diangguki oleh Lyana.

"Oh ya Ly, tau nggak? Selama lo nggak ada kabar, Ardhan panik, lho. Dia udah coba hubungi lo tapi nggak bisa. Ardhan juga udah coba hubungi orangtua lo, Dyana, bahkan Bi Ranti. Tapi nihil. Ardhan nggak nyerah gitu aja. Dia coba lagi hubungi Om Andra, dan akhirnya bisa. Om Andra bilang kalau lo lagi sibuk ujian katanya, jadi nggak bisa dihubungi," ucap Chania dengan wajah serius.

"Memang benar sih, selama beberapa bulan gue sibuk mempersiapkan ujian gue untuk beberapa minggu yang lalu. Dan akhirnya ujian gue berjalan lancar."

"Syukur deh kalo gitu. Kami senang dengarnya."

****

Alisa dan Chania sudah pulang sejak sepuluh menit yang lalu. Lyana mengantar mereka sampai gerbang rumahnya dan menunggu hingga taksi online yang Lyana pesan untuk Alisa dan Chania tiba. Setelah itu Lyana kembali masuk ke dalam kamarnya.

Tiba di ambang pintu kamar, Lyana menatap sekeliling kamarnya sembari menghela napas berat. Lyana melihat di mana bantal yang seharusnya berada di tempat tidurnya, kini berpindah ke atas sofa. Selimut yang sebelumnya terlipat rapih di atas kasur, kini berubah menjadi acak-acakkan. Boneka yang seharusnya berada di lemarinya, kini berpindah tempat ke lantai. Bungkus cemilan yang tadi Lyana, Alisa, dan Chania makan kini berserakan di atas karpet. Begitupun dengan tissue yang seharusnya ada di meja riasnya, kini berhamburan di mana-mana akibat perang tissue yang dilakukan Lyana, Alisa, dan Chania beberapa jam yang lalu. Lyana masuk ke dalam kamarnya kemudian menutup pintunya. Lyana mulai merapihkan kamarnya dengan senyum yang kembali terpancar di wajahnya. Sejujurnya ia senang jika kamarnya berantakan seperti ini. Karena selama di Jerman, kamarnya selalu rapih. Bukannya Lyana tidak suka kebersihan dan kerapihan, hanya saja ia merindukan suasana kamarnya yang seperti kapal pecah, dan itu akibat kedua sahabat yang ia rindukan juga. 

Bagi anak seperti Lyana dan Dyana tidaklah mudah. Sebenarnya mereka lelah karena harus berkali-kali pindah, mengikuti pekerjaan ayahnya yang selalu dipindah-tugaskan di luar kota maupun luar negeri. Berkali-kali juga mereka harus pindah sekolah dan harus beradaptasi dengan lingkungan baru mereka, baik tempat tinggal maupun sekolah. Tapi mereka berdua adalah anak yang mudah mengerti kondisi keluarganya dan tipe anak yang mudah bergaul. Mereka pun tampak menikmatinya.

Mengikuti ayahnya yang selalu dipindah-tugaskan ke luar kota maupun negeri dalam jangka waktu lama tidak selalu melelahkan. Ada kalanya mereka menikmati hikmahnya. Contohnya adalah teman mereka bertambah banyak dan bermacam-macam suku, provinsi, bahkan negara. Tidak hanya itu, Lyana dan Dyana menjadi fasih dalam beberapa bahasa, bahkan hingga bahasa asing, dan masih banyak lagi hikmah yang dapat mereka berdua petik dari sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status