Safira berjalan menyusuri jalan setapak demi setapak,ditelinga nya tersumpal sebuah earphone dan tangannya membawa sebuah kantong plastik,sepertinya dia baru saja berbelanja.Untungnya ada minimarket yang buka di jam 1 malam,alhasil perutnya yang lapar tak mendemo lagi.
Angin malam terasa seperti menusuk-nusuk setiap inci tubuhnya.Helaian rambutnya berterbangan kemana-mana.
Jalanan terasa begitu sepi.Hanya terdengar derap kaki Safira dan suara siulan.
Tunggu siulan?
Tenang yang bersiul kali ini adalah Safira sendiri.
Langkahnya seketika terhenti begitu bayangan orang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri,sepertinya orang yang dilihat oleh Safira tak menyadari keberadaan nya.
Tangannya melepas earphone,dan dengan perlahan menghampiri orang itu.
Tubuhnya tercekat begitu mendapati pakaian orang itu dilumuri darah.Rasa kagetnya belum berhenti,saat orang itu memutar tubuhnya Safira langsung terlonjak kaget.
"Apa yang kau lakukan disini?"tanya Safira mendapati Fitri adik kelasnya berdiri sendirian di tengah malam begini.
Fitri tak menjawab,gadis malang yang telah direnggut kesuciannya itu justru menunduk kebawah dengan kedua tangannya yang memeluk tubuhnya sendiri.Pantas saja dia memeluk dirinya sendiri karena pakaian yang ia kenakan terbilang sangat tipis dan terbuka.
Safira menghela nafas berat dan melepas jaketnya.Detik selanjutnya gadis itu memakaikannya di tubuh Fitri.
"Kau bisa sakit jika terus disini...pulanglah,mau ku antar?"tawar Safira yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Fitri.
"Tak usah"
"Kau mau pulang sendiri dengan keadaan seperti ini?"
Safira berjalan dan memeluk tubuh berantakan gadis itu.Dekapan yang disalurkan oleh Safira terasa begitu hangat dan nyaman.
"Siapa yang melakukan ini padamu,hmmm?"tanya Safira mengelus-elus punggung bergetar Fitri.
Fitri pun tak kuasa menahan air matanya alhasil air mata yang ia tahan sedari tadi langsung jebol karena ulah Safira.Ia pun membalas pelukan tersebut.
"Tenanglah ada aku disini semua akan baik-baik saja"kata Safira yang terdengar seperti obat bius bagi Fitri,sepertinya Fitri bertemu dengan orang yang tepat untuk menemani malam kelamnya hari ini.
***
Fitri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah,ia mendapati Safira yang tengah meminum secangkir kopi di ruang tamu.
Benar,Safira membawa Fitri ke apartemen nya,gadis yang menjabat sebagai wakil ketua OSIS itu tak enak hati jika meninggalkan Fitri sendirian disana yang ada Fitri malah mendapat masalah nantinya.
"Terimakasih"Safira menoleh menatap kearah perempuan itu,bibirnya terangkat membuat senyum indah.
Tangannya menepuk tempat kosong di sampingnya."duduklah,"ujarnya mendapat respon anggukan dari Fitri.
"Segar bukan air nya?"Fitri mengangguk.
Safira menggeser sedikit posisinya agar lebih dekat dengan Fitri.
"Kau bisa menceritakan masalah mu padaku...tenang saja aku pendengar yang baik kok,mulutku juga tak ember,"kata Safira merangkul pundak Fitri.
"Bisakah aku mengatakan bahwa aku wanita yang bodoh dan pantas untuk mati?"
"Apapun masalahmu mati bukanlah pilihan yang tepat,"jawab cepat Safira.
Air mata Fitri mengalir kembali,gadis itu meremas ujung baju yang ia kenakan."aku sudah tak suci lagi, keperawanan ku sudah direnggut oleh orang asing."Fitri terisak pelan mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu.
Sakit sekali hatinya,padahal dia sudah menjaganya dengan baik-baik malah direnggut dengan mudahnya.Ia berniat menjaga itu hanya untuk suaminya kelak, laki-laki yang pantas dan yang ia cintai.
