Share

ADRIANA, Kekasih Palsu
ADRIANA, Kekasih Palsu
Author: Dian Apriria

Pria Pingsan

Zoya!” 

Adriana terkejut saat lengannya mendadak saja dicekal oleh sesosok pria tak dikenal.

“Maaf, Anda salah orang,” jawab Adriana seraya beringsut melepas tangannya dari cekalan itu.

Tampak si pria mengernyitkan kening dengan tatapan tak percaya. Dengan cepat mata beriris coklat itu mencermati Adriana dari atas ke bawah, kemudian langsung menggelengkan kepalanya keras-keras.

“Nggak! Kamu pasti Zoya. Ke mana aja selama ini, sih, Sayang? Aku nyariin kamu, loh!” Kedua tangan pria itu malah kini mengguncang-guncang bahu Adriana seolah menuntut jawab.

Adriana menggeliat menghindar dari pria tampan tapi aneh plus tukang ngeyel itu. 

“Ih, dibilang bukan. Anda salah ngenalin orang!” bantah Adriana.

“Udahlah, Zoy. Cukup main-mainnya. Kita pulang sekarang, ya?”

Astaga, tetap saja pria itu berkeras menyebutnya Zoya dan bahkan kini mau mengajaknya pulang. What?

“Heh! Tuan! Udah kubilang, ya. Namaku Adriana, bukan Zoya. Nih, kalo nggak percaya aku bawa KTP, nih!” tukasnya kesal. 

Tangannya langsung sibuk menggeledah ke dalam tas cangklongnya dan kemudian mengacungkan KTP ke arah si pria.

Si pria menerima dan tampak tengah meneliti kartu itu. Astaga! Tak disangka Adriana harus terpaksa menunjukkan KTP dengan foto diri terburuknya itu kepada pria tampan di hadapan. Hancur sudah kesempatan untuk tebar pesona. Ish, sialan!

“Udah, kan? Jelas Anda ini salah orang! Makanya jangan ngeyel!” cetus Adriana sambil merebut kembali KTP-nya.

Si pria tampak mengerutkan kening lebih dalam dari sebelumnya. Dalam pose seperti itu, kedua alis tebalnya yang hitam legam terpaut di tengah membuat wajahnya jauh lebih memesona dari sebelumnya. Belum lagi hidung panjang nan mancungnya itu. Ya ampun! Adriana segera mengusir pikiran melanturnya. Percuma saja, kalaupun sekarang Adriana tampak lumayan menarik, pasti pria itu langsung illfeel setelah melihat foto KTP tadi. Ish!

“Maaf, sepertinya benar aku salah orang,” ucap pria itu lirih. Terlalu lirih daripada seharusnya sampai Adriana mendongak meneliti wajah si pria yang tengah memegangi kepalanya dengan tampang sangat kesakitan.

“Loh? Anda kenapa? Heii!” Adriana terpekik kaget karena kemudian pria tampan itu terhuyung-huyung dan tak lama kemudian terjerembab pingsan.

“Astaga! Dia pingsan!”

“Heii! Tuan, bangun!” 

Adriana berseru-seru sambil membungkuk di sisi si pria dan mengguncang-guncang tubuhnya dalam usaha membuatnya sadar.

Dada pria itu tampak naik turun pertanda dia masih hidup. Adriana sedikit benapas lega. Segera ia bangkit dan memandang berkeliling mencari pertolongan.

Mereka tengah berada di sebuah taman kota di jam kerja. Jarang terlihat ada orang di sana sehingga tidak ada yang melihat kejadian itu selain Adriana. 

Akhirnya ia berlari menuju ke pos pengawas area taman dan meminta tolong kepada petugas jaga di sana.

Dua orang itu berlarian bersama Adriana kembali ke TKP. 

“Loh, ini kan Tuan Dante Danuaji?” Salah satu satpam memekik dan diangguki oleh yang lain.

Gegas mereka mengangkat tubuh si pria yang disebut Tuan Dante tadi ke atas tandu dan menggotongnya menyeberang area taman ke arah sebuah gedung kantor yang menjulang dan berada tepat di seberang taman tersebut. Nama yang tertera pada eksterior gedung itu terbaca DANUAJI  GROUP.

Adriana terpaksa mengikuti mereka ke sana karena ia membantu membawakan tas kerja milik si Tuan Dante yang malang.

Satpam depan kantor langsung terperangah melihat sang bos digotong serupa itu dan lantas berseru-seru memanggil bantuan ke dalam kantor.

Tiga orang petugas yang kesemuanya berseragam hitam-hitam mengambil alih si pria, membopongnya masuk menuju lift. Sementara Adriana terbengong sebab saking paniknya tak ingat untuk menyerahkan tas kerja yang masih dipegangnya itu ke salah satu petugas.

