Zoya!”
Adriana terkejut saat lengannya mendadak saja dicekal oleh sesosok pria tak dikenal.
“Maaf, Anda salah orang,” jawab Adriana seraya beringsut melepas tangannya dari cekalan itu.
Tampak si pria mengernyitkan kening dengan tatapan tak percaya. Dengan cepat mata beriris coklat itu mencermati Adriana dari atas ke bawah, kemudian langsung menggelengkan kepalanya keras-keras.
“Nggak! Kamu pasti Zoya. Ke mana aja selama ini, sih, Sayang? Aku nyariin kamu, loh!” Kedua tangan pria itu malah kini mengguncang-guncang bahu Adriana seolah menuntut jawab.
Adriana menggeliat menghindar dari pria tampan tapi aneh plus tukang ngeyel itu.
“Ih, dibilang bukan. Anda salah ngenalin orang!” bantah Adriana.
“Udahlah, Zoy. Cukup main-mainnya. Kita pulang sekarang, ya?”
Astaga, tetap saja pria itu berkeras menyebutnya Zoya dan bahkan kini mau mengajaknya pulang. What?
“Heh! Tuan! Udah kubilang, ya. Namaku Adriana, bukan Zoya. Nih, kalo nggak percaya aku bawa KTP, nih!” tukasnya kesal.
Tangannya langsung sibuk menggeledah ke dalam tas cangklongnya dan kemudian mengacungkan KTP ke arah si pria.
Si pria menerima dan tampak tengah meneliti kartu itu. Astaga! Tak disangka Adriana harus terpaksa menunjukkan KTP dengan foto diri terburuknya itu kepada pria tampan di hadapan. Hancur sudah kesempatan untuk tebar pesona. Ish, sialan!
“Udah, kan? Jelas Anda ini salah orang! Makanya jangan ngeyel!” cetus Adriana sambil merebut kembali KTP-nya.
Si pria tampak mengerutkan kening lebih dalam dari sebelumnya. Dalam pose seperti itu, kedua alis tebalnya yang hitam legam terpaut di tengah membuat wajahnya jauh lebih memesona dari sebelumnya. Belum lagi hidung panjang nan mancungnya itu. Ya ampun! Adriana segera mengusir pikiran melanturnya. Percuma saja, kalaupun sekarang Adriana tampak lumayan menarik, pasti pria itu langsung illfeel setelah melihat foto KTP tadi. Ish!
“Maaf, sepertinya benar aku salah orang,” ucap pria itu lirih. Terlalu lirih daripada seharusnya sampai Adriana mendongak meneliti wajah si pria yang tengah memegangi kepalanya dengan tampang sangat kesakitan.
“Loh? Anda kenapa? Heii!” Adriana terpekik kaget karena kemudian pria tampan itu terhuyung-huyung dan tak lama kemudian terjerembab pingsan.
“Astaga! Dia pingsan!”
“Heii! Tuan, bangun!”
Adriana berseru-seru sambil membungkuk di sisi si pria dan mengguncang-guncang tubuhnya dalam usaha membuatnya sadar.
Dada pria itu tampak naik turun pertanda dia masih hidup. Adriana sedikit benapas lega. Segera ia bangkit dan memandang berkeliling mencari pertolongan.
Mereka tengah berada di sebuah taman kota di jam kerja. Jarang terlihat ada orang di sana sehingga tidak ada yang melihat kejadian itu selain Adriana.
Akhirnya ia berlari menuju ke pos pengawas area taman dan meminta tolong kepada petugas jaga di sana.
Dua orang itu berlarian bersama Adriana kembali ke TKP.
“Loh, ini kan Tuan Dante Danuaji?” Salah satu satpam memekik dan diangguki oleh yang lain.
Gegas mereka mengangkat tubuh si pria yang disebut Tuan Dante tadi ke atas tandu dan menggotongnya menyeberang area taman ke arah sebuah gedung kantor yang menjulang dan berada tepat di seberang taman tersebut. Nama yang tertera pada eksterior gedung itu terbaca DANUAJI GROUP.
Adriana terpaksa mengikuti mereka ke sana karena ia membantu membawakan tas kerja milik si Tuan Dante yang malang.
Satpam depan kantor langsung terperangah melihat sang bos digotong serupa itu dan lantas berseru-seru memanggil bantuan ke dalam kantor.