Safira menghela nafas panjang,meski ia bukan Fitri tapi ia merasakan sakitnya juga.
"Menangis lah sepuas puasnya hingga air matamu tak lagi menetes,"ujar Safira menarik tubuh Fitri agar berada dalam dekapannya.
"Kau bisa berteriak keras,lampiaskan semua kekesalan mu disini...dan kembalilah seperti semula esok pagi seolah tak pernah terjadi apapun."
"Aku membenci mereka,aku membenci dunia ini,aku membenci diriku sendiri...aku benci semuanya, argghhhhh!!!!"teriak Fitri sejadi-jadinya,tangannya meremas kuat punggung Safira,bahkan Safira merasakan punggungnya yang terasa perih,sepertinya terkelupas sedikit kulitnya.
"Aku harus membalas dendam kepada mereka semua,"geramnya terbayang wajah Ega,Nabila dan juga Ratna.
Safira mengelus-elus rambut hitam panjang nan wangi milik gadis yang berada dalam dekapannya.
2 jam berlalu.
Fitri menceritakan semuanya dari dia yang dirundung oleh Ega,Nabila dan juga Ratna sampai dia di jual oleh ketiganya menjadi wanita malam.
Safira menangkup wajah yang terlihat begitu menyedihkan.Dari mata yang sembab sampai luka-luka yang ada di wajah cantik itu.
"Aku memahamimu,aku pun akan membalas semua perbuatan mereka jika aku menjadi dirimu,tapi..."Safira menjeda ucapannya dan menarik nafasnya panjang-panjang.
"Tidak baik membalas dendam,bagiamana pun mereka juga manusia.jika kejahatan dibalas kejahatan tak akan ada yang menang,justru penyesalan yang akan menghantuimu."
Fitri terlihat pasrah,matanya menatap sendu ke gadis di depannya."lalu aku harus bagaimana?"tanyanya lirih.
"Kau harus berdamai dulu dengan dirimu... istirahat lah sebentar,dan mulai terima dirimu yang sekarang,kau tetap berharga dan indah jadi cintailah dirimu sendiri."Ibu jarinya terulur menyeka air mata yang membasahi pipi Fitri.
Safira bangkit dari duduknya membuat Fitri menatapnya keheranan.
Kaki pemilik apartemen itu berjalan menuju kotak p3k yang menempel di dinding.Safira terlihat mengambil obat dan tak lupa menggambil air.
"Minumlah,"ujar Safira menyodorkan obat dan juga air putih.
"Obat apa ini?"tanya Fitri mengambil alih obat beserta airnya.
"Minum saja."
Tanpa menunggu disuruh lagi Fitri menelan obat tersebut.
Ingin tau obat apa yang diberikan oleh Safira?itu adalah obat lev*n*rgest*l,obat yang tidak akan membuat seseorang hamil setelah melakukan hubungan seksual.Mungkin saja Fitri hamil kan setelah melakukannya,mangkanya Safira berinisiatif untuk melakukan hal itu lebih awal kalau tidak Fitri akan semakin terpuruk dan membenci dirinya.Untungnya masih tersisa satu tadi di kotak P3K.Biasanya sih tetangga Safira yang meminta obat-obatan itu,kalau Safira tak pernah meminumnya,berhubungan badan saja tak pernah.
"Kak fira tak memberiku racun kan?"Safira terkekeh sembari menyibakkan rambut Fitri.
"Jangan berpikiran yang tidak-tidak,mending kau pergi ke kamar dan tidur sana."
"Memangnya aku boleh nginap disini?tapi sebentar lagi kan sudah pagi,tak cukup jika dibuat tidur, bisa-bisa aku terlambat masuk kelas."
Safira memijit-mijit pelipisnya pelan, bisa-bisa nya memikirkan sekolah sedangkan hatinya saja masih belum tenang,dan jangan lupakan dengan pikiran yang perlu di istirahatkan.
"Kau ingin sekolah dengan mata sembab mu itu?jangan membuat orang lain berpikiran aneh tentang mu"Safira menarik tubuh Fitri dan mengajaknya ke kamar.
Fitri kagum melihat isi kamar milik Safira,semua bernuansa hitam dan juga abu-abu.Di dinding tergambar bulan dan juga bintang-bintang.Aroma kamarnya juga sangat wangi,seperti bunga mawar.
