Wanita dingin yang melempar laporan Iori ke atas meja itu langsung berdiri. Sementara pelayan tua yang tau apa yang harus ia lakukan menghampiri lemari, matanya yang tajam memilih pakaian yang langsung ia letakkan diatas kasur. Bahkan pakaian dalam sang majikan pun ia tata ditempat sama tanpa merasa risih.
Bunyi shower menyala membuat Iori yang sudah merapikan informasi yang sudah ia kumpulkan berdiri lalu memberi hormat sebelum keluar. Tidak perduli sang majikan melihat ataupun tidak.
Ujung mata pelayan setia yang melihat berkas lain, tersenyum. Tahu sang majikan sudah mendapatkan apa yang ia mau meski hari belum genap satu minggu. Walaupun dalam benaknya terpikir hal apa yang melandasi dua orang yang saling bertaruh itu mempercepat perjanjian.
Namun, ada saat dimana ia tak perlu mengetahui apa yang dilakukan sang majikan ataupun mencari tahu alasannya karena tugasnya hanya melayani dan mendengar. Selebih itu akan
"Aku tak perduli dengan penilaianmu, Carter. Dengan uang yang ia miliki anak itu akan bisa diperbaiki." Mendengar itu Carter menatap nyalang sang direktur."Rei bukan barang rusak yang butuh perbaikan, Pak direktur. Ia anak yang terluka karena apa yang sudah ia lihat dan alami."Sang direktur mendecakkan lidahnya tak suka, "dan asal kau tau, wanita itu bisa melakukan semua dengan uang yang ia miliki, Carter. Jadi simapan pendapatmu. Anak itu akan mendapatkan semua yang bisa diharapkan manusia dengan tinggal bersama Nona Larson karena tak ada yang mau mengambilnya. Rei anak yang beruntung karena hidupnya akan berkecukupan setelah ia meninggalkan gedung ini.""Anda tau uang bukan solusi untuk Rei saat ini. Ia butuh pendamping yang mau membimbingnya-""Huh! Membimbing?" Sang direktur mendengus, "kau pikir siapa Nona Larson? Dengan uangnya ia bisa menemukan pembimbing terbaik dari seluruh dunia dan mereka akan mengantri hanya untuk melayani bocah itu."
Duda bermata ash yang sudah selesai membayar belanjaanya itu menoleh pada sang putra yang menariki lengan bajunya. Belum sempat melihat apa yang ditunjuk Joe, Alan langsung bergerak cepat menyusul langkah cepat bocah kecil yang berlari diantara mata-mata yang memperhatikan bocah cerewet berpipi tembem yang enak dipegang itu berlari. "Onty...!!"Nara terkejut meski wajah dinginnya tak berubah sama sekali begitupun Carter yang memandangi bocah kecil yang memeluk kaki Nara, bocah kecil yang mendongak menatapi dirinya dengan pandangan penuh tanya. "Who are you?"'Wow, anak yang pemberani,' Carter menjejerkan pandangan matanya dengan Joe lalu menjulurkan tangan, "hei, young man, my name Maxime lourne Carter. You can call me Max or Carter."Joe langsung menjabat tangan besar Carter, "aku Joenathan, you can call me Joe." Carter mengangguk pada jabatan tangan kecil namun mantab bocah kecil yang lalu menatapi Nara. Wanita d
Suasana meja makan terasa canggung tapi, tidak bagi anak berpipi tembem yang enak dipegang ataupun wanita dingin yang sesekali menoleh pada Joe yang berceloteh.Ciara sesekali mencuri pandang pada Alan yang makan dengan diam. Wanita yang bekerja sebagai sekretarisnya itupun melirik wanita dingin yang pasti mengenali wajahnya. Mengingat beberapa kali mereka bertemu saat ia menemani Alan bekerja.Namun, kenapa wanita dingin itu ada disini? bahkan bocah kecil yang terang-terangan menunjukan ketaksukaan pada dirinya begitu akrab dengan Nona Larson. 'Menyebalkan!'Yang tak diketahui Ciara adalah Nara sama sekali tak mengingatnya. Apalagi tampilannya yang jauh berbeda--sesungguhnya tidak begitu berbeda, wanita dingin itu hanya tidak suka mengingat orang-orang tak penting yang bisa diganti kapan saja. "Daddy."Alan menatap Joe yang memanggilnya begitu manja, pasti ada yang diinginkan putra nakal
"Apa kamu harus selalu meninggalkanku setiap kita selesai bercinta?" Nara yang sedang memakai baju malamnya menoleh pada pemilik mata ash yang seharusnya tidur.Hari sudah pagi meski matahari belum nampak, "tapi Joe akan terkejut jika ia bangun aku tak ada disampingnya." Jawab Nara meraih baju hangat dari lantai."Apa kamu terbangun saat mengingat putra nakalku?" Nara mengangguk dan membiarkan lelaki yang masih belum menggunakan pakaian dibalik selimut itu menariknya jatuh ke atas ranjang berantakan bahkan saat terkejut wajah Nara tak berubah sedikitpun dan hanya menatapi Alan, "dan lagi, aku harus menata pakaianku sendiri hari ini.""Ok, apa kamu sedang meminta bantuanku, Nona Larson?" Nara mengernyitkan dahi pada tanyanya, rasanya Alan jadi bisa melihat banyak wajah dari wanita dingin minim ekspresi dibawahnya ini."Aku tak yakin bisa merapikan bajuku Serapi Iori. Tapi, aku tak se-desperete itu sampai harus meminta bantuanmu, Tuan Sulivan."
