Share

Runaway Girl

"Apa yang membuatmu ingin lari?"

Gadis itu membelalak. Terkejut. Tidak. Kurasa bukan terkejut. Lebih tepatnya, mematung, seketika lumpuh. Yah, kau tahu, siapa yang tidak tergiur dengan keindahan yang kupunya? Aku tampan dengan tubuh tanpa pakaian yang memperlihatkan otot menawan. Jangan salahkan dia kalau dia sampai tak bisa berkedip.

Aku juga tak bisa berkedip.

Ya, Tuhan, mata bulat itu seperti penuh dengan sihir!

"Kalau kau sendirian, aku akan menemani," ucapku dengan lembut setelah menghabiskan detik-detik yang diam.

Bibir gadis itu membuka sedikit seolah mengizinkanku mengintip ke dalamnya. Kalau memang itu yang dia inginkan, dia berhasil. Aku sudah bisa membayangkan bibir itu memberiku pelayanan istimewa. Tidak perlu mengulum kemaluanku. Cium saja aku. Aku akan dengan suka rela membalas ciumannya. Aku yakin ciuman itu akan menjadi panas sekali.

"Aku menunggu temanku." Suaranya serak dan dalam. Matanya menyapu ruangan. Tidak fokus. Aku tahu dia salah tingkah. Dia ingin aku berpikir bahwa dia tidak menginginkanku.

Tidakkah kau lihat lehernya yang bagus berkali-kali memperlihatkan gerakan halus menelan ludah? Itu tanda perempuan sedang bergairah. Pemandangan apa lagi di sini yang bisa langsung membuat perempuan bergairah kalau bukan aku?

"Aku bisa menemanimu membunuh waktu?" Aku duduk di dekatnya. Dia berpaling. Matanya menghindariku.

Kenapa? Belum pernah ada satu gadis pun yang menolak menatap keindahan yang kutawarkan. Sudah kubilang, gadis ini takut kepadaku. Dia takut tertarik kepadaku.

"Dia menipuku. Dia bilang ini pesta koktail." Suaranya terdengar tajam. Dia mencari alasan. Aku menerima alasannya. Aku menerima apa pun dari si Cantik ini.

Aku sedang menimbang di mana sebaiknya kutiduri dia. Tempat ini bukan arena yang cocok untuknya. Dewi seperti dia lebih cocok di kamar, di tempat tidurku. Aku berjanji akan memberikannya kenikmatan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

"Kalau begitu, kita bisa berterima kasih kepadanya nanti. Apa kau tidak ingin pindah ke tempat lain? Tempat ini terlalu bising dan tidak nyaman untuk gadis terhormat sepertimu. Ada bagian lain di rumah ini yang pasti kau sukai."

Gadis cantikku menggeleng. "Satu-satunya tempat yang ingin kudatangi adalah kamarku sendiri."

"Kalau begitu, kita akan ke kamarmu sekarang juga," sambutku dengan antusias.

Gadis itu mendengus kesal, lalu menggeleng dengan keras. "Jangan pikir karena kaya dan memiliki segalanya, kau bisa memperlakukan orang lain semaumu, Mister Rockwood." Suaranya mendesis penuh dengan kekesalan, tapi efeknya begitu membekas. Seperti ada sebuah jarum tipis panjang yang ditusukan langsung ke lubang telingaku.

Kuakui, aku seorang laki-laki bebal. Tidak ada yang bisa menasihatiku, bahkan ibuku sendiri. Aku akan melakukan apa yang kuyakini benar. Orang bisa saja memarahiku, mengkritikku atau apa yang mereka mau. Tapi jangan harap aku akan mendengarkan, apalagi menuruti kemauan mereka. Sekarang, aku terkejut pada kekuatan lidah gadis Latin ini. Kata-katanya bisa langsung menancap di kepalaku.

"Aku hanya berusaha membuatmu nyaman. Kehormatan jika ada bidadari yang datang ke pestaku. Aku hanya ingin menunjukkan tempat yang cocok untuk bidadari sepertimu, Sayang."

Apa aku sudah bilang kalau aku puitis?

Ibuku memberiku banyak buku roman sejak aku remaja. Menurutnya, buku roman bisa melunakkan hati laki-laki dan membuatnya lebih sensitif. Ibu bisa berhasil pada Neptune. Tapi tidak kepadaku. Aku hanya membacanya, menceritakan isi buku itu dengan akurat, tapi tidak ada satu bagian pun dari diriku yang menjadi lunak setelahnya.

Bagaimana aku bisa merasa lunak setelah membaca orang-orang yang mati karena mencintai seorang gadis?

Coba kau buka semua buku-buku roman. Semua mengisahkan lelaki dungu yang jatuh cinta pada gadis yang salah, lalu tetap saja mempertahankan cintanya. Berapa kali Romeo diperingatkan untuk tidak datang ke pesta keluarga Capulet? Dia tetap bebal. Dia mencintai gadis paling berbahaya yang seharusnya tidak dia cintai sama sekali. Begitu banyak gadis, kenapa dia malah memilih putri Capulet.

Buku-buku roman itu bukan buku yang indah. Buku-buku itu kumpulan cerita tentang lelaki dungu yang bertemu dengan perempuan licik. Mana bisa orang jadi terdidik karenanya?

"Atau ...," aku mencoba mengambil perhatiannya lagi. "Kau ingin minum di tempat yang istimewa? Apa kau ingin makan malam di bawa sinar bulan? Berenang di kolam air panas? Jacuzzi? Aku bisa mewujudkan semua yang kau mau, Cantik. Sumpah."

