Share

A Little Happiness in Korea
A Little Happiness in Korea
Penulis: Alfa Daisy

1. Money, Family and Myself at School

          Uang bukanlah segalanya, tetapi segalanya butuh uang. Kalimat ini benar adanya bagiku. Aku mulai menyadarinya ketika menginjak awal duduk di bangku SMA. Pada saat itu, keluargaku tiba-tiba mengalami kebangkrutan, dikarenakan kumpulan penyilap mengambil seluruh bahkan membuat bisnis travel agen ayahku berhutang banyak kepada bank swasta. Akhirnya kami berusaha keras untuk bertahan hidup seadanya.

          Ketika itu sulit bagi kami merasa bahagia. Padahal sebelumnya, meskipun memiliki uang pas-pasan, kami masih bisa merasa cukup dan senang olehnya. Karena itu, aku berpikir kalau uang memang bukan segalanya, tapi segalanya yang ada di dunia ini memerlukan uang.

          Keadaan sulit tersebut membuatku berusaha sekuat tenaga agar tidak meminta sedikit uang pun dari kedua orang tuaku. Sedikit demi sedikit ayah dan ibu bisa melunasi dan membuat ekonomi keluargaku lebih stabil. Meskipun memerlukan waktu yang tidak sebentar.

          Itu merupakan sebab kenapa aku membenci benda itu. Benda yang bisa membuat seseorang senang ataupun sedih dalam jangka waktu singkat. Benda yang dapat membuat orang menghalalkan segala cara, meskipun itu membuat orang lain sangat merugi dibuatnya. Tetapi juga tidak dipungkiri, bahwa kehadirannya membuat semua hal mungkin dapat terjadi.

          Selama setahun ini, dalam rangka menimbun benda menjengkelkan itu, aku rela selalu membawa bekal untuk makan siang dan kelaparan saat ikut les malam di lembaga. Uang saku yang diberikan oleh ibuku setiap pagi, yang biasa dipakai untuk mengisi perut, sudah aku alih fungsikan. Saat ini, keinginanku untuk menyimpannya lebih besar. Karena aku sadar bahwa jalan untuk mendapatkan tujuan itu lebih penting daripada makan malam selama satu tahun.

          Setiap Sabtu-Minggu milikku juga jadi lebih menguras energi. Aku melakukan pekerjaan paruh waktu pertamaku selama tujuh belas tahun hidup di era ini. Aku menjadi guru les Rafa, anak tetanggaku yang masih berumur lima tahun. Ia adalah anak pandai yang sedang dalam masa puncak untuk bermain. Bisa dikatakan aku bukan guru, melainkan teman bermain baginya. Tidak lama, tetapi juga tidak sebentar. Tiga jam, waktu yang diperlukan mama-papanya untuk bersih-bersih rumah dan beristirahat.

          Rafa memiliki ruang gerak yang sangat luas. Dimulai dari dalam rumahnya, hingga di seluruh komplek perumahan kami. Tugasku adalah menemaninya, memastikan keselamatannya dan menenangkannya jika ia menangis. Hanya itu, tidak terlalu sulit bagiku, meskipun memerlukan energi yang lebih banyak daripada duduk diam belajar di kamar. Untuk tugas-tugas itu, aku bisa mendapatkan uang yang lebih banyak daripada uang sakuku tiap minggu. Ah, aku jadi ingin punya banyak tetangga seperti papa dan mamanya Rafa. Hal itu tentu agar aku bisa dapat lebih banyak benda itu, secara halal.

***

          Hola! Aku adalah bungsu di dalam rumah ini. Ayah memberiku sebutan Merona, karena saat keluar dari perut ibu, warna merah merona yang pertama kali terlihat oleh semua orang di dalam ruang persalinan. Iya, kulit di seluruh tubuhku berwarna merah merona.

          Sejak kelahiran itu, nama yang tertulis di akta kelahiranku adalah Merona Anshula. Kata Anshula diambil ayah dari Bahasa Sansekerta yang mengandung arti cerah. Kalau ini, mungkin beliau ingin aku tumbuh besar menjadi gadis yang bisa selalu memberi kecerahan kepada lingkungan sekitarku.

          Memang sangat dalam arti dari nama yang diberikan olehnya. Tapi tidak dipungkiri bahwa aku lebih senang berbicara dengan banyak orang. Tidak hanya itu, aku juga bisa membuat keadaan canggung di sekitar menjadi lebih hangat dan bersahabat. Mungkin itu bakat atau sesuatu yang dibawa oleh namaku.

