Share

bab 4

POV 3

"Ris, sini. Ada yang ingin saya tanyakan," panggil Rahma pada sang pembantu yang tengah membersihkan hiasan guci yang ada di sudut ruang makan.

Di sana, mereka tak hanya berdua. Ada Arjuna juga. Lelaki itu masih menyelesaikan sarapannya yang belum selesai. Sebenernya hanya tinggal tiga suap saja sepiring nasi itu habis.

"Ada apa, Bu?" tanya Risa ketika ia sudah berada di depan sang Majikan.

"Kemarin saya menemukan celana dalam laki-laki ada di kamar kamu."

Deg!

Seketika jantung Risa terasa seperti berhenti berdetak. Sekilas, Risa melirik ke arah Arjuna yang tampak menunduk dalam.

"Kata suami saya, kamu habis memasukkan laki-laki ke dalam kamar ya? Siapa? Kekasih kamu?" tanya Rahma yang bersikap pura-pura tidak tau.

Risa terlihat gugup, ia sampai tak bisa berpikir jawaban apa yang harus ia katakan. Risa kembali melirik ke arah sang kekasih, dan detik berikutnya tampak Arjuna memberikan kode agar Risa mengangguk saja.

"I–iya, Bu. Saya minta maaf." Dengan perasaan kesal sekaligus gugup, Risa menjawab.

"Jangan seperti itu lagi. Saya tidak bisa mentolerir andai kamu ketahuan melakukan itu lagi. Ngerti?" Tegas, Rahma berucap. Dan Risa pun hanya mampu memberikan respon dengan anggukan kepala saja.

"Ya sudah, kembali bekerja."

"Baik, Bu," jawab Risa. Kemudian, perempuan itu berbalik dan hendak menyelesaikan pekerjaan yang sempat terganggu karena panggilan dari sang Majikan.

Setelah selesai sarapan, Arjuna pun berpamitan berangkat kerja. Sedangkan Rahma berjalan ke arah kamar untuk menemui putranya yang masih tertidur lelap di atas ranjang.

***

Rahma terduduk di tepi ranjang, memikirkan segenap rencana yang akan ia lakukan. Rencana untuk menguak suatu kebenaran. Penemuannya malam ini benar-benar membuat kepala perempuan itu berdenyut sakit. Mulai dari suara sang suami yang terdengar dari dalam kamar sang Pembantu, lalu disusul oleh mendapati celana dalam milik sang suami berada di sana. Dan kini ditambah oleh status sang ART yang tiba-tiba dihapus setelah dibaca oleh Rahma.

Ada satu hal yang saat ini memenuhi isi kepala Rahma, yaitu mengenai bagaimana sang suami bisa keluar dari kamar sang pembantu, sedangkan ia berdiri di depan pintu. Rahma benar-benar merasa penasaran. Oleh sebab itulah Rahma memutuskan akan mencari tau secepatnya. Ia ingin mencari jawabannya.

"Sepertinya aku harus memasang cctv. Tapi tidak mungkin aku memasangnya saat Risa ada di rumah," lirih Rahma sembari sesekali melirik ke arah Rendy yang tengah tertidur pulas.

Tok!

Tok!

Tok!

Suara ketukan pintu membuat Rahma menoleh ke arah sumber suara.

"Bu, ini saya Risa."

"Masuklah," titah Rahma. Hingga tak berselang lama derit pintu terdengar seiring daun pintu yang mulai terbuka.

Terlihat Risa berjalan mendekat ke arahnya setelah menutup kembali pintu kamar.

"Ada apa, Ris?" Kali ini Rahma berusaha untuk bersikap biasa saja. Meski pada faktanya ia ingin sekali menjambak dan mencabik-cabik wajah cantik milik sang Art.

"Bu, apa boleh saya keluar sebentar? Teman-teman saya yang kebetulan merantau di kota ini ngajak untuk bertemu."

Tepat sekali!

Sepertinya Tuhan mendukung rencana Rahma untuk segera memasang kamera pengintai. Bibir Rahma tersenyum samar, setelahnya ia berucap, "Semua kerjaan sudah selesai?"

"Sudah, Bu."

"Ya sudah, pergilah. Jangan pulang larut malam." Rahma memberi peringatan.

Mendengar ucapan sang majikan tentu saja membuat kedua sudut bibir Risa tertarik ke atas.

"Baik, Bu. Paling lambat mungkin jam 8. Soalnya acara kumpul-kumpulnya jam 6 sore. Kebetulan acara ini diadakan di rumah teman Risa. Dia meminta bantuan untuk menyiapkan segala keperluannya. Kami harus belanja dulu lalu masak-masak," jelas Risa panjang lebar.

"Ya, pergilah."

"Baik, Bu. Terima kasih, saya pergi sekarang ya, Bu."

Rahma mengangguk.

Setelah mendapatkan respon dari sang majikan, Risa melangkah pergi. Hingga akhirnya Rahma kembali memikirkan soal rencananya untuk memasang cctv.

Nama Elisa seketika muncul di ingatannya. Rahma menepuk-nepuk kepalanya, bagaimana bisa dia baru ingat jika sahabatnya itu menjual aneka peralatan elektronik termasuk cctv.

Bergegas Rahma mengambil ponsel yang tergeletak di atas bantal. Jemarinya dengan tergesa-gesa mencari kontak bernama Elisa–salah satu teman dekatnya dari SMA hingga saat ini.

Begitu ketemu, Rahma langsung menekan menu panggil.

"Assalamualaikum, Rahma. Halo, ada apa?" Suara wanita dari seberang sana terdengar begitu panggilan diangkat setelah dering ketiga.

"Sa, bisa kirim karyawanmu untuk pasang cctv di rumahku?"

"Loh, bukankah rumahmu baru beberapa bulan yang lalu ganti cctv? Rusak lagi?"

"Enggak sih. Mau aku suruh pasang di kamar, Sa."

"Di kamar? Buat apa? Jangan-jangan ...."

"Ish! Jangan mikir yang aneh-aneh kamu, Sa. Aku butuh cctv yang kecil sekali. Pokok yang membuat orang tidak menyadari jika ada cctv di kamar itu."

"Kenapa? Apa kamu mencurigai suamimu dengan pembantu di rumahmu?"

Telak!

Tebakan Elisa tak meleset.

"Ya."

Hembusan napas kasar terdengar dari seberang sana.

"Jangan bertindak gegabah, selidiki dan main cantik."

"Iya, Sa. Makanya aku mau pasang cctv di kamar pembantuku itu. Pokoknya yang kecil saja ya. Kalau bisa suruh datang segera, takutnya Mas Arjuna keburu pulang," ucap Rahma sembari melirik sekilas ke arah jam yang menunjukkan pukul 1 siang.

"Iya, beres. 15 menit orang suruhanku bakalan tiba."

"Oke, Sa. Makasih ya."

Panggilan diputus setelah salam perpisahan.

Kali ini Rahma bisa sedikit bernapas lega.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
amymende
makin dibaca makin bego rasanya c rahma
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status