Share

BAB II

Violet terbangun dari tidurnya. Keringat dingin membasahi pipi membuat beberapa anak rambutnya menempel di sana. Nafasnya terengah-engah seolah sudah berlari berkilo-kilo meter jauhnya.

Gadis itu terduduk, lalu melihat ke sekelilingnya.

"Gue...di kamar..?" Tanyanya entah pada siapa. Tatapannya beralih pada kasur yang kini dia duduki, lalu pada piyama yang ia kenakan.

Gadis itu merasakan kerongkongannya kering, "Gue yakin gue masih di gang dekat sekolah. Kok sekarang bisa ada di kamar?"

Diambilnya jam weker yang terletak di atas nakas. Sekarang sudah pukul satu dini hari rupanya.

"Jadi...mimpi..?"

Violet meletakkan jam wekernya ke tempat semula. Lalu duduk termenung sambil memikirkan mimpinya, yang terasa begitu nyata.

Dia yakin sekali saat itu masih berada di area sekitar sekolahan. Tapi masalahnya dia tidak bisa mengingat jelas apa yang terjadi saat itu.

Atau ini memang benar-benar mimpi?

***

Mata bulat Violet menyipit kala menatap langit pagi yang terik itu. Panas tentu saja, apalagi dia berlari menuju gerbang sekolahnya yang sudah tertutup rapat dan membuatnya berkumpul di luar bersama manusia-manusia dengannya. yang bernasib sama

Kalau bukan karena mimpi aneh itu Violet pasti tidak akan terlambat seperti ini. Ini adalah pertama kalinya dia terlambat di sekolah ini. Catat! Untuk pertama kalinya!

Guru kedisiplinan siswa menatap malas para murid-murid yang berjongkok di hadapannya. Itu lagi-itu lagi. Ditelusurinya wajah murid itu satu-persatu, sambil mendengus dia malah menatap Violet.

Guru yang masih muda itu menatap kesal Violet yang masih memandangi langit, "Heh, Violet! Kok telat, sih?"

Mendengar namanya disebut, gadis itu langsung menurunkan pandangannya dan menatap gurunya, kaget karena ditegur saat sedang melamun, "Eh, itu, Bu, anu--"

"Anu-anu! Kamu kira apaan. Kamu itu kan ketua kelas, kok malah telat, sih?" Potong si guru kedisiplinan siswa.

Suara tawa yang tertahan serta tatapan-tatapan yang tidak bisa Violet artikan tertuju padanya pagi itu karena ucapan sang guru yang tidak ber-filter. Memangnya ketua kelas itu bukan manusia apa? Kepala sekolah mereka saja sering telat, kok, tidak pernah kena marah tuh. Guru-guru mereka juga sering terlambat.

Violet ingin mengatakan itu tapi tetap dia tahan. Karena dia tahu kalau dirinya sebagai siswa pasti sudah selalu salah.

"Nah, sekarang kalian lari keliling lapangan. Sepuluh putaran buat perempuan dan dua puluh putaran buat laki-laki. Nah-nah ayo lari sana."

Violet semakin terkesiap mendengar hukumannya. Guru olahraganya saja tidak pernah menyuruhnya lari sebanyak itu. "Bu, itu enggak kebanyakan, Bu?" Protesnya.

Wanita muda yang menjabat sebagai guru kedisiplinan yang awalnya tersenyum melihat murid-muridnya lari ogah-ogahan itu perlahan pudar mendengar protesan salah satu siswinya, "Dikit kok itu,"

"Bu, kurangin dong Bu. Saya enggak kuat, Bu. Nanti kalau pingsan di tengah-tengah lapangan gimana Bu? Saya nggak punya cowok buat gendong saya ke UKS kayak di drama-drama atau di sinetron. Ibu nggak lihat ini badan saya kerempeng kayak gini?" Cerocosnya tanpa henti sambil memasang wajah memelas yang dibuat-buat.

Guru itu menatap datar Violet, "Kalau kamu pingsan saya biarin aja kamu di sana biar jadi ikan asin. Saya udah liat badan kamu, banyak lemak! Pergi sana, lari keliling sepuluh putaran."

"Tapi bu---"

"Udah sana! Udah untung enggak saya tambahin."

Mau tak mau, rela tak rela, ikhlas tak ikhlas, akhirnya Violet memaksakan kakinya berlari mengitari lapangan. Sekali lagi, sebelum dia berlari, gadis itu menatap langit yang semakin terik.

Tapi sesuatu di rooftop sekolahnya membuatnya mempertajam penglihatannya.

Ada seseorang yang sedang berdiri di ujung rooftop, atau di pagar pembatas lebih tepatnya. Menatap ke bawah seolah tengah mengamati sesuatu dari atas sana.

Disaat Violet ingin melihatnya lebih jelas lagi, suara guru yang menghukumnya itu kembali terdengar, membuatnya menoleh ke samping.

"Kamu tunggu apa lagi, sih? Udah sana!"

"Iya, Bu. Sabar dong."

Walau berkata seperti itu, kakinya tak kunjung juga melangkah. Di saat dia ingin memastikan apa yang dilihatnya, bayang-bayang manusia itu sudah hilang tak berbekas. Seolah hanyalah halusinasi Violet seorang kalau dia melihat ada seseorang diatas sana.

Atau Violet memang berhalusinasi?

***

Keringat bercucuran keluar melalui pori-pori tubuh Violet. Seragam yang tadinya tampak rapi kini sudah kusut dan separuh basah karena keringat. Wajah yang tadinya bersih sehabis mandi kini kusam karena air keringat dan sinar matahari. Bau keringat menguar, dan tidak ada lagi semangat untuk sekolah. 

Semuanya luntur karena lari sepuluh putaran.

Gadis yang tampak kelelahan sehabis berlari itu memijat-mijat kaki yang sedang dia luruskan, "Harusnya gue dulu rajin lari pagi ikut Papa."

Diangkatnya botol kosong yang terletak di samping kakinya. Padahal dia masih haus, kenapa airnya harus habis sih?

Karena masih lelah Violet memilih duduk sebentar lagi sebelum pergi ke kelasnya. Sambil menunggu lelahnya hilang, Violet mengambil ponselnya dari dalam tas untuk mengecek notifikasi grup kelas apakah ada yang penting atau tidak.

XI MIPA 4

Cherry: *send a picture*

Cherry: Itu kelompok biologi ya, guys

Fanya: Ok

Sherly: Sip

Colin: Mau change kelompok. Blh g?

Juna: Gw jg

Bobi: Gue sih seneng bae

Anya: KOK GUE SM BOBI SIH?!

Bobi: Gak usah ngegas dong sayang

Cherry: GK ADA TUKER²AN KELOMPOK TITIK

Robbin: Santuy Bu sekretaris

Anya: Yaahh:(

Bobi: Yess:)

Violet meletakkan ponselnya dengan kesal. Kesal bukan main karena satu kelompok dengan si biang onar. Belum lagi si batu prasasti. Aduh, kelompok macam apa sih ini?

Violet menutup wajahnya dengan tangan. Pasti tidak akan ada yang namanya kerja kelompok besok.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status