Gadis itu sama sekali tidak bergeming. Dia sama sekali tidak berbalik untuk menatapku. Aku semakin gemas.

Mungkin ini pengaruh kokain yang kusesap tadi. Mungkin ini memang sifatku yang tidak bisa menerima penolakan jenis apapun. Aku selalu mendapatkan apa yang kumau atau merampasnya bisa perlu. Gadis ini harus tahu itu.

Sekarang, lihat aku! Aku bergerak ke belakang gadis itu. Lihat bagaimana tubuhnya merespon sentuhan tanganku di pingganganya! Dia menginginkanku.

Sebelum gadis itu membuat gerakan baru, kukecup lehernya. Ada aroma magis bunga tropis dan manisnya madu. Lembut sekali. Liurku penuh. Pikiranku langsung kacau. Aku begitu gemas dengannya, dengan baunya, kelembutan kulitnya. Apa yang bisa kulakukan selain menggigitnya?

Kepalan tangan menghajar wajahku membuatku terhenyak dan mundur. Wajahku terasa panas. Gadis itu berdiri marah. Wajahnya memerah. Ia berlari pergi. Ya, pergi begitu saja seperti orang yang lari sebelum membayar taksi yang dinaikinya.

Ujung bibirku yang ditinjunya menabrak gigi taring. Berdarah. Luka kecil yang berdenyut. Tidak. Luka pada harga diriku yang lebih parah.

Aku tahu ini bukan opera sabun. Tapi, yah, aku mengejarnya. Sumpah, aku tidak tahu kenapa, tapi aku tetap mengejarnya.

Gadis berambut merah tanpa bra menghentikanku. Dia menyentuh dadaku untuk menarik perhatian. Aku tersenyum kepadanya. Tidak, mungkin lain kali. Dadanya memang indah. Tapi aku harus mendapatkan gadis bermata hitam ini untuk membuatnya membayar apa yang telah ia lakukan. Kutepikan gadis berambut merah itu.

Tidak ada. Gadis itu tidak ada di mana-mana. Foyer? Tidak ada. Bahkan hingga ke halaman depan. Tidak mungkin gadis itu terbang dan menghilang begitu saja. Apa mungkin dia bisa terbang?

"Ah, Adam! Apa yang kau lakukan di luar sini, Man?" Suara Dhaniel Malloy terdengar bahagia ketika dia menepuk bahuku. "Kenapa dengan wajahmu, Sobat?" Kini suara itu terdengar terkejut sekaligus geli.

"Kau lihat ... eh, Gadis?"

"Astaga, banyak sekali gadis di dalam. Yang mana?" Dhaniel menatapku bingung.

Aku sudah tidak punya minat lagi untuk kembali ke pesta. Aku menginginkan gadis itu sekarang. "Oh, yeah. Nikmati pestanya, bro!" Aku melambai padanya dan berjalan menjauh.

"Hei, kenapa, Man? Ada perempuan di kamarmu?"

"Oh, yeah. Tentu." Aku tak pernah berbohong kepadanya. Namun, aku akan melakukan apa saja untuk pergi dari sini. Aku sudah kehilangan selera.

Wajahnya tersenyum lebar.  "Have fun!" serunya sambil tertawa.

Aku sama sekali tidak ingin bersenang-senang sekarang. Dadaku penuh dengan kekecewaan. Kenapa aku tidak bisa memiliki gadis yang ini? Aku tidak suka dikecewakan. Aku tidak suka penolakan. Aku tidak pernah ditolak.

Ya, Regina Si Sundal yang pernah mengkhianatiku berbalik merangkak ke kakiku lagi. Siapa yang mau memakai celana dalam yang telah dipakai musuhnya? Aku mencampakan Regina, kubuat karir modelingnya hancur, dan kupastikan dia tidak mendapatkan pekerjaan apapun lagi. Menjadi bintang film porno sudah cukup bagus untuknya. Ada konsekuensi untuk semua perbuatan.

Aku tidak suka dikecewakan oleh siapa pun. Aku tidak suka dikhianati. Nah, sudah berapa pasal yang dilanggar sundal itu?

Jahanam Morrison? Jahanam itu selalu menginginkan apa yang kupunya, kecuali nama Rockwood. Sekuat apapun dia berusaha, tidak akan bisa menyamai sepersepuluh dariku.

Kau tahu kenapa aku bernama Adam, sementara anggota keluargaku yang lain bernama seperti dewa-dewa Yunani? Karena aku satu-satunya anak di keluarga Rockwood yang lahir dengan alami.

Kakak-kakakku adalah hasil inseminasi buatan karena ke dua orang tuaku tidak sabar menunggu keajaiban. Lalu, ketika ibuku merasa dua anak lucu sudah cukup membuat ramai hidupnya, Ia memutuskan untuk melakukan tubektomi. Namun, dokter mengatakan kalau ia sedang hamil. Aku yang masih berupa janin berusia beberapa minggu sudah menunjukan eksistensiku. Akulah raja kecil.

Akulah manusia yang membuat iblis cemburu. Aku terlahir untuk menguasai dunia. Kalau Jahanam Morrison itu berpikir bisa menyamaiku, dia harus bersiap-siap menjadi lap bokongku.

Tapi malam ini, aku merasa berada di level terendah. Apa gunanya aku menguasai dunia kalau seorang gadis latin saja tidak bisa kudapatkan?

Aku sangat kecewa.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status