"Tidurlah,aku akan menelepon wali kelas mu agar bisa libur."Safira mendorong tubuh Fitri pelan.
"Kak fira tak tidur?"tanyanya berjalan ke ranjang.empuk dan tak terlalu memantul.
"Kau saja yang tidur,aku tadi minum kopi jadinya melek gak bisa menutup mataku sedikitpun,"jelas Safira mulai menutup pintu pelan.
Setelah kepergian Safira,Fitri merebahkan tubuhnya dan menatap ke langit-langit kamar.Tangannya terentang lebar.
"Orangtua kak Safira pasti bangga mempunyai anak sepertinya,sudah cantik,pintar,tegas,dan juga baik lagi...jika aku pria mungkin aku akan memilihnya untuk menjadi kekasihku,"gumam Fitri.
Rasa kantuk mulai menyerangnya,berat begitu susah mempertahankan agar tak tertutup.Hanya butuh 1 menit Fitri sudah tertidur pulas,dengan diiringi dengkuran halus.
Selang beberapa menitan Safira masuk kedalam kamar,niatnya untuk mengecek kondisi Fitri tapi ia malah disuguhkan dengan wajah damai wanita yang tengah tertidur.
Tangannya menarik selimut dan menutupi tubuh Fitri sampai bagian perut.
Bola mata berwarna kecoklatan itu mengamati setiap inci wajah Fitri.Ia tersenyum sampai matanya menyipit."kau belum dewasa,di mataku kau masih seperti bayi yang baru lahir,"ujarnya diiringi kekehan,untungnya dia mengambil keputusan yang tepat untuk Fitri agar meminum obat tadi.
"Tidurlah yang nyenyak...ku pastikan kalau ada yang mengganggu adikku lagi akan ku hajar habis-habisan,"kata Safira sembari mengelus rambut Fitri.Sepertinya Safira sudah mengganggap Fitri seperti adiknya sendiri.
Sudut bibirnya tiba-tiba mengendur,membuat senyuman kecut.
"Sayangnya kita berdua tak bisa bersama,aku harus memulangkan mu agar kau tak mendapat masalah jika dekat-dekat dengan ku."Miris,banyak orang yang membenci Safira.Ia takut Fitri yang tak salah apa-apa malah kena imbasnya.Terutama Si-J.J adalah si licik yang jenius dan sangat hebat,siapapun pasti akan kalah saat menghadapinya.
Jika hanya mengancam mungkin aku masih bisa melawan,tapi aku sadar lawanku bukanlah selevel manusia pada umumnya,ia tak pernah takut mati dan tak pernah takut untuk membuat orang lain matu...itulah sebabnya aku tak akan lagi berada di sisimu,untuk saat ini saja aku akan mengobati luka hatimu sampai sembuh.Berhadapan dengan DIA saja aku tak sanggup,apalagi dengan Si-J(Mr,J).
Deburan ombak besar menghantam setiap batu karang.Rambutnya berterbangan kemana-mana mengikuti alunan angin yang berhembus sedikit kencang.Ia merasakan gesekan antara kaki dan juga pasir pantai. Matanya terpejam rapat menikmati euforia yang menyerangnya saat ini.Rasanya ia seperti diculik dan dibawa ke Utopia,tempat indah yang benar-benar sempurna. "Enggak capek berdiri terus?"tanya Safira datang dengan membawa 2 kelapa muda,yang satunya untuk ia minum dan satu lagi untuk perempuan yang sedari tadi diam membeku menatap pantai,siapa lagi kalau bukan Fitri. "Terimakasih"Alis Safira terangkat keatas."untuk apa?"tanyanya. "Terimakasih sudah membawa Fitri ke sini,"ujar Fitri tersenyum manis.Safira hanya berdehem. Keduanya menyeruput kelapa mudanya dengan sangat antusias.Untungnya sekarang sudah pukul 3 sore otomatis rasa panas mataharinya tak terlalu menyengat kulit. Fitri menatap kearah gadis di sampingnya.Safira yang peka pun langsung men
Ega,Nabila,dan Ratna seketika berdiri dari tempat duduknya setelah melihat orang yang mereka tunggu akhirnya datang juga ke sekolah.Ketiganya langsung mencegat Fitri yang hendak masuk ke kelas. "Kenapa tak pernah masuk sekolah?"tanya Ega melipat kedua tangannya di depan dada dan bersandar di dinding. "Sejujurnya gue nggak peduli sih mau Lo sekolah atau enggak...gue cuman mau tanya dari mana uang untuk menebus diri Lo sendiri."Fitri menggerutkan keningnya tak mengerti dengan apa yang Ega katakan.Menebus dirinya sendiri? Benar juga Fitri kan sudah dijual oleh mereka selama 3 hari.Tapi Fitri tak pernah datang lagi ke club DIONYSIUS.Alasannya karena belakangan ini Safira terus mengajaknya jalan-jalan.Dia juga sudah lupa dengan permasalahan ini. "Lo cari om-om yang lebih kaya kan?"tuduh Nabila yang mendapatkan gelengan dari sang empunya. "Jika bukan,Lo pasti nyuri kan?"Lagi-lagi Fitri menggeleng cepat menampik tuduhan yang diberikan oleh Ratna.