"Onty?" Nara yang jadi diam menatap Joe. Mata bulat nan jernih bocah berpipi gembil yang enak digenggam ini ngenatapinya khawatir. "Apa kamu sudah lapar?"Joe mengangguk dan tersenyum saat Nara mengusap perut kecilnya. "Let's get your lunch than." Bocah kecil yang langsung bangun sambil membawa pesawat kertasnya itu minta digendong.Disepanjang langkah Nara, Joe terus berceloteh sementara Nara yang mendengarkan jadi diam menatapi Alan yang duduk dalam bisu. Saat pandangan mereka bertemu seolah ada tembok yang begitu tipis namun sulit ditembus sekedar untuk memulai percakapan. "Daddy, I am Hungry."Alan tersenyum dan menarik kursi Joe agar putra nakalnya bisa duduk, sementara Nara duduk dihadapan Alan. Banyak kata yang rasanya tercipta namun tak ada sepatah kalimatpun keluar dari mulut Nara. Sementara Alan menyiapkan makanan untuk bocah nakal yang masih memainkan pesawat kertasnya."
Clekk!!Bocah lelaki kecil yang sedang bermain sendiri dibawah pengawasan Dokter Carter itu menoleh pada suara pintu yang terbuka, ia langsung berdiri saat mendengar suara wanita dingin yang membuatnya berjalan cepat mengintip pintu yang sudah ditutup pelayan tua yang menerima jas hangat sang majikan yang menyadari kepala kecilnya yang menyembul."Apa kau sudah menata puzzle-mu?"Rei hanya mengangguk, lalu menerima uluran tangan wanita dingin yang menggandeng tangan kecilnya.Carter tak sekalipun melepas tatapannya dari bocah kecil yang sudah mulai membuka hati meski hanya pada wanita dingin yang mengusap kepalanya juga pada Iori. Pelayan tua yang tersenyum dengan anggukan menyapa yang ia balas."Anda mau minum teh, Dokter Carter?""Tidak perlu, Iori, saya sudah menyamankan diri sejak tadi," jawab Carter membuat Iori menatap dua kaleng minuman isotonik yang Carter keluarkan dari kulkas.Dengan tangan masih membawa tas kerja
"Tuan kecil Rei, apa anda mau makan sesuatu?" Flight attendan yang senyumnya begitu ramah itu ditatapi Rei. Ditangannya sudah tersedia bermacam menu untuk Rei pilih. Tapi, bocah kecil yang terus menutup mulutnya ini menoleh keluar lagi tak menanggapi, menatapi awan bergumpal-gumpal yang biasanya ia lihat dari bawah.Apa Rei suka naik pesawat terbang? Entahlah. Karena anak kecil ini hanya diam menatapi awan di pesawat yang hanya pernah ia lihat ditelevisi. Itupun saat ia diajak Cyntia keluar."Mommy," Pelan bibir Rei berucap tapi telinganya sendiri bahkan tak mendengar suaranya sendiri."Buatkan saja Rei coklat hangat, Maria." Wanita yang namanya dipanggil itu menoleh pada wanita dingin yang sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari laptop, "yes, Ma'am, apa anda ingin tambah teh lagi?""Beri saja aku kopi." Ucap Nara masih menatapi layar leptop yang akan lama menyala. Maria yang hafal kebiasaan Nara hanya mengangguk.Kopi artinya Nona Larson aka
Tok...tok!Ketukan pelan itu membuat wajah Nara beralih dari layar laptop, "ada apa, Rei?"Meski bukan Rei yang mengetuk pintu. Nara menatapi bocah kecil yang berdiri diambang pintu sementara pelayan tua-nya menahan daun pintu agar lebar terbuka. Rei tampak ragu tapi, saat wanita dingin itu menutup laptopnya langkah Rei terdengar dan langsung menarik tangan Nara. "Kamu ingin menunjukan sesuatu padaku?"Rei mengangguk dan menggenggam erat tangan Nara yang berdiri mengikuti bocah kecil yang berjalan dengan langkah ringan, melewati Iori yang hanya tersenyum lalu menutup pintu ruang kerja Nara kemudian mengikuti keduanya.Setelah berjalan menyusuri lorong luas dengan lantai mengkilap yang bahkan tak meninggalkan debu sebutir pun, Iori berhenti dan hanya memperhatikan bocah kecil yang menunjuk kotak besar dengan bungkus yang membuat Nara mengangguk. "Apa keretamu sudah datang?"Rei menatap Iori yang mengangguk membenarkan kalau kotak besar dengan gambar