Lyana mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang, mencoba mendatangkan kantuknya, tetapi hasilnya nihil. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya tidak mendukung. Bagaimana caranya agar kantuknya datang dan rasa bimbangnya pergi?
Lyana membuka matanya dan bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mendongak. Sudah pukul sebelas leeat tiga menit malam. Biasanya saat ini Lyana sedang mimpi indah, tetapi malam ini berbeda.
Tiba-tiha tenggorokan Lyana terasa kering. Ia menoleh ke arah nakas dan melihat gelas yang kosong. Lyana bahkan lupa untuk mengisi gelasnya tadi.
Lyana mengambil gelas yang berada dibatas nakas tersebut kemudian keluar dari kamarnya untuk mengisi gelasnya di dapur.
Tiba di ambang pintu dapur, Lyana melihat adiknya yang tengah duduk sambil minuk segelas air putih.
"Belum tidur, Dek?" Dyana hampir saja memuntahkan air yang ada di mulutnya. Ia sangat terkejut atas kedatangan Lyana.
"Kakak ngapain di dapur? Jantung aku hampir copot tau, karena kaget," tanya Dyana yang yang masih terkejut sembari meletakkan gelas di atas meja dapur.
"Ngisi gelas. Kamu ngapain? Kenapa belum tidur?" tanya Lyana sembari menuangkan air ke dalam gelas yang tadi ia bawa.
"Lagi minum, tenggorokan aku kering banget rasanya. Aku belum ngantuk. Kakak belum tidur?" jawab Dyana sembari memperhatikan sang kakak yang sedang menaruh kembali teko keramik ke atas meja.
"Belum ngantuk juga."
"Nonton yuk, Kak?" ajak Dyana. Siapa tau saja dengan menonton film, kantuknya bisa datang. Lyana tampak tengah menimang-nimang ajakan sang adik.
"Ayo." Dyana tersenyum senang, karena kakaknya mau menonton film bersamanya.
"Ya udah, kita nonton di kamar aku, yuk?" Lyana mengangguk setuju. Lyana dan Dyana keluar dari dapur dan berjalan menuju kamar Dyana. Mereka memutuskan untuk menonton film di kamar Dyana.
***
Lyana berjalan menyusuri koridor kelas sebelas dengan langkah gontai. Bukan karena ia masih mengantuk karena tidur sekitar jam tiga dini hari, melainkan rasa bimbangnya kembali datang.
Hingga tiba di kelas pun, ia tak bersemangat untuk berbicara. Suasana kelas masih sangat sepi, hanya ada dua siswa yang sudah datang itu pun kembali tidur.
Lyana menidurkan kepalanya di meja, dan kedua tangannya sebagai bantalnya. Ia masih terus memikirkan kesepakatan yang dibuatnya bersama Ardhan kemarin.
"Selamat pagi, Lyan," sapa Chania yang menirukan panggilan Ardhan. Biasanya, jika Lyana dipanggil seperti itu, Lyana akan protes, namun kali ini tidak. Chania mengerutkan kedua alisnya bingung.
"Lyan? Hello?" panggil Chania lagi.
"Hm." akhirnya Lyana menyahut. Chania dan Christy membalikkan bangkunya seperti biasa kemudian mereka duduk dan menatap Lyana lekat.
"Lo kenapa, Ly?" tanya Alisa sambil menaruh tasnya.
"Nggak apa-apa," lirih Lyana. Alis Alisa, Chania, dan Christy semakin menyatu. Mereka saling menatap bergantian.
"Ly, nggak biasanya lo kayak gini. Lo lagi ada masalah?" tanya Chania penasaran.
"Cerita sama kita, Ly." Lyana membenarkan posisi duduknya sembari menghela napas berat.
"Kemarin gue buat kesepakatan sama Ardhan."
"Kesepakatan?" ulang Alisa yang masih tidak mengerti
"Coba lo jelasin yang detail, supaya kita ngerti." paksa Chania tidak sabar. Lyana kembali menghela napas.
"Tapi kalian janji ya, jangan sampai ada yang tau tentang ini?"
"Iya, kita janji."
"Ardhan udah punya pacar namanya Alia dan Ardhan sangat mencintai Alia. Lalu, kemarin gue buat kesepakatan sama Ardhan, isinya bahwa di antara gue dan Ardhan nggak boleh asa yang memiliki perasaan lebih. Karena Ardhan nggak mau persahabatan kita dan hubungannya sama Alia hancur hanya karena perasaan. Tapi sekarang gue bingung―"
"Bingung kenapa?" potong Christy cepat. Chania menatap Christy tajam.
