Share

A Perfect Hollow
A Perfect Hollow
Author: Honey Dee

On Top of Rockwood Tower

Apakah kau merasakannya?

Angin dingin bulan desember yang mematikan.

Aku sedang berdiri merasakan terpaan angin deras yang menghancurkan tulang. Sapuan setiap detiknya bisa mematikan kalau kau tidak memiliki tubuh setegar aku.

Bukan. Jangan merasakan angin dari pinggir trotoar tempat orang biasa berjalan kaki dengan santai dalam mantel tebal mereka. Kau tidak akan mendapatkanku di situ. Coba kau naikan pandanganmu sekitar beberapa ratus meter dari trotoar itu. Ya, di puncak Rockwood Tower yang diagungkan penduduk New York.

Sudah melihatku?

Tepat sekali. Aku laki-laki gagah yang berdiri tinggi di sana. Memang agak sulit melihatku dengan mata terpicing begitu. Kusarankan kamu memakai kacamata salju atau apalah lainnya.

Memang bukan pilihan yang bijak berdiri di tembok balkon penthouse seperti sekarang. Mengingat aku ingin mati, inilah yang kulakukan. Aku bertelanjang dada, berdiri di balkon terbuka gedung pencakar langit, berharap tidak punya jantung seperti Tony Stark agar bisa segera mengakhiri hidupku dengan mudah.

Kaki telanjangku sudah keram karena terlalu lama berdiri di pijakan yang sempit. Namun, aku belum ingin melompat. Entah bagaimana ada sesuatu yang menahanku untuk terus berdiri, menatap langit kelabu yang sepertinya sebentar lagi akan menurunkan butir halus salju.

"Kalau tidak mati, apa lagi yang bisa kulakukan, Sayang?" Aku berbicara pada sesuatu yang tidak nampak. Sebenarnya, aku ingin berbicara pada seorang gadis, tapi aku yakin dia tidak ingin menemuiku sekarang. Gadisku sudah pergi membawa jiwa yang baru beberapa hari lalu kupercaya ada dalam diriku.

"Aku merindukanmu, Sayang," bisikku lagi.

Aku menutup mata, menelan ludah yang terasa pekat di dalam mulutku, bertanya pada diri sendiri apa sekarang saat yang tepat untuk mati.

Terdengar suara gedoran pintu.

Aku terkejut. Kaki kiriku terpeleset pijakannya.

Sial!

Jika semula aku ragu untuk melompat, sekarang aku ketakutan sekali. Aku takut jatuh.

Terdengar gedoran lagi. Keras, mantap dan berulang-ulang.

Aku berdiri dengan napas terengah, berusaha mempertahankan posisi agar tidak jatuh. Tubuhku memanas. Aku bisa merasakan keringat mulai turun menggelitik punggungku.

Sekarang terdengar suara mesin. Mungkin mesin las atau bor. Mereka, siapa pun di luar sana, sedang berusaha menjebol pintuku.

Sungguh, berani taruhan, kupastikan yang ada di balik pendobrakan pintu itu adalah Venus Black, Kakakku. Perempuan keras kepala yang akan selalu mewujudkan keinginannya. Perempuan itu bisa jadi penjahat perang sekelas Hittler kalau dia mau.

Kalau dia tidak bisa mendobrak pintu itu, dia akan memanggil Avengers untuk meruntuhkan gedung ini. Pasti!

Alarm keamananku berteriak nyaring. Suara mesin las makin terdengar keras. Aku berpaling dan melihat cahaya mesin las menambah suramnya lampu alarm yang berkedip merah.

Sebentar, kita berhenti dulu di tengah adegan ini.

Aku yakin, kau bertanya-tanya tinggal di penthouse macam apa aku ini.

Ultra-modern. Ini kata yang tepat untuk mendeskripsikan penthouse ini. Setiap detailnya adalah hasil karya jenius arsitek dan engineer yang jauh melampaui apa yang bisa kau pikirkan. Tinggal di dalam penthouse ini bisa membuatmu berpikir sedang berada di dalam setting film Star Trek. Perabotan futuristik, gadget canggih, hingga warna keperakan logam yang sangat kusukai. Ben Campbell, arsitek jenius yang membuat gedung ini memastikan bagian puncaknya adalah bagian terbaik dari semua gedung yang ada di New York.

Saat pembukaannya, Trumph setengah mati iri pada gedung ini. Ayahku dengan bangga mengatakan, "jangan habiskan waktu untuk iri pada Rockwood Tower. Gedung ini tidak dibangun dengan iseng. Kau bisa saja bermimpi untuk mengungguli yang kumiliki, tapi jangan berharap bisa mewujudkannya. Kau akan kecewa."

Ayahku tidak sedang berbesar mulut. Ayahku lelaki sejati yang mengatakan apa yang memang harus dikatakannya. Gedung ini memang memiliki semua kemampuan keamanan yang tidak dimiliku siapa pun di Amerika atau di muka bumi.

