Memalukan. Memalukan sekali.
Violet tidak tahu dia akan dibawa kemana oleh gadis-gadis yang berseragam sekolah seperti dirinya itu. Suara tawa menggema di sepanjang koridor gedung sekolah yang sudah lama tidak digunakan ini. Yang mana hal itu membuat suasana kian mencekam.
Kuku-kuku para gadis itu menancap di kulit lengan Violet, membuat kulitnya mengeluarkan darah. Mereka terus menyeret paksa Violet sambil memaki dan sekaligus tertawa mengejek.
"Tolong! Gue mohon lepasin gue!" Mohon Violet pada gadis-gadis itu.
Tapi respon mereka malah,
"Lemah banget, sih!"
"Diem, lo! Jijik tahu denger lo ngerengek kayak bayi."
"Biasanya aja belagu."
Itu hanya beberapa cacian yang Violet dengar dari mereka. Dia sudah menangis dan memohon, tapi mereka masih terus menyeret Violet tidak tahu kemana. Violet takut.
Tadi saat jam istirahat dan Violet sedang sendirian, tiba-tiba ada 4 orang gadis dari kelas 10 meminta b
"Lo kira gue nggak tahu lo ada di ruangan kosong tadi dari awal gue sama cewek-cewek sialan itu datang?"El membeku. Jadi gadis itu tahu kalau dia berada di sana sedari awal?"Kenapa?" Mata Violet berkaca-kaca, memancarkan kekecewaannya yang begitu kental di sana. "Lo kira gue sebego itu buat langsung percaya sama lo? Dengan semua kata-kata lo?"Gadis itu menatap pergelangan tangannya yang terus mengeluarkan darah tanpa henti. Pandangannya mulai mengabur, tapi dia tetap ingin menyampaikan kata-kata yang selalu dia pendam di hatinya."Cewek-cewek sialan itu giniin gue juga karena lo! Keluarga gue hancur karena lo! Semuanya salah lo!" Violet tidak berteriak, tapi dia mengucapkan itu dengan pelan. Pelan namun menusuk.El berjalan mendekat, "Nanti kita bicarakan. Kita harus mengobati luka kamu terlebih dahulu." Namun Violet melangkah mundur, ingin menjau
Anya menatap kursi kosong dihadapannya dalam diam. Rasa benci kian meluap di dadanya untuk Violet.Ya, dia sangat membenci Violet. Sangat.Anya selalu merasa segala hal yang dia inginkan ada pada diri Violet. Kecantikan, keluarga yang kaya dan harmonis, pintar, populer. Segalanya! Violet selalu memiliki segalanya! Sementara dirinya?Jujur saja, ketika dia melihat keadaan Violet yang kacau balau terselip rasa iba dan bahagia disaat yang bersamaan. Dia tahu dia tidak boleh begitu, tapi memangnya ada manusia yang dapat mengontrol perasaannya? Tentu tidak, bukan?Apalagi anak baru yang bernama Lucy itu menyukai El, tentu dia semakin bisa memanfaatkan situasi ini. Rencana pembullyan terhadap Violet ia rancang sedemikian rupa dengan menghasut Lucy serta orang-orang yang terobsesi pada El. Dan itu adalah hal yang mudah baginya.Dan juga, dia tidak merasa bersalah sama sekali.Sama sekali.Gadis itu mengotak-atik ponse
Violet sudah tiba di sekolahnya. Seperti biasa anak-anak sekolahnya selalu menatap Violet seperti dia adalah makhluk langka dari dunia lain. Seperti objek dari planet mars yang tidak pernah mereka lihat. Sampai-sampai Violet sudah merasa terbiasa dengan tatapan-tatapan tidak sedap itu.Walau sebenarnya muak, dia harus tahan. Toh, lagi pula sebentar lagi dia akan naik ke kelas 12 dan akan segera lulus, wajah menjijikkan anak-anak itu pasti tidak akan dia lihat sebentar lagi. Jadi yang dia lakukan hanya harus bersabar."Eh dia kan yang di mading itu?""Iya dia! Ih, jadi dia beneran habis dari rumah sakit jiwa?""Pantas kayak orang gila!""Sayang, yah. Pinter dan cantik tapi gila.""Nggak nyangka rumornya benar."Langkah Violet terhenti mendengar perkataan-perkataan itu. Dia tidak salah dengar kan? Darah Violet tiba-tiba mendidih
Siulan itu terdengar begitu jelas di telinga gadis yang sedang terduduk ketakutan di atas rooftop sekolah itu. Tubuhnya gemetaran, bahkan untuk melihat wajah pria yang menekan bahunya dengan kaki panjangnya pun dia tidak berani. "T-tolong..." Mohonnya untuk yang ke berapa kalinya. Suaranya terdengar gagap karena takut. Kaki itu menekan bahu si gadis semakin kuat, membuat si empunya bahu meringis kesakitan. "Tidak, tidak. Kamu melakukan kerja yang bagus." Puji pria itu dengan bangganya. Masih dengan menginjakkan kakinya di bahu si gadis, pria itu mendekatkan wajahnya lalu berbisik. "Tapi kamu mau membuatnya mati kan?" Seketika gadis itu langsung bergidik ngeri mendengar bisikannya. Dan nafasnya seolah tersumbat kala tangan kekar pria itu menarik dasinya dengan kuat, mencekik dirinya. "Perjanjian kita dari awal tidak sampai membuatnya mati kan?" "T