"Lyana belum selesai!"
"Lanjut, Ly," ucap Alisa.
"Sejak Ardhan ngasih tau gue kalau dia udah punya pacar, perasan gue kayak ada yang beda, tapi gue nggak tau apa penyebabnya. Bukan cuma itu, di dalam hati gue yang paling dalam, ada sedikit rasa nggak ikhlas saat tau Ardhan punya pacar. Lalu, setelah gue buat kesepakatan sama Ardhan, gue jadi kepikiran. Di satu sisi, gue udah menyepakati kesepakatan yang kita buat, tapi di sisi lain, gue takut kalau suatu hari gue melanggar kesepakatan itu. Gue harus gimana?" jujur Lyana dengan raut wajah yang tak bisa diartikan.
"Lo cemburu sama Ardhan," sahut Chania dengan penuh keyakinan.
"Maksudnya?"
"Lo kan tadi bilang, bahwa lo nggak ikhlas saat tau Ardhan punya pacar, itu artinya lo cemburu sama Ardhan."
"Cemburu? Gue nggak suka sama Ardhan," sangkal Lyana.
"Lo belum menyadarinya, Ly. Dari apa yang lo ceritain ke kita, gue mengambil kesimpulan bahwa lo udah suka sama Ardhan, tanpa lo sadari dan tanpa lo ketahui kapan rasa itu hadir. Yang jelas, lo suka sama Ardhan sejak sebelum lo tau Ardhan udah punya pacar."
"Gue setuju sama Chania," sahut Alisa.
"Gue juga," sambung Christy.
"Nggak mungkin gue suka sama Ardhan, kita tuh sahabat, lagipula kita udah buat kesepakatan."
"Kenapa nggak mungkin? Di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin, sekali pun lo berangan ingin menggapai bulan. Jika Tuhan telah berkehendak, maka itu semua akan terjadi," ujar Alisa tenang.
"Persahabatan dan sebuah kesepakatan tidak menjamin seseorang tidak akan menyukai sahabatnya sendiri. Bukti nyatanya ada di depan gue," sambung Chania.
"Di dalam sebuah persahabatan antara laki-laki dan perempuan jarang ada yang bertaham lama, bahkan hampir nggak ada. Baik si laki-laki maupun si perempuan pasti ada yang memiliki perasaan lebih yang tumbuy begitu saja tanpa ada izin daribsibpemilik hati." lanjutnya lagi. Sedangkan Lyana masih bingung dengan perasaannya sendiri. Jujur, ia sangat takut jika yang dikatakan sahabatnya benar. Lyana takut jika nanti ia melanggar kesepakatan yang sudah dibuat bersama Ardhan.
Saat tiba di kantin, Lyana, Alisa, Chania dan Christy disambut oleh aroma nasi goreng yang sangat harum. Membuat para cacing yang berada di perut mereka bertambah meronta-ronta meminta jatah.Seperti biasa, Lyana, Alisa, Chania dan Christy langsung duduk di bangku paling pojok dekat jendela. Tanpa membuang waktu, Chania langsung memanggil ibu pemilik kedai nasi goreng yang aroma nasi gorengnya menyebar ke setiap penjuru kantin.Chania memesan empat porsi nasi goreng, dua porsi tidak memakai timun―untuknya dan Lyana―dan dua porsi lagi tidak memakai kerupuk―untuk Alisa dan Christy.Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, empat porsi nasi goreng sudah tersaji di meja paling pojok dekat jendela. Lyana, Alisa, Chania dan Christy mulai menyantap nasi gorengnya dengan lahap."Gila ya nih, nasi goreng. Semakin lama tambah enak aja. Kalau nanti lulus, makanan yang paling gue rindukan di
Lyana berjalan menyusuri trotoar menuju sekolahnya dengan semangat. Sesekali ia tersenyum ramah saat ada yang menyapanya.Saat tiba di gerbang sekolah, Lyana bertemu dengan Argha dan Arsha yang sedang berjalan dengan Argha yang merangkul bahu Arsha."Pagi, Lyan," sapa Argha sambil terkekeh pelan. Lyana dan Arsha ikut terkekeh."Pagi juga Kak Ghaga," balas Lyana menirukan adiknya waktu itu. Argha membelalakkan matanya, sedangkan Arsha hanya diam, bingung."Kenapa lo jadi ngikutin Dyana, sih?" tanya Argha tak terima jika namanya diubah."Lo juga kenapa jadi ngikutin Ardhan, sih?" tanya balik Lyana yang menirukan Argha barusan."Suka-suka gue lah," sahut Argha sengit. Sedangkan Lyana dan Arsha terkekeh."Baru datang, Ly?" tanya Arsha."Iya. Kalau kalian? Kenapa lo dirangkul sama Argha?" tanya balik Lyana.