Dafa menunduk kebawah begitu para teman-teman sekelasnya melontarkan kata-kata menyakitkan untuknya. 'Sudah bodoh sering bolos dijam pelajaran lagi' 'Kalau tak niat sekolah mending keluar saja dari STRIDE HIGHSCHOOL' 'Otak bodohmu itu bisa menular pada kita' 'Kenapa diam saja?tidak hanya bodoh kau juga sudah bisu ya?' 'Mati saja sana...' Dan masih banyak lagi.Dafa mendongak menatap kearah gurunya yang memilih diam tak peduli. "Pak Arga"serunya membuat wali kelasnya itu menatap kearah nya. "Pergilah,aku tak menerima murid yang otaknya saja tak ada." "Eh?!!"Dafa mundur perlahan ke belakang,kenapa gurunya justru ikut-ikutan mengatakan hal itu.Bukannya menengahi malah memusuhinya. "Tapi kenapa?saya hanya bolos jam pelajaran dua kali kan,itu pun karena saya ingin menghirup udara segar."Dafa tentunya tak terima dengan keputusan yang diberikan oleh gurunya.Sekolah disini saja bayar banyak,masa dengan mudahnya n
Beberapa polisi ditugaskan untuk kerumah Dafa dan berniat untuk mengintrogasi anak remaja itu.Sayangnya orangtua Dafa bilang kalau Dafa tak pulang setelah memberikan secarik kertas.Setelah membuka kertas tersebut orangtuanya benar-benar terpukul,menangis dimalam itu juga.Isi dari secarik itu terbilang cukup menyedihkan jika dibaca oleh keduanya yang menyandang sebagai ayah dan ibu.Kira-kira begini isi dari secarik kertas itu:--Untuk mu laki-laki kuat dan perempuan terhebat, terimakasih banyak sudah membesarkan ku hingga kini.Aku senang kalian yang menjadi orangtua ku.Jika aku tak lagi membuka mataku besok pagi,anakmu ini tak akan pernah menyesal.Hidup menjadi anak kalian adalah sebuah keindahan.Jangan mencari ku karena aku sudah bahagia disini.Pastikan kalian bahagia juga ya,maaf jika Dafa pernah melakukan kesalahan.Dafa benar-benar mencintai kalian--Orangtua mana yang tak menangis saat membacanya coba.Polisi akhirnya memilih menutup kasus ini
Ega dan Nabila terlihat berseteru mempermasalahkan sesuatu.Keduanya saling beradu argumen dan ngotot tidak mau mengalah. "Udah dong jangan berantem lagi,"ujar Ratna menengahi mereka. "Ngaku aja deh,gue juga nggak buta kok...gue ngeliat Lo jalan sama pacar gue kemarin di mall,"kata Ega sembari mendorong tubuh Nabila ke tembok. "Ngaku apaan sih,kan udah gue bilang kalau itu bukan gue,"kilah Nabila membela diri sendiri. "Kalau Lo mau pacar gue bilang aja,bakal gue kasih kok.Tapi tolong jujur aja sama gue,kalau itu emang Lo,"ujar Ega mencari kebenaran dari Nabila.Pacar tak berarti untuknya,ia hanya ingin kejujuran dari mulut temannya itu. "Gue kan udah bilang kalau itu bukan gue,kenapa Lo ngeyel banget sih,"bentak Nabila membuat gadis didepannya sedikit terkejut.Pasalnya baru kali ini Nabila meninggikan suaranya saat berhadapan dengan nya langsung.Ini kah sifat asli sahabatnya? "Nabila,"seru Ega tak percaya. "Kenapa?Lo kaget