Di bawah lautan bintang El berjalan dengan raut wajahnya yang sendu. Hanya ada beberapa batu nisan di padang rumput yang luas ini. "Apa kabar?" Tanyanya pada sebuah batu nisan yang sangat terawat. Diletaknya buket bunga mawar merah kesukaan gadis yang telah tiada itu di depan batu nisan. Begitu banyak yang ingin El sampaikan. Tentang hari-harinya di sekolah, tentang manusia-manusia yang mengikat kontrak dengannya, segalanya. Dia ingin menceritakan segalanya. Tapi El tahu gadis itu tidak akan mendengar ceritanya, bahkan arwah gadis itu sekalipun. Bayang-bayang masa lalu yang buruk itu muncul begitu saja begitu El menatap batu nisan itu. (Flashback on) Kala itu semuanya tampak hancur di matanya. Barang-barang di kamar yang besar itu hancur dan berantakan. El langsing berlari ke arah tubuh seorang gadis yang sudah terkulai lemas. "Apa yang terjadi?!" Teriak El, terdengar jelas bahwa dia sangat khawatir
Tangan berkulit pucat itu menengadah ke arah matahari yang menyinari bumi guna menghalau sinarnya yang menyilaukan. Matahari begitu terik di tengah hutan ini, seakan dia sangat semangat untuk memberikan cahayanya pada bumi. Sangking semangatnya, awan bahkan sulit untuk menutupi cahaya itu. Dan begitulah cara matahari hari ini menyinari bumi.Kaki tanpa alas itu terus menginjak rumput dan tanah yang kering. Sesekali pemiliknya menatap jalan apa yang akan dia lalui, berjaga-jaga agar tidak menginjak sesuatu yang dapat melukai telapak kakinya.Burung berkicau begitu tenang dan riang, berbanding terbalik dengan Violet yang kini terlihat begitu resah. Pasalnya sudah lebih dari satu jam dia terus mengitari hutan ini, tapi tak kunjung menemukan jalan keluarnya."Gue dimana, sih?" itulah kalimat yang sedari tadi ia lontarkan pada angin.Dirinya merasa asing tidak asing dengan hutan ini. Dan juga
El berada beberapa meter di depannya, berdiri dengan wajah angkuh sambil menatap dirinya yang terus melangkah mendekat. Diantara kerumunan para siswa dan siswi yang masuk, pria itu seolah menantang arus dengan berdiri membelakangi mereka. Berdiri tepat di tengah lapangan sekolah.Awalnya Violet hendak melangkah lurus dan tak menghiraukan pria aneh itu, tapi seperti bisa ditebak, suara aneh nan misterius itu muncul di saat yang seperti ini. Dia sempat heran, kenapa suara si misterius tidak muncul padahal sudah lewat 10 hari. Rupanya dia mengincar situasi ini agar dapat mempermalukan Violet di tengah keramaian."Akh!" Violet berhenti berjalan saat dirasanya sakit luar biasa di telinga yang menjalar sampai ke kepala."Hai! Udah lama kan lo ngga denger suara gue?" suara itu terdengar cekikikan, "Kangen nggak?""Pergi lo!" Violet berbisik, "Lagian lo nggak bakalan bisa ngapa-ngapain."
Langit yang berwarna merah bagai sedang dilahap api yang membara cukup membuat siapapun merinding dengan keanehan tersebut. Tidak ada hawa positif dari langit dan tanah ini, hanya ada hawa negatif yang seakan-akan mengatakan tempat ini hanya untuk orang-orang yang berdosa.Neraka. Nama tanah yang gersang serta langit berwarna merah bagai darah yang sedang El pijaki ini adalah neraka.Setelah beratus-ratus tahun lamanya, akhirnya El menjejakkan kakinya di neraka. Tanah yang sudah membuangnya ke dasar bumi."Tuan muda?"El berhenti melangkahkan kakinya di sebuah istana megah berwarna hitam kala seseorang memanggilnya. Dengan angkuh El menatap makhluk berkaki 4 dan bertangan dua yang sedang menundukkan badannya dengan sopan."Sudah begitu lama tuan tidak kemari.""Tidak usah berbasa-basi. Bawa aku ke tempat Amon." ketus El. Menjijikkan se