"MAMPUS, GUE KESIANGAN! KAK, BANGUN KAK. KITA KESIANGAN, KAK," teriak Dyana saat terbangun dari tidurnya. Lyana tersentak mendengar teriakan Dyana yang menggelegar. Lyana melihat jam dinding, sudah pukul enam pagi. Seharusnya saat ini Lyana dan Dyana tengah sarapan, tapi hari ini berbeda. Mereka kesiangan akibat menonton film terbaru di laptop Lyana, dan jadilah Lyana tertidur di kamar Dyana dan mereka pun baru tidur pada pukul tiga dini hari."Kakak udah bilang semalam, kalau mau nonton tuh, weekend aja. Lihat apa yang terjadi? Kita kesiangan, kan? Andai mama dan papa tau, mereka pasti marah," sahut Lyana sambil merapihkan tempat tidur."Duh Kakak, nanti aja deh ceramahnya. Aku mau mandi dulu. Lebih baik sekarang Kakak mandi juga, nanti telat," ucap Dyana sambil berlari menuju kamar mandi. Lyana hanya menggelengkan kepalanya. Setelah Dyana masuk ke kamar mandi, Lyana kembali ke kamarnya untuk mandi, tak lupa ia menutup pintu kamar adi
Tiga hari telah berlalu, namun Lyana masih saja memikirkan kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan. Pikiran tersebut seolah tak mau enyah dari kepala Lyana.Lyana tengah duduk di bangku kantin sembari mengaduk-ngaduk nasi goreng yang ia pesan beberapa menit yang lalu."LY!" panggil Chania untuk kesekian kalinya. Lyana menoleh tanpa terkejut sedikit pun."Lo masih mikirin yang kemarin?" panya Alisa sembari mendudukkan bokongnya di bangku sebelah Lyana."Gue kepikiran terus.""Berarti benar, lo tuh suka sama Ardhan," sahut Chania yakin."Entahlah, gue bingung." Lyana masih saja mengaduk-ngaduk nasi gorengnya, selera makannya mendadak hilang begitu saja."Kenapa nasi gorengnya cuma diaduk-aduk? Kenapa nggak dimakan?" tanya Christy sambil memperhatikan tangan Lyana yang masih sibuk mengaduk-ngaduk nasi goreng.
Sedari tadi, Lyana belum juga memejamkan matanya. Lyana terus memikirkan kesepakatan yang dibuatnya bersama Ardhan. Ia bimbang. Di satu sisi, Lyana menyepakati kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan, tetapi di sisi lain Lyana juga takut jika suatu hari Lyana melanggar kesepakatan tersebut. Apa yang harus Lyana lakukan?Lyana mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang, mencoba mendatangkan kantuknya, tetapi hasilnya nihil. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya tidak mendukung. Bagaimana caranya agar kantuknya datang dan rasa bimbangnya pergi?Lyana membuka matanya dan bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mendongak. Sudah pukul sebelas leeat tiga menit malam. Biasanya saat ini Lyana sedang mimpi indah, tetapi malam ini berbeda.Tiba-tiha tenggorokan Lyana terasa kering. Ia menoleh ke arah nakas dan melihat gelas yang kosong. Lyana bahkan lupa untuk mengisi gelasny
Lyana baru saja tiba di kelas, tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu yang membuatnya tertawa. Ia melihat Christy berpenampilan agak berbeda dari sebelumnya. Rambut diikat dua, dan memakai kacamata bulat. Sangatlah lucu, bagi Lyana. "Style baru, Ty?" tanya Lyana sengaja. "Style dari mana? Ini tuh gara-gara Chania," jawab Christy cemberut. "Tapi lo terlihat tambah cantik Ty, kalau kayak gitu," tambah Chania di sela-sela ketawanya. "Udah-udah, kasihan Christy," bela Lyana. Christy membuka kacamata yang dipakaikan Chania tadi, lalu membuka ikat rambutnya dan merapihkannya lagi. "Guys, gimana kalau kita main ToD?" tanya Alisa memberi usul. "Boleh juga tuh, udah lama gue nggak main ToD." sahut Chania setuju. "Lo gimana Ly, Ty? Mau ikut kan?" tanya Alisa. Lyana dan Christy mengangguk. "Oke, dimulai dari Chania, setelah itu gue, lalu Lyana, dan seterusnya. Oke, sekarang giliran Chania. Truth or Dare?" tanya Alisa.