Share

(A)Gus Nazril
(A)Gus Nazril
Penulis: Aryani15

Bab 1 : Namanya Agus?

Papa Calling...

Aku memilih mendiamkan panggilan dari papa, ini sudah jam 8 malam dan barangkali itu sudah panggilan ke 10 dari beliau. Aku bukan lagi kabur-kaburan dari papa seperti anak remaja yang tidak dituruti kemauannya. Aku hanya sedang menghindari komunikasi dengan papa, aku tetap menyayanginya walaupun berkali-kali beliau menyakitiku, bagaimanapun dalam tubuhku tetap mengalir darahnya. Dan nama belakangnya masih melekat erat di namaku, Ralintang Maharani Nasution.

"Dok! hpnya bunyi!" Aku menoleh pada Putri seorang perawat yang malam ini jaga bersamaku. Aku hanya menggerakkan bahuku tanda aku tidak peduli, aku lebih memilih makan mi instanku.

"Untung pasiennya enggak lihat ya Dok! Kalau lihat kita makan mi instan, auto di semprot balik kita!" ujar Putri lagi sambil tertawa.

Aku ikut tertawa, teringat beberapa saat yang lalu aku mengedukasi pasien yang masuk UGD karena mengeluh nyeri perut untuk tidak mengkonsumsi mi instan lagi karena berdasarkan informasi dari temannya, hampir setiap hari dia konsumsi mi instan. Maklumlah anak kos, tapi bukan berarti membenarkan juga. Boleh saja mengkonsumsi tapi harus bijak juga mengatur kesehatan diri sendiri.

"Itulah salah satu tujuan disediakan kamar jaga buat kita!"

"Haha, bener Dok! Eh Dok, tau enggak kita mau ditambah dokter jaga baru loh!"

"Kata siapa, Put?"

"Sumber valid pokoknya, Dok!"

"Alhamdulillah kalau begitu, sudah lama kita kalang kabut kekurangan tenaga."

"Iya Dok, aku kasihan ngelihat dokter-dokter yang sering lembur apalagi dr.Ralin, selalu yang paling banyak lembur karena hanya dokter yang masih single."

"Kamu sebenarnya mau prihatin atau ngatain sih Put?"

"Hehe, pengennya ngatain biar Dokter risih terus buru-buru cari pasangan. Pasti gampanglah, secara Dokter itu cantikya masyaallah, bikin artis-artis minder!"

"Lebay amat Put!"

Aku hanya mendengus melihat kelakuan putri, perawat yang masih cukup muda dan sedang mengincar polisi katanya. Diantara dokter UGD memang hanya aku yang masih single, bukan berarti tidak pernah ada yang mencoba mendekat, tapi aku yang belum mau. Aku harus mempertimbangkan banyak hal untuk mencoba memulai sebuah komitmen.

"Elaahh, malah pada santai makan di sini! Go!!"

Salah satu teman sejawatku di UGD berhasil membuat aku dan Putri meninggalkan mi instan yang belum ada setengahnya kumakan. Kalau sudah ada yang bilang 'Go' berarti keadaan genting dan harus segera bertindak.

Di saat orang-orang mungkin sudah mulai istirahat dijam segini, kami masih harus menuntut mata dan otak kami untuk tetap bekerja karena setiap pasien yang datang selalu penuh kejutan.

Saat ini, di bed 1 ada pasien anak yang demam tinggi dan menunggu hasil cek darah, di bed 2 ada pasien yang masih teriak sakit perut dan ujung sana ada pasien kecelakaan yang masih mengantre kamar.

Dan ini, di menit-menit terakhir jaga siang kita masih ada kejutan lagi. Aku, Putri dan dr. Edo-yang tadi memanggil kami- hanya bisa saling tatap melihat pasien yang di bawa oleh ambulance PMI.

Ya Tuhan, bakalan mundur ini aku pulangnya!

"Tekanan darah 100/50, nadi meningkat, perdarahan aktif ada luka kurang lebih lebar 10cm kedalaman 3cm di lengan kanan dan luka kecil di bebarapa bagian wajah!" kata perawat ambulance sambil mendorong bed pasien.

Dr. Edo mangangguk lalu mengambil alih pasiennya, aku agak aneh dengan ekspresinya yang terlihat tegang. Menurutku pasiennya tidak begitu parah karena masih sadar sepenuhnya walaupun lukanya cukup dalam.

Dokter Edo dan Putri langsung disambut teman yang lain segera menangani pasien itu, aku lebih dulu mengisi data awal yang diperlukan.

"Ada identitasnya Mas?" tanyaku pada perawat tadi.