          Beruntungnya badan yang kumiliki karena dapat terlahir di dalam keluarga ini. Di dalam 23 kromosom sel telur ibu dan 23 kromosom sel sperma ayahku, dengan berbagai kemungkinan yang seharusnya bisa terjadi, zigot kecil yang dihasilkan ternyata membawa gen kulit putih cerah. Zigot tersebut menjadikan diriku yang sekarang.

          Di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, aku jarang menemui orang yang memiliki kulit alami secerah milikku. Mungkin itu juga salah satu jawaban dari doa ayah yang diukirkan dalam nama yang aku bawa. Aku tentu merasa bersyukur karenanya.

          Aditya Jirair, yaitu anak sulung dan satu-satunya Kakak yang kumiliki. Aditya berasal dari Bahasa Indonesia yang mengandung arti pertama, tampan dan pintar. Sedangkan Jirair dari Bahasa Armenia yang berarti kuat dan pekerja keras.

          Nama kuat diberikan kepadanya karena saat kecil, ia suka mengangkat benda-benda yang jauh lebih besar dan berat dibanding badannya saat itu. Lalu arti tampan dari kata Aditya dipakai karena sejak dia bayi, semua orang selalu bilang kalau ia terlihat tampan. Hal itu terbukti hingga sekarang, saat aku SMA, dan menginjak remaja akhir. Teman-temanku yang main kerumah, mereka langsung bilang kalau suka sama mas Adit dari pandangan pertama. Hingga setelah itu mereka sering main kerumah tanpa alasan.

          Selanjutnya ibuku yang sangat irit dalam segala hal. Kalau baju yang dipakainya belum robek, meskipun sudah berjamur, baju itu tetap akan beliau pakai. Fadiana Aiyla, yang memiliki arti gadis cantik yang hemat. Sudah terjawab mengapa dirinya menjadi orang yang tidak boros, karena nama yang dibawa olehnya. Lalu arti lain namanya yaitu gadis cantik, yang juga menjadi alasan mengapa ayah memilih ibu menjadi teman hidup kala itu. Wajahnya yang bisa aku bilang mirip artis itu masih dimilikinya hingga mempunyai dua anak seperti sekarang. Meskipun begitu, alih-alih menjadi artis, ia lebih suka membantu bisnis travel ayah sambil mengurusi urusan rumah tangga.

          Terakhir, seseorang yang bertugas sebagai kepala keluarga kami. Walaupun sempat bankrut, beliau selalu tetap memberikan yang terbaik untukku dan mas Adit. Farzan Abhijaya yang mempunyai arti seseorang yang bijaksana dan melengkapi kemenangan. Nama pelengkap dari beliau dimaksudkan karena beliau adalah anak bungsu dari keluarganya. Arti bijaksana sungguh pantas menjadi gelar yang beliau punya. Setiap keputusan yang ia ambil selalu dipikirkannya matang-matang. Setelah tertipu oleh kumpulan penyilap pun, beliau dapat bangkit pelan-pelan darinya.

***

          Salah satu tempat mencari ilmu yang sedang aku tempati ini bagaikan lintasan lomba lari. Semua murid di sekolah terobsesi berlomba terus berlari tanpa memperdulikan sekitar dan hanya berfokus pada satu tujuan, yaitu nilai. Entah itu nilai tugas, ujian harian, tengah semester, ujian akhir sekolah, dan sebagainya. Hal tersebut mereka semua kejar demi mendapatkan nilai terbaik, sehingga bisa berada di peringkat tertinggi, peringkat satu. Pada setiap mata pelajaran memiliki nilai tersendiri. Tidak hanya pelajaran, bidang lain pun ikut dinilai. Bidang lain itu adalah kepopuleran siswa, juga suatu bentuk penilaian tidak tertulis yang dilakukan oleh teman-teman lain.

          Apabila seorang siswa memiliki nilai tinggi di suatu pelajaran, contohnya matematika, berarti ia akan selalu dituntut harus menjadi nomor satu di sana. Sekalinya dia mendapat nomer dua atau bahkan lebih rendah, ia akan mendapatkan sanksi tidak tertulis dari para guru, khususnya matematika. Sanksi tersebut berdampak pada bisa tidaknya dia mengikuti olimpiade mewakili sekolah atau bahkan nilai yang akan didapatkannya pada rapor akhir. Kebaikan dari hal ini, jika dirinya bisa mempertahankan peringkat satu hingga akhir, kelak ia bisa masuk ke jurusan matematika di universitas manapun dengan tanpa melalui tes. Hanya bermodal nilai rapor dan surat rekomendasi dari guru matematika. Sungguh privilese mengesankan yang bisa terjadi di dunia pendidikan saat ini.