Alhasil, dia menanti di lift untuk menyusul mereka ke lantai tujuh di mana tampak di screen atas pintu lift tersebut. Ia lalu masuk begitu pintu terbuka dan saat keluar, mencari-cari ke mana si pria pingsan tadi dibawa.

Ia lalu mengikuti mereka dan sesampai di sebuah ruangan, pintunya terbuka dan seorang Nyonya tampak sangat terkejut saat melihat siapa yang dibopong oleh para petugas berbaju hitam.

"Dante! Kenapa dia?" seru sang nyonya dengan suara tingginya. Tampak sekali wajahnya terperangah kaget bercampur cemas melihat kondisi sang putra.

"Tidak tahu, Nyonya. Dua satpam taman depan menggotong Tuan sudah dalam keadaan pingsan!" jawab salah seorang yang bertubuh paling tambun di antara mereka.

"Ya Tuhan! Cepat hubungi Dokter!" perintahnya kepada wanita muda di balik punggungnya, mungkin asistennya, pikir Adriana. Assisten itu bergegas menuju ke meja telepon di ruangan tersebut. Sementara Dante dibaringkan di sofa panjang yang terlihat sangat empuk berwarna abu-abu di satu sisi ruangan. Si Nyonya berada di sisinya, meraba-raba kening serta melonggarkan dasi sang putra untuk kemudian mencari-cari minyak angin dan mengoleskannya ke dada Tuan Dante.

Ketiga petugas beralih kepada dua satpam taman tadi dan tampak tengah menginterogasi mereka soal sebab musabab bos mereka sampai bisa pingsan.

“Bukan kami, Pak. Kami hanya menolong. Gadis itu yang awalnya melapor ke pos jaga kalau ada pria pingsan.” Salah seorang satpam dari taman tadi menuding Adriana seolah dialah penjahatnya!

Para petugas itu mendadak melihat ke arah Adriana yang diam menanti di depan pintu sambil masih memegangi tas kerja Dante. Ia menanti saat yang tepat untuk menyerahkan tas itu. Kini ia jadi gemetaran karena mereka semua tampak sedang menuntut penjelasan dari mulutnya.

“Benar begitu, Nona? Jelaskan bagaimana Tuan Dante bisa pingsan di sana?”

Adriana terperanjat kenapa dia jadi seolah tersangka. Padahal kan dia Cuma gak sengaja ketemu lalu menolongnya yang pingsan. Ya ampun!

“A-aku nggak tahu. Tadi aku lagi jalan-jalan di sana sendirian dan dia tiba-tiba aja manggil aku Zoya dan ngajak aku pulang. Kami berdebat beberapa saat karena aku bukan Zoya yang dia bilang. Lalu abis itu dia mendadak kayak pusing dan pingsan,” tutur Adriana mencoba menjelaskan sedetail mungkin.

Tiga bodyguard itu lantas saling berpandangan. Salah satu masuk ke ruangan dan tampaknya melapor kepada sang nyonya tadi.

Tak berselang lama kemudian, sang bodyguard kembali dan meminta Adriana masuk.

“Silakan masuk, Nona. Nyonya kami ingin bertanya beberapa hal pada Anda.”

Adriana ragu-ragu sejenak. Ruangan itu terasa jadi menyeramkan di hadapannya. Bertanya apa lagi kira-kira? Bukannya sudah dijelaskannya semua dengan lengkap tadi. Duh, dengan pikiran kalut sekaligus takut ia pun melangkahkan kaki masuk. Bodyguard tadi menutup pintu di belakangnya.

Syukurlah, ternyata ketiga pria sangar itu tak ikut masuk. Mungkin mereka menunggu di luar, pikir Adriana mengambil kesimpulannya sendiri. Segera saja Adriana bernapas lega seolah terlepas dari mara bahaya.

Bagaimanapun juga, berbincang dengan seorang Nyonya hanya dengan wanita muda asistennya yang kira-kira beberapa tahun di atas usianya itu pasti lebih aman ketimbang harus pula diawasi oleh tiga pria bertampang sangar dan berbadan kekar. Hiiiyyy, Adriana bergidik ngeri, tak menyangka ia bisa berurusan dengan orang-orang seperti ini.

Akan tetapi, baru saja ia merasa lega, sebuah suara yang terdengar seperti tuduhan keras sukses membuatnya jantungan lagi.

“Katakan! Apa yang kamu lakukan pada anak saya!”

***

Dian Apriria

Holaaaa ... welcome di cerita baru saya. Dukumg Adriana terus hingga tamat, ya. Semoga bisa menjadi pilihan bacaan yang menyenangkan ^^

| Like
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
La_diva
Menarik, Kak...
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status