"Enggak ada Dok! Diduga korban penjambretan, tadi kami dihubungi warga, kondisi korban sendirian dan tidak ada tas atau barang lain milik korban."

"Baiklah, terimakasih Mas!"

Setelah selesai mengisi aku segera bergabung dengan mereka. Dan begitu aku mendekat Mas Edo langsung menyerahkan pasiennya padaku.

"Lin, lanjutin ya. Gue ke Prof. Danu dulu!" ujarnya. 

Lalu wajahnya kembali fokus pada pasien tadi, "Tenang di sini Gus, Lo jangan macem-macem!" ujarnya dengan setengah mengancam.

Aku mengerutkan keningku, Mas Edo kenal? Terus ngapain panggil Profesor Danu? Ini pasien kayaknya enggak butuh di bedah sama Prof. Danu.

"Mas Agus!" Putri mencoba memanggil pasiennya dan hanya disenyumi oleh pasien itu

"Emang namanya Agus?" Tanyaku dengan suara berbisik.

"Enggak tau Dok! Tadi dr. Edo manggil dia ‘Gus’ begitu!"

Aku merapatkan bibirku menahan tawa, anak ini dengan segala kepolosannya. Eh tapi bisa juga ya namanya Agus? Atau Bagus? Atau mungkin Gusti?

Enggak penting itu Ralin!! Yang penting tangani pasien dulu.

Aku dibantu para koas mulai membersihkan luka-lukanya setelah memastikan tidak ada keluhan lain dari pasien. Alhamdulillah tidak begitu berat karena pasien kooperatif banget.

Aku sedang membersihkan luka yang paling parah yang ada di tangannya. Jahit luar dalam! Dan aku mau pulang jam berapa ini??

Semangat Ralin!!

"Di sana Prof!"

Kita menoleh saat Mas Edo dan Profesor Danu datang ke sini. Pasien ini sebenarnya siapa sih? Sampai membuat seorang direktur rumah sakit turun tangan di jam yang bukan jam kerja beliau.

"Bagaimana?" tanya Profesor Danu padaku.

"Luka di tangan membutuhkan jahitan luar dalam Prof! Tidak ada tanda-tanda fraktur, vital sign nya sudah kembali normal."

Profesor Danu menganggukkan kepalanya lalu menatap ke arah pasien dan pasien itu malah tertawa tanpa beban sambil menangkupkan kedua tangannya tanda minta maaf sama Prof. Danu. Aku jadi semakin penasaran siapa pasien ini.

"Nggak usah dikasih bius, Lin! Berandalan ini biar kapok." ucap Profesor Danu lalu pergi.

Aku hanya menatap heran ke arah Mas Edo. "Bagaimana Mas?" tanyaku.

"Sudah, ikuti saja kata prof. Danu, kita siap-siap pulang saja!" jawabnya sambil tertawa.

Setelah lama diam, akhirnya pasien itu protes ke Mas edo, "Sialan Lo Do!" teriaknya, tapi Mas Edo malah semakin tertawa.

Aku dan yang lain hanya saling menatap, bingung dengan apa yang terjadi. Sebenarnya tawaran Profesor Danu menggiurkan karena aku bisa pulang tepat waktu tapi bagaimanapun juga ini tanggung jawabku.

Ya sudahlah! Apa boleh buat!

"Enggak jadi pulang Dok?" tanya Si Pasien saat melihat aku mengurungkan niat pulang dan mulai menjahit lukanya.

"Enggak apa Mas! Saya selesaikan dulu, tadi Masnya masih masuk pasien saya!"

Dia langsung terdiam lalu bergerak menjadikan tangan kirinya bantalan kepala. Postur tubuhnya yang cukup tinggi membuat bed ini seakan tak mampu menampungnya. Entah aku yang lagi banyak pikiran atau apa, melalui ekor mataku aku lihat beberapa kali dia menatapku.

"Alhamdulillah selesai, sudah ya Mas biar diteruskan sama perawat jaga malam." ucapku setelah hampir satu jam menangani lukanya. Lalu aku berikan serentetan nasehat yang berhubungan dengan kesehatan lukanya.

"Terimakasih dokter!" jawabnya.

"Sama-sama Mas Agus!" Aku menggigit bibir dalamku, kenapa juga aku ikut memanggilnya Agus?

Dia menautkan kedua alisnya. "Agus lagi?" tanynya dengan tertawa geli.

"Maaf Mas, tadi belum ada identitansnya jadi kita belum tahu hanya ikutan dr. Edo!" jawabku penuh rasa tidak enak karena takut menyinggung perasaanya.

Dia tertawa mendengar penjelasanku lalu menyebutkan namanya.

"Nazril."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
puji lestari
kyaknya q mulai suka deh sama novel ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status