          Bidang selanjutnya adalah ketika siswa tidak terlalu pandai pada bidang mata pelajaran, tetapi menguasai keahlian khusus seperti olahraga atau seni, dirinya telah memiliki nilai. Ia bisa menjadi perwakilan sekolah di ajang kompetisi nasional seperti pada Kompetisi Olahraga Siswa Nasional (KOSN) atau Pekan Olahraga Nasional (PON). Apabila dirinya bisa menjadi nomor satu di sana, tentunya dengan mudah ia dapat mewakili Indonesia di ajang kompetisi lain seperti Asian Games dan lainnya. Memang tidak main-main sekolahku ini. Tidak jarang beberapa dari kakak kelasku berangkat mengikuti lomba-lomba internasional.

          Jika seorang siswa tidak terlalu pintar dalam hal pelajaran serta tidak memiliki keahlian khusus, tetapi ia populer dikalangan siswa lain, ia sudah mempunyai nilai. Hal itu biasanya dikarenakan tampang dan proporsi tubuh yang dimilikinya bagus. Kalau tidak, berarti itu dikarenakan ia memiliki latar belakang

keluarga yang kaya atau pangkat yang tinggi dalam masyarakat. Kelebihan dari nilai pada bidang ini adalah mereka memiliki privilese khusus yang mempermudah untuk mendapatkan nilai dalam bidang seni peran. Ada istilah baru dikalangan anak muda zaman sekarang, yaitu kamu tidak perlu melakukan apa-apa, karena tampang atau uangmu sudah berbicara. Mereka akan dengan mudah mendapatkan tawaran pekerjaan seperti menjadi model iklan atau bahkan memerankan suatu karakter di sebuah film.

          Ada lagi kalangan yang biasa saja di bidang pelajaran, keahlian, maupun tidak populer dikalangan siswa. Jenis seperti ini adalah mereka yang selalu berusaha mengambil hati para guru. Cara yang mereka ambil adalah mengikuti setiap hal dan membatu apapun yang sedang dilakukan oleh setiap guru. Hal ini menyebabkan banyak guru yang selalu meminta tolong kepada mereka untuk mengkoordinir suatu acara atau menjadi delegasi sekolah dalam acara formal lainnya. Nilai yang mereka dapatkan adalah pada bidang ekstrakurikuler. Kelebihan dari mendapatkan nilai dari bidang ini adalah mempunyai relasi yang luas sehingga mereka bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan bahkan tanpa perlu melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

          Bidang yang terakhir, mereka tidak termasuk dari semua golongan yang memiliki nilai seperti penjelasan sebelumnya. Mereka adalah anak-anak yang biasa saja di semua sisi. Tidak ada yang menonjol dari mereka dalam hal nilai mata pelajaran, keahlian, kepopuleran dikalangan siswa, bahkan mereka juga tidak ingin mengambil hati para guru. Anak-anak seperti ini biasanya memiliki pikiran bahwa, “Bisa lulus dari sekolah saja sudah cukup.” Karena bagi mereka, nilai tidaklah terlalu penting. Yang penting bagi mereka adalah bisa lulus dari sekolah, dengan nilai berapapun yang dimilikinya.

          Aku merupakan salah satu anak yang termasuk dari golongan terakhir. Bukannya aku tidak mau berusaha, tetapi sebanyak apapun aku berusaha, aku tetap tidak bisa. Sebelumnya aku telah mencoba tetapi hasilnya tetap. Aku sendiri juga heran dengan hal itu.

          Mulai kelas X, aku mencoba memahami setiap materi yang diberikan. Tetapi anehnya, aku masih sulit memahami setiap rumus yang harus dimengerti. Saat ingin menghafal juga sama, setiap kalimat atau bahkan kata yang ingin aku hafal hanya bisa terekam hingga lima menit dikepalaku, setelahnya aku tidak ingat. Jadi dalam pelajaran ilmu alam maupun sosial, semua sama susahnya bagiku. Mungkin karena kapasitas otakku yang lebih terbatas dari teman lainnya. Aku mengakuinya.

          Dalam hal olahraga, aku sangat buruk. Sejak kecil aku tidak pernah mengikuti les atau pelatihan khusus terhadap suatu bidang olahraga. Sedangkan teman-temanku yang memiliki nilai ini pasti telah menggeluti bidang ini sejak mereka kecil. Tidak jarang juga kedua orang tua mereka bekerja di bidang itu. Jadi tidak heran apabila mereka bisa mendapatkan nilai dari bidang yang telah bertahun-tahun mereka lakukan. Di sini, biasanya aku hanya akan menjadi pemandu sorak, untuk menyemangati teman lain yang sedang bertanding.