Tiga orang petugas yang kesemuanya berseragam hitam-hitam mengambil alih si pria, membopongnya masuk menuju lift. Sementara Adriana terbengong sebab saking paniknya tak ingat untuk menyerahkan tas kerja yang masih dipegangnya itu ke salah satu petugas.
Alhasil, dia menanti di lift untuk menyusul mereka ke lantai tujuh di mana tampak di screen atas pintu lift tersebut. Ia lalu masuk begitu pintu terbuka dan saat keluar, mencari-cari ke mana si pria pingsan tadi dibawa.
Ia lalu mengikuti mereka dan sesampai di sebuah ruangan, pintunya terbuka dan seorang Nyonya tampak sangat terkejut saat melihat siapa yang dibopong oleh para petugas berbaju hitam.
"Dante! Kenapa dia?" seru sang nyonya dengan suara tingginya. Tampak sekali wajahnya terperangah kaget bercampur cemas melihat kondisi sang putra.
"Tidak tahu, Nyonya. Dua satpam taman depan menggotong Tuan sudah dalam keadaan pingsan!" jawab salah seorang yang bertubuh paling tambun di antara mereka.
"Ya Tuhan! Cepat hubungi Dokter!" perintahnya kepada wanita muda di balik punggungnya, mungkin asistennya, pikir Adriana. Assisten itu bergegas menuju ke meja telepon di ruangan tersebut. Sementara Dante dibaringkan di sofa panjang yang terlihat sangat empuk berwarna abu-abu di satu sisi ruangan. Si Nyonya berada di sisinya, meraba-raba kening serta melonggarkan dasi sang putra untuk kemudian mencari-cari minyak angin dan mengoleskannya ke dada Tuan Dante.
Ketiga petugas beralih kepada dua satpam taman tadi dan tampak tengah menginterogasi mereka soal sebab musabab bos mereka sampai bisa pingsan.
“Bukan kami, Pak. Kami hanya menolong. Gadis itu yang awalnya melapor ke pos jaga kalau ada pria pingsan.” Salah seorang satpam dari taman tadi menuding Adriana seolah dialah penjahatnya!
Para petugas itu mendadak melihat ke arah Adriana yang diam menanti di depan pintu sambil masih memegangi tas kerja Dante. Ia menanti saat yang tepat untuk menyerahkan tas itu. Kini ia jadi gemetaran karena mereka semua tampak sedang menuntut penjelasan dari mulutnya.
“Benar begitu, Nona? Jelaskan bagaimana Tuan Dante bisa pingsan di sana?”
Adriana terperanjat kenapa dia jadi seolah tersangka. Padahal kan dia Cuma gak sengaja ketemu lalu menolongnya yang pingsan. Ya ampun!
“A-aku nggak tahu. Tadi aku lagi jalan-jalan di sana sendirian dan dia tiba-tiba aja manggil aku Zoya dan ngajak aku pulang. Kami berdebat beberapa saat karena aku bukan Zoya yang dia bilang. Lalu abis itu dia mendadak kayak pusing dan pingsan,” tutur Adriana mencoba menjelaskan sedetail mungkin.
Tiga bodyguard itu lantas saling berpandangan. Salah satu masuk ke ruangan dan tampaknya melapor kepada sang nyonya tadi.
Tak berselang lama kemudian, sang bodyguard kembali dan meminta Adriana masuk.
“Silakan masuk, Nona. Nyonya kami ingin bertanya beberapa hal pada Anda.”
Adriana ragu-ragu sejenak. Ruangan itu terasa jadi menyeramkan di hadapannya. Bertanya apa lagi kira-kira? Bukannya sudah dijelaskannya semua dengan lengkap tadi. Duh, dengan pikiran kalut sekaligus takut ia pun melangkahkan kaki masuk. Bodyguard tadi menutup pintu di belakangnya.
Syukurlah, ternyata ketiga pria sangar itu tak ikut masuk. Mungkin mereka menunggu di luar, pikir Adriana mengambil kesimpulannya sendiri. Segera saja Adriana bernapas lega seolah terlepas dari mara bahaya.
Bagaimanapun juga, berbincang dengan seorang Nyonya hanya dengan wanita muda asistennya yang kira-kira beberapa tahun di atas usianya itu pasti lebih aman ketimbang harus pula diawasi oleh tiga pria bertampang sangar dan berbadan kekar. Hiiiyyy, Adriana bergidik ngeri, tak menyangka ia bisa berurusan dengan orang-orang seperti ini.