Kaca yang tertutupi oleh titik-titik air(uap)diusap pelan oleh seorang pria.Wajahnya memperlihatkan senyum menyeringai begitu kacanya bersih dari embun.Tawa-tawa renyah begitu menggema ke seisi ruangan bernuansa hitam dan putih.Dia yang diprediksi mati oleh semua orang ternyata masih hidup hingga kini.Bahkan masih sehat wal Afiat."Gue suka darah loh,"monolognya tersenyum menatap ke bayangannya yang dipantulkan oleh cermin.Dia Dafa Nelson,mantan murid Stride Highschool yang digadang-gadang sebagai pelaku pembunuh Pak Arka."Ah!!akhirnya gue bisa melakukan apapun tanpa berpikir panjang lagi...GUE BEBAS"teriaknya diakhir kalimat."Dafa,"seru Leo si ketua devisa pertama.Dafa pun menoleh menatap kearah lelaki yang sudah memanggil namanya."Ada apa?"ketus Dafa kesal karena sudah diganggu.Leo sedikit meyingkir ke samping,di belakangnya ternyata sudah ada gadis cantik yang memakai dress hitam dengan rambut dicepol.Dafa seketika te
Demi keamanan murid-murid Stride Highschool akhirnya pelajaran mulai di lakukan secara daring.Tidak ada yang diizinkan keluar rumah kecuali hanya ada kepentingan saja.Safira yang mengetahui hal itu malah tak memperdulikan nya,toh kematian pasti akan menjemput semua makhluk hidup.Mati ya mati aja,lagian udah takdir.Gadis itu sekarang sedang jalan-jalan dengan Anggara menyusuri jalanan dengan sepeda."Gue haus nih,"keluh Safira mengadu pada Anggara.Alhasil membuat pria itu segera mengerem sepedanya."Biar gue beliin minum,Lo tunggu aja di kursi itu,"ujar Anggara menunjuk kursi kosong yang tak jauh dari mereka."Yaudah tapi jangan lama-lama ya."Anggara mengangguk dan mengacak-acak rambut Safira sebelum akhirnya dia pergi.Tapi ini sepertinya akan menjadi pertemuan terakhir mereka.Karena DIA mulai melancarkan aksinya.***Anggara mengucap syukur begitu melihat minimarket.Ia langsung memarkirkan sepedanya.Lak
"Tante,"seru Safira pada ibu Tasya.Karena sudah lelah mencari keberadaan Anggara kesana-kemari akhirnya Safira menyerah dan lebih memilih mendatangi rumah temannya barang kali kan Anggara mengirim sesuatu contohnya pesan teks.Lagian tadi Safira tak membawa ponsel saat jalan-jalan."Eh Safira,ayo masuk dulu."Ibu Tasya mempersilahkannya masuk.Sekian lama tak pernah bermain ke rumah Tasya dan kedatangan nya itu bagaikan kejutan bagi Ibu Tasya,sungguh wanita yang berprofesi sebagai dokter itu sangat bahagia."Tante buatin minum dulu ya,kamu langsung pergi aja ke lantai atas.Mungkin Tasya nya lagi nonton Drakor."Wanita itu segera pergi ke dapur.Tanpa menunggu lebih lama lagi,Safira pun mulai naik kelantai atas.Sepi itulah gambaran kamar Tasya sekarang.Dimana keberadaan pemilik kamar itu?"Tasya,"teriak Safira yang tak mendapat respon dari pemilik nama.Perhatian gadis itu teralihkan oleh pintu balkon yang terbuka.Kakinya berjalan ingin