          Pada bidang kepopuleran dikalangan siswa, teman-temanku ini memiliki tampang yang tidak wajar. Dilihat dari jarak lima kilometer pun, semua orang pasti terpana dibuatnya. Aku tidak tahu angkatan sebelumnya, tetapi di angkatanku, siswa yang memiliki nilai di bidang ini sangat enak dipandang mata. Memang aku memiliki titisan gen dari ibu, tetapi tampangku ini termasuk biasa saja di sekolah. Selanjutnya untuk latar belakang keluarga yang berada, aku tidaklah termasuk didalamnya. Meskipun sebelum ayah dan ibu bangkrut, ekonomi keluarga kami tidak bisa disetarakan dengan teman-temanku yang punya minimal satu kolam renang pribadi di dalam rumah mereka.

          Golongan terakhir adalah golongan para pencari hati guru dan aku bukan termasuk di dalamnya. Bidang ini memiliki saingan yang sangat banyak. Karena pada bidang yang lain sangat sulit diraih hanya dalam waktu sekejap, bidang inilah yang paling banyak diminati. Aku tidak kuasa untuk bertarung melawan banyak teman lain yang melakukan berbagai usaha agar bisa mendapatkannya. Jadi aku akan setia pada kelompok terakhir, yaitu kelompok yang tidak memusingkan masalah nilai, dan hanya ingin segera lulus dari sana.

            Hari demi hari berjalan seperti biasa, keseharianku selalu berulang. Berawal dari berangkat sekolah, pelajaran, try out di sekolah, ikut tambahan pelajaran di lembaga, dan pulang larut malam. Kemudian untuk hari Sabtu-Minggunya, aku ke rumah Rafa untuk mengais rejeki. Ketika tiba hari ujian nasional, aku tidak terlalu memperdulikan bagaimana ujianku akan berjalan, serta hasil apa yang akan aku dapatkan. Karena seberapa keras usaha yang dilakukan, aku masih kesulitan mengerjakan setiap mata pelajaran.

            Sebenarnya aku tahu ada beberapa temanku membeli kunci jawaban ujian. Tetapi aku tidak tahu darimana mereka bisa mendapatkan kunci tersebut. Berdasarkan pengalaman kakak kelas yang dulu memakainya, sekitar delapan puluh hingga sembilan puluh persen kunci yang diberikan saat itu, memiliki jawaban yang benar. Itu merupakan salah satu kenyataan pahit yang terdapat di dalam dunia pendidikan saat ini. Memang tidak semua berwarna hitam, tetapi juga tidak selalu berwarna putih seperti yang dibayangkan. Meskipun di sekolahku, sebuah tempat yang lumayan terpandang dan termasuk salah satu yang terbaik di kotaku.

            Aku sudah tahu, jika hanya menggunakan kemampuanku sendiri, nilai yang kudapat tidak bisa masuk dalam standar minimum. Tetapi tidak mengapa, aku tidak peduli. Biarkan aku merasa malu karena nilaiku, tetapi aku tidak akan merasa malu atas keputusan ini. Kelak aku ingin mengingat kejadian ini dengan rasa bangga karena tetap berlaku jujur dan percaya terhadap kemampuan yang aku miliki. Meskipun aku tahu, nilai akhir milikku pasti tidak bagus. Tetapi aku tidak ingin merasa malu atau hina karena telah berbuat curang kepada diri sendiri dengan usaha yang aku lakukan selama ini dan juga kepada ayah-ibuku yang menyokong semua kebutuhanku dari awal hingga akhir. Serta guru-guru yang tidak hentinya bersabar membantuku dalam belajar.

            Begitulah ujian berjalan dan berakhir. Seperti para senior yang pernah merasakan suatu ujian di sekolah. Datang-Kerjakan-Lupakan. Datanglah dengan keadaan fisik dan psikis yang baik. Kerjakan semaksimal yang kamu bisa lakukan. Lalu lupakan soal-soal yang membuatmu bimbang karena hal tersebut sudah tidak bisa dirubah, jadi lupakan agar bisa direlakan dan tidak membebani pikiran. Aku datang dengan keadaan siap karena sudah berusaha selama sekitar tiga tahun untuk melalui hari ini. Lalu aku mengerjakan semaksimal yang bisa aku berikan. Terakhir, setelah waktu ujian telah habis, aku melupakan semuanya. Maksudnya, tidak akan ada penyesalan dariku dan harus puas dengan hasil apapun yang akan aku dapatkan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Charlotte Lee
menarik ceritanya.. boleh tau akun medsosnya gaa biar bisa aku follow?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status