Akan tetapi, baru saja ia merasa lega, sebuah suara yang terdengar seperti tuduhan keras sukses membuatnya jantungan lagi.
“Katakan! Apa yang kamu lakukan pada anak saya!”
***
Holaaaa ... welcome di cerita baru saya. Dukumg Adriana terus hingga tamat, ya. Semoga bisa menjadi pilihan bacaan yang menyenangkan ^^
Adriana dan Dante akhirnya bersatu. Mereka mengakui perasaan masing-masing hari itu juga dengan cara yang begitu lucu."Jadi, apa benar yang dikatakan Neil barusan?" Dante mengkonfirmasi kepada Adriana.Tentu ia juga ingin mendengar cerita versi dari gadis itu sendiri, kan. Bukan hanya dari versi Neil."Tentang yang mana?" Adriana malah balik bertanya karena ia sungguh tak paham arah pembicaraan Dante barusan. Apa maksudnya mengira Neil main-main atau bagaimana."Tentang yang dia bilang bahwa kamu ... mencintaiku, dan bukannya Neil," ucap Dante memperjelas maksud perkataannya. Hal mana tentu saja sukses menerbitkan rona memerah di pipi gadis cantik itu."Mana kutahu! Tanya saja sama yang bilang!" Adriana memasang wajah cemberut. Dan ia jadi baru ingat kalau orangtuanya masih tertinggal di gedung tadi."Astaga! Aku harus menjemput orangtuaku!" ucap Adriana memekik."Apa? Di mana?" Dante bertanya terkejut dengan perubahan topik yang sedrastis itu."Di gedung tadi," jawab Adriana menampak
Usai mengatakan hal itu, Neil turun dari panggung dan beranjak pergi. Ia sesak rasanya di sana. Tapi keputusan itu sudah hal yang paling benar. Memang ia telah mempermalukan keluarganya sendiri saat itu, tapi demi kebenaran, semua itu harus dilakukannya. Ya, dari awal kesalahannya lah terlalu memaksakan cinta sepihaknya terhadap Adriana.Adriana terkejut mendengar perkataan Neil yang membatalkan pertunangannya secara sepihak. Adriana sendiri bingung ia harus senang atau sedih, karena sebenarnya ia tidak mencintai Neil.Tidak hanya Adrina yang terkejut, para tamu pun terkejut mendengar pernyataan dari Neil yang membatalkan acara pertunangannya itu.Karena sebelumnya Neil terlihat sangat antusias dengan acara pertunangannya dengan Adriana. Dan mereka kurang mempercayainya jika Neil sendirilah yang membatalkan acara pertunangan itu.Para tamu langsung berbisik-bisik mengenai batalnya acara pertunangan mereka. Sedangkan Neil tidak peduli dengan semua omongan para tamu itu, Neil hanya memi
Bahkan saat sang ayah mengaku mau berbicara dengan Neil mengenai keberatan mereka atas pertunangan itu pun, Adriana menolak dengan tegas."Jangan, Pak. Kasihan Neil dan keluarganya kalau sampai semua persiapan besar ini sampai gagal." Adriana berkata tegas."Tapi, Nak. Nanti kamu yang akan menderita kalau sampai menikah bukan atas dasar cinta. Ini pernikahan sakral loh. Jangan dibuat mainan." Sang ayah berpesan dengan tatapan sangat khawatir terhadap nasib yang akan menyambut sang putri di depan.Adriana menghela napas panjang. Ia bahkan sudah tak ingin membantah takdir. Ia pasrah menerima semuanya. Bagaimanapun, Neil sudah sangat berjasa terhadapnya hingga ia tak mungkin rela menyakiti atau membuat kecewa pria baik itu."Tak apa, Pak, Bu. Adriana yakin, cinta bisa datang karena terbiasa. Yang penting Neil itu baik kok. Adriana yakin kelak akan bisa bahagia bersamanya."Sambil berkata begitu, Adriana bangkit dari tempat duduknya dan pamit untuk masuk ke dalam kamar untuk tidur. Jam su
Dan diantara orang yang sangat mengkhawatirkan Dante adalah Nyonya