Share

03. Pacar Baru

Bel masuk sudah berbunyi, bertanda bahwa waktu istirahat telah selesai. Seharusnya seluruh murid SMA Jayakarta masuk ke kelas untuk memulai pelajaran berikutnya. Namun sesuai dengan perubahan, jam pelajaran setelah istirahat akan dipakai untuk rapat oleh semua guru SMA Jayakarta. Jadi, seluruh kelas baik kelas sepuluh hingga kelas dua belas freeclass. 

Di saat semua murid sudah kembali ke kelasnya karena sudah mengisi perutnya di kantin, kini giliran Lyana, Alisa, Chania, dan Christy yang berjalan ke kantin untuk mengisi perut mereka.

Lyana, Alisa, Chania, dan Christy berjalan di koridor kelas sebelas. Tak sedikit dari murid kelas sebelas menatap Lyana dengan berbagai tatapan. Ada yang terpesona dengannya, ada pula yang iri dengannya.

"Mereka kenapa sih, ngelihat gue kayak gitu banget?" tanya Lyana yang mulai risih yang ditatap seperti itu.

"Biasalah, mereka baru ketemu bidadari dari Jerman," jawab Chania asal yang diakhiri kekehan. Alisa dan Christy terkekeh mendengarnya.

"Oh ya, Ardhan sekolah di sini juga, nggak?" tanya Lyana tiba-tiba.

"Udah gue duga lo akan nanya itu," sahut Chania.

"Ardhan sekolah di sini juga kok, Ly. Dia kelas 12 IPS-3," jawab Alisa.

"Ardhan siapa sih yang kalian maksud? Satyajiardhani Abimanyu?" tanya Christy bingung. Lyana menoleh ke arah Christy.

"Lo kenal sama Ardhan?" tanya Lyana terkejut.

"Satu sekolah ini siapa sih yang nggak kenal sama Ardhan? Dia most wanted di sekolah ini," jawab Alisa mewakili. Lyana mengangguk mengerti.

"Setelah ini lo yang akan nyusul Ardhan, jadi most wanted SMA Jayakarta," ucap Chania tiba-tiba. Lyana mengerutkan keningnya bingung.

"Maksud lo?" 

"Lo nggak tau, berita kepindahan lo di sekolah ini udah menyebar ke seluruh kelas? Jadi, siap-siap tangan lo akan pegal karena mereka minta tanda tangan lo," jawab Chania sebelum terkekeh. Lyana hanya mengangguk saja, berpura-pura mengerti, meski ia masih sedikit bingung maksud dari Chania tersebut.

"Itu Ardhan," ucap Alisa sambil menunjuk ke arah meja yang terdapat Ardhan yang sedang makan bersama teman-temannya. Lyana lari menghampiri Ardhan dan menutup kedua mata Ardhan menggunakan kedua tangannya

"E-eh, siapa ini?" Ardhan sangat terkejut saat kedua matanya ditutupi oleh tangan seseorang yang tidak ia ketahui. Beruntung posisi duduk Ardhan membelakangi Lyana, jadi ia tidak akan ketauan. Bukan hanya Ardhan saja yang terkejut, tetapi kedua temannya juga. Mereka bahkan sempat mengira Lyana salah orang, pasalnya mereka tidak mengenal Lyana, dan dengan tiba-tiba Lyana datang langsung menutup mata Ardhan sembari memancarkan senyum merkahnya. Namun di sisi lain, kedua teman Ardhan ini nampak familier saat melihat Lyana. Mereka ingat, gadis di hadapannya yang sedang menutup mata Ardhan ini adalah gadis yang tadi pagi menanyakan letak ruang TU kepada mereka dan juga Revan. Mereka mengira, bahwa gadis ini mengenal Ardhan—Eh, atau mungkin gadis ini salah orang.

"Tapi gue kayak kenal sama aroma parfumnya." Ternyata Ardhan masih mengenali aroma parfum yang ia pakai sejak dulu, bahkan Ardhan menghafalinya.

"Coba tebak gue siapa?" Ardhan terkejut mendengar suara yang sangat ia kenali. Dengan cepat, ia melepaskan tangan Lyana, kemudian membalikkan tubuhnya.