Kau lihat pintuku? Kau pikir kenapa mereka sampai harus membawa mesin las dan bor untuk menjebolnya? Pintu itu terbuat dari baja berlapis. Pelat-pelat logam yang dibentuk dengan sangat halus. Aku menyukainya. Pintu itu bukan hanya besar, tapi mampu memberikan privasi yang luar biasa bagus untukku. Coba saja, mereka butuh waktu yang sangat lama untuk menghancurkannya.

Astaga! Lama sekali!

Mataku sudah terasa perih. Napasku sesak.

Baiklah. Aku memang banyak mengeluh. Memangnya kenapa? Kau tidak tahu bagaimana rasanya berdiri di sini menunggu orang-orang tolol itu menyelesaikan pekerjaan mereka.

Pintuku akhirnya terbuka dengan suara yang keras. Mereka berhasil menjebolnya.

"ADAM MARCUS ROCKWOOD!!!"

Hanya dua orang di dunia ini yang pernah meneriakkan nama lengkapku seperti itu. Pertama ibuku ketika aku pulang ke rumah dalam keadaan babak belur setelah berkelahi dengan James Oliver ketika SMU. Kedua, jelas kakakku, Venus, kapan pun dia mau.

"Ya, Tuhan! Apa yang kau lakukan?!"

Aku berpaling kepadanya. Tulang leherku bergemeletuk.

Venus, Abe dan Neptune berdiri berdekatan. Beberapa polisi membereskan perlengkapan, mematikan alarm, dan berbicara dengan radio. Aku bisa melihat mereka semua sekaligus dari balik jendela kaca besar di belakangku.

"Adam, apa yang kau lakukan?" Venus mengulangi kalimatnya dengan suara yang lebih pelan.

Neptune mengeluarkan ponsel.

"JANGAN MENGADU!" Teriakku yang membuat mereka terlonjak kaget.

Neptune, kakak tertuaku, mengangkat ponsel sampai sejajar dengan wajahnya. "Aku hanya ingin mengambil gambarmu, adikku. Siapa tahu ini posemu yang terakhir." Wajahnya berkilat senang.

Venus meninju perut Neptune. Tentu saja, Neptune tidak peduli. Dia terus menyorotkan kamera ponselnya padaku dengan wajahnya yang ceria seolah ini adalah pertunjukan.

"Ayolah, Adam! Kalau kau memang ingin lompat, lompat saja!" Abe terkekeh di sebelah Venus.

Venus meraih kerah jas Abe dan mendesiskan kata-kata yang tidak bisa kudengar. Yang jelas, setelahnya, Abe dan Neptune tergelak bersamaan.

"Kau tidak lihat kalau adik kecilmu itu lucu sekali?" Abe menunjukku dengan santai. "Kalau dia memang mau bunuh diri, kenapa dia masih ada di sini sampai kita datang? Telanjang dada? berdiri di balkon? Dia pikir dirinya Edward Cullen? Dia mau melompat ke bawah dan membuktikan kalau dia tidak bisa mati?

Venus mengacungkan telunjuk dengan mengancam di depan wajah suaminya.

Neptune memutar mata. "Edward Cullen lagi? Ayolah! Ada banyak vampir, kenapa harus Cullen?"

"Kenapa? Edward tampan dan memakai lipstik cocok untuk adikmu." Abe tertawa, disusul tawa Neptune yang sangat keras.

"TUHAN, APA KALIAN TIDAK BISA SERIUS SEDIKIT?" Venus meninggalkan mereka. "Adam, turunlah, Sayang. Kami mencintaimu."

"Kami sudah memanggil tim negosiasi, mam." Seorang polisi berseragam melapor kepada Venus.

"Astaga! Jangan kau buat malu dirimu sendiri, Adam. Cepat melompat. Kau ingin dibujuk? Kau pikir apa? Man On the Ledge? Ayolah, man!" Neptune dan Abe sama-sama terbahak.

"DIAM KALIAN!!!"

Gelegar suara Venus membuat regu kepolisian mematung dengan wajah syok.

Kalau aku bukan anggota keluarga Rockwood yang sudah tiga puluh tahun bersamanya, mungkin aku juga akan bereaksi sama.

"Kau pikir dia kenapa, hah?! Dia akan bunuh diri. Dia sudah bosan hidup. Dia putus asa." Suara Venus gemetar. Dia ketakutan.

"Ya, Tuhan! Venus, kalau dia memang benar-benar ingin mati, dia sudah melakukannya sebelum kita datang. Yang sekarang kita lakukan seharusnya adalah memunguti remahan tubuhnya di atas aspal. Adam bukan ingin mati. Adam kecil sedang menunggu diselamatkan. Dia ingin dibujuk oleh polisi cantik berdada besar. Hei, kalian mendengarku? Cari polisi dengan tipe seperti itu kalau kalian mau menyelamatkan pewaris kekayaan Rockwood," teriak Abe kepada beberapa polisi yang ada di dekatnya. Polisi-polisi itu tidak bisa menahan senyum. "Astaga! Dhaniel! Kenapa aku tidak memberi tahu dia? Dia harus tahu ini."

Neptune tergelak. Dia tidak bisa lagi menahan tawa mendengar ucapan Abe. Venus makin meradang.

Nah, apa kau pikir aku masih punya keinginan untuk mati?

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status