Semua mata terpaku pada 1 titik. Disana, Diva berdiri dengan anggunnya.
Semua mata terpesona membuat Adit geram, ingin sekali dia mencongkel mata pria yang melihat kekasihnya dengan tatapan kagum.Diva menggunakan celana hottpans selutut dengan atasan baju crop dibalut rompi selutut tanpa lengan, yang memperlihatkan perut rata serta mulusnya.
"Woah gila cantik banget."
"Mulus banget ya ampun."
"Perutnya rata coy."
"Aaa insecure."
Lapangan indoor mulai gaduh setelah beberapa saat mereka tercengang dengan penampilan Diva yang memukau.
"SAAT INI KITA AKAN SELEKSI, SIAPA YANG LEBIH UNGGUL AKAN TERPILIH MENJADI KETUA DANCE," ucap Bu Rere lantang.
"Silahkan Angel," ucap Bu Rere mempersilahkan Angel memasuki lapangan indoor.
Bisik-bisik mulai terdengar. Mereka tidak menyangka bahwa Angel akan ikut seleksi ini. Pasalnya Angel sudah vakum 1 tahun yang lalu.
Respon murid-murid membuat Angel kesal bukan main. Kenapa dirinya tidak di sambut seheboh Diva? tanyanya dalam hati seraya melirik sinis Diva.
"DIMULAI DARI SIAPA DULU?" tanya Bu Rere.
"DIVAA," seru semuanya bersamaan.
"Bu, biarkan Angel dulu," ucap Diva sopan.
"Heh lo takut kalah sama gue ya?" tanya Angel sinis.
"Enggak kok, lo aja duluan," jawab Diva tenang disertai senyum manis lalu melenggang pergi ke tempat duduk yang telah di sediakan.
"Ish liat aja, gue bakal ngalahin lo," kesal Angel melirik sinis Diva.
"MARI KITA SAKSIKAN PENAMPILAN ANGEL," seru Bu Rere antusias.
"Woooo."
"Angel semangat."
"Lo pasti bisa ngel."
Mendengar ucapan itu semakin membuat Angel mengangkat dagunya angkuh.
"Gue pasti menang," batin Angel menyeringai.
Musik mulai berbunyi, Angel memulai dance dengan mengibas rambutnya yang terurai seraya mengedipkan matanya genit ke arah Adit, bukannya terpesona Adit justru merasa jijik.
"Hahaha liat noh, matanya Angel ngedip ke Adit," ucap Bara ngakak yang tidak sengaja melihat Angel berkedip genit ke arah Adit, sedangkan yang diberi kedipan bergidik ngeri.
"Kedip balik dong dit," sahut Revan menggoda.
"Diem napa jijik gue," jawab Adit ketus.
Tawa mereka langsung meledak kala mendengar jawaban Adit yang sangat ketus."Udah jangan berisik, kita lihat aja penampilan Angel," celetuk Mira ketus dirinya ini risih karena ditatap aneh oleh murid lainnya dan itu ulah ketiga cowok yang sayangnya ditakuti banyak orang.
Cutting me up like a knife 🎶
And i feel it, deep ih my bones 🎶
Kicking a gabut i love even harder 🎶
You wanna know? 🎶
I just wanna dive in the water, with you 🎶
Baby, we can't see the bottom 🎶
It's so easy to fall for each other 🎶
I'm just hoping we catch one another🎶
Musik mengalun dengan indah seiring gerakan dance Angel yang indah.
"Woo angel keren," ucap mereka bertepuk tangan heboh setelah Angel mengelesaikan gerakan dancenya.
Mendapat pujian seperti itu semakin membuat Angel yakin bahwa dia lah yang memenangkan seleksi ini.
"Siap-siap kalah dan malu bitch," ucap Angel ketika berhadapan dengan Diva seraya tersenyum meremehkan.
Tanpa membalas Diva langsung bergegas ke tengah lapangan karena sekarang gilirannya.
Melihat respon Diva yang tenang semakin membuatnya geram.**
"Gila gila itu Angel kok bisa bagus ya?" Tika berucap dengan raut heran.
"Gimana kalau Diva kalah?" tanya Nisa cemas.
"Diva memangnya bisa dance ya?" tanya balik Daniel.
"Dulu waktu SMP dia jago, enggak tau kalau sekarang," jawab Mira gelisah.
Mereka bertiga takut kalau Diva kalah dan berakhir Angel yang menjadi ketua mereka. Memikirkannya saja sudah membuat mereka ngeri. Mimpi buruk, begitu pikirnya.