"Lyan?" Ardhan berdiri dari duduknya.

"Ardhan." Mereka berdua berpelukan melepas rindu, seperti kakak-beradik yang sudah bertahun-tahun berpisah. Tak peduli dengan beberapa pasang mata yang menatap mereka dengan berbagai tatapan.

"Lo kapan pulang, Lyan? Kok nggak kasih tau gue, sih?" tanya Ardhan melepas pelukan Lyana.

"Kemarin gue pulang. Gue sengaja nggak kasih tau lo, karena gue mau buat surprise." 

"Gue kangen banget tau nggak sih, sama lo, Lyan?"

"Sama, gue juga."

"Oh ya, gimana sekolah lo di Jerman? Lancar?" tanya Ardhan mengalihkan topik.

"Lancar kok."

"Seru nggak?" 

"Seru sih, tapi nggak seseru di sini."

"Nggak seseru di sini?"

"Iya, di sana itu anaknya masing-masing. Nggak ada yang traktir gue es krim, gue juga nggak bisa hujan-hujanan, ng―"

"Gue juga sama. Nggak ada yang gue kejar kalo lagi hujan-hujanan," potong Ardhan sembari terkekeh.

"Seru amat kayaknya," sindir Argha—teman Ardhan yang sedari tadi asyik menyaksikan adegan Lyana dan Ardhan. Ardhan dan Lyana menoleh.

"E-eh sorry, Gha," ucap Ardhan meminta maaf. 

"Biarin aja, Gha. Mereka lagi kangen-kangenan," timpal Chania. 

"Oh ya Lyan, kenalin ini Argha, dan yang sebelahnya Arsha. Mereka teman sekelas gue," ucap Ardhan memperkenalkan kedua temannya kepada Lyana. Lyana menoleh dan langsung mengenali mereka. Ya, Argha dan Arsha adalah murid yang berada di parkiran tadi.

"Kalian yang tadi di parkiran, kan?" tanya Lyana memastikan. Argha dan Arsha mengangguk sebagai jawaban.

"Kalian saling kenal?"

"Nggak terlalu, cuma tadi waktu gue nggak tau letak ruang TU, gue nanya ke mereka. Sebenarnya mereka bertiga, tapi gue nggak tau satunya lagi ke mana." Mungkin Lyana belum menyadari bahwa Revan sekelas dengannya. Lyana kembali menatap Argha dan Arsha bergantian.

"Salam kenal, nama gue Lyana. Kalian bisa panggil gue Ly, atau Lya. Tapi jangan panggil gue Lyan," ucap Lyana memperkenalkan diri sambil tersenyum. Ardhan mengangguk membenarkan kalimat terakhir Lyana.

"Kenapa kita nggak boleh panggil lo Lyan?" tanya Argha penasaran. Baru saja Lyana ingin menjawab, namun Ardhan sudah mendahuluinya.

"Karena Lyan adalah panggilan kesayangan gue untuk Lyana. Awas aja kalo kalian panggil Lyan, gue pecat kalian jadi teman gue," ancam Ardhan.

"Nggak usah segitunya juga kali, Dhan," ucap Lyana tidak setuju atas ancaman Ardhan.

"Nggak apa-apa Lyan, supaya mereka nggak melakukan."

"Oh, jadi Lyan itu adalah panggilan kesayangan Ardhan buat Lyana?" tanya Christy tiba-tiba yang membuat Lyana, Ardhan, Alisa, Chania, Argha, dan Arsha menoleh. Lyana, Ardhan, Alisa, dan Chania mengangguk mengiyakan.

"Kalian pacaran?" Lyana dan Ardhan tertawa.

"Pacaran? Mereka berdua itu sahabat dari kecil, sama kayak gue, Lyana, dan Alisa. Bedanya, Lyana lebih dulu kenal Ardhan daripada gue dan Alisa. 

"Oh gitu."

"Lyan, nanti sore kita jalan-jalan, yuk? Udah lama banget kan, kita nggak jalan," ajak Ardhan berbisik di telinga Lyana yang membuat si pemilik telinga terkejut.

"Ayo."

"Oke, pulang sekolah nanti gue tunggu di depan keas lo, ya?" Lyana mengangguk sebagai jawaban.

****

Ardhan melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Jalanan sore ini tidak terlalu ramai, namun tidak pula terlalu sepi. Ardhan memilih untuk fokus mengendarai motornya dan melihat ke depan. Sedangkan Lyana menatap jalanan sambil menikmati hembusan angin sore yang menerpa wajah dan rambutnya, sehingga anak rambutnya ikut keluar dari kepangannya.

Lyana dan Ardhan telah tiba di kedai es krim di pinggir jalan. Lyana dan Ardhan turun dari motor kemudian mereka duduk di salah satu kursi yang telah disediakan.

"Lyan, lo mau es krim rasa apa?" tanya Ardhan setelah duduk di kursi yang disediakan di kedai es krim tersebut. 

Alasan Ardhan memilih unuk pergi ke sini daripada tempat lain adalah karena ia merindukan masa-masa biru-putihnya bersama Lyana. Dan pada masa itu, setiap pulang sekolah, mereka berdua selalu mampir ke kedai ini.

"Kayak biasa." Ardhan sudah hafal betul es krim kesukaan Lyana seperti apa, dan rasa apa. Mereka sudah sangat lama kenal, jadi Ardhan tau apa es krim kesukaan Ardhan. Begitupun sebaliknya.

"Es krim rasa coklat sudah datang," ucap Adhan dengan membawa dua es krim cup berukuran sedang di tangannya. Ardhan memesan dua rasa. Yang satu rasa coklat, kesukaan Lyana. Dan yang satu lagi rasa greentea, kesukaan Ardhan. Lyana menerima es krim rasa coklat yang Ardhan sodorkan kepadanya. Mata Lyana berbinar setelah melihat es krim tersebut. Sudah sangat lama ia tidak memakan es krim di sini. Mungkin sekitar dua tahunan.

"Thanks Dhan." Lyana dan Ardhan terdiam, lebih tepatnya sibuk dengan es krim mereka masing-masing.

"Lyan?" panggil Ardhan membuka pembicaraan.

"Hm?" 

"Gue udah punya pacar, lho."

Deg.

Lyana terdiam. Terkejut mendengar pengakuan Ardhan yang tiba-tiba. Namun sesaat kemudian, ia memaksakan dirinya untuk tersenyum.

"Gue kira lo jomblo abadi," celetuk Lyana asal, mencairkan suasana.

"Mulut lo belum pernah disumpal pake kaos kaki gue ya, Lyan? Sembarangan aja lo kalo ngomong." 

"Bercanda kok. Oh ya, sejak kapan lo pacaran? Siapa nama pacar lo? Kelas berapa dia? Apa dia seangkatan sama kita? Atau satu sekolah sama kita? Apa dia cantik, seperti gue?" 

"Namanya Alia. Gue sama dia pacaran udah setahun. Dia kelas 11 IPA-1, murid dari SMA Bakti Mulia. Dia juga cantik kok, tapi masih cantikkan lo."

"Kelas 11 IPA-1? Dia mau jadi dokter?" Ardhan mengangguk. Lyana pun ikut mengangguk. 

"Kapan-kapan boleh dong, gue ketemu sama Alia?" tanya Lyana tiba-tiba. Ardhan menoleh.

"Boleh dong." 

"Es krim lo udah habis belum? Pulang, yuk? Gue takut Dyana nyariin," ajak Lyana setelah membersihan pinggir-pinggir mulutnya yang terdapat sisa-sisa es krim menggunakan tissue.

"Ayo. By the way, Dyana nggak sekolah di SMA Jayakarta juga?" Lyana menggeleng.

"Kenapa?"

"Panjanglah ceritanya. Udah ayo pulang." Ardhan mengantar Lyana pulang. Entah kenapa sejak Ardhan mengatakan bahwa ia telah memiliki kekasih, perasaan Lyana menjadi tidak enak. Jika boleh jujur, ada rasa sesak yang menjalar sejak tadi. Ada apa dengan Lyana? Tidak biasanya Lyana seperti ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status