"Gue yakin Diva bisa," celetuk Adit tegas.
Yang disetujui mereka dengan anggukan."Iya, kita harus yakin kalau Diva bisa, kita do'akan saja dari sini," sahut revan bijak.
Bara cengo tidak biasanya Revan bijak begini."Lo ngapain?" tanya Revan heran ketika tangan Bara ada di jidatnya.
"Enggak panas," gumam bara yang masih di dengar oleh mereka.
"Apaan sih, Bar," sahut Daniel yang juga di buat bingung oleh tingkahnya.
Tanpa menjawab pertanyaan mereka Bara lantas berseru heboh, "WOAHH TUMBEN LO BIJAK."
Nisa dkk kompak memalingkan wajah malu.
"Gue enggak kenal," batin ketiganya bersamaan."Sialan gue malu," ucap Daniel bergumam yang pura-pura bermain handphone, padahal hanya geser-geser galeri saja. Ada yang sama? :v
"TADI LO MAKAN APA VAN? GILA PINTER BANGET LO," ucap bara lantang seraya mengguncang tubuh Revan tanpa menghiraukan sekelilingnya.
Karena terlalu malu Adit dengan kasar menarik kerah baju bara agar duduk. Pasalnya Bara itu berdiri dan berbicara dengan hebohnya. Gimana enggak malu tuh.
"Duduk!" perintah Adit tegas.
"Apaan sih dit, gue tuh lagi tanya sama Revan," sahut Bara berontak.
"Lihat sekeliling lo!"
Bara dengan ragu menoleh untuk melihat sekelilingnya dan ternyata mereka semua sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
Dengan kikuk Bara menoleh ke arah Adit lagi.
"Mereka kenapa?" tanya Bara pelan.
Ealah gak sadar to mas :v
"KARENA LO," jawab para sahabatnya kompak. Bara sampai terlonjat kaget mendengarnya.
"Hehe gue kenapa?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tadi lo heboh sendiri," jawab Nisa berusaha sabar.
Kenapa dia bisa punya temen seperti Bara sih, meresahkan sekali."Minta maaf!" ucap Adit.
Bara kembali menoleh, ternyata mereka masih memperhatikannya. Tatapan mereka membuat Bara bergidik ngeri.
"Mereka kaya zombi," ucapnya meringis dalam hati."Gu-e minta maaf ya," ucap Bara dengan gugup.
Para sahabatnya menahan tawa melihat Bara yang gugup hanya karena melihat tatapan mereka. Padahal kalau tawuran dirinya berani.Melihat anggukan kepala dari semuanya membuat Bara menghela nafas pelan.
Dengan secepat kilat dirinya menghadap ke arah sahabatnya lagi."Gue enggak akan bikin ribut lagi," ucap Bara yakin.
"Kenapa?" tanya Revan dengan bibir berkedut menahan tawa.
"Ngeri gue, mereka kaya zombi iii," jawab Bara pucat pasi.
"HAHAHAHA."
Mereka tidak dapat menahan tawanya kala melihat muka Bara berubah menjadi pucat pasi tanda dirinya ketakutan.
Bahkan Adit pun ikut tersenyum walaupun tipis dan nyaris tidak terlihat, tapi percayalah di dalam hati dirinya sudah tertawa ngakak. Emang bisa begitu ya? :VBara kesal, kenapa mereka tertawa di atas penderitaannya?
Seharusnya mereka membantu dirinya.Begitulah sahabat yang tulus.
Mereka akan tertawa paling keras di depan kita lalu menolongnya, karena lebih baik bersikap apa adanya tapi tulus.Daripada menolong tetapi di dalam hati tertawa.Seperti bersikap baik namun nyatanya munafik."Kalian jahat sama dedek," ucap Bara merajuk.
"Terus lo pikir gue peduli?" tanya Revan mengangkat sebelah alisnya.
"Oh tentu tidak," jawab mereka serempak minus Adit dan Bara.
"Hahahaha."
Tawa mereka semakin meledak, apalagi melihat wajah Bara yang memerah.
Adit mendengus geli melihatnya.
Sebenernya dia ingin tertawa, pasalnya muka bara sangat lucu seperti menahan boker. Tetapi Adit lebih memilih menjaga imagenya daripada meladeni sahabatnya yang aneh itu.Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad
Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa
Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko
Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.
"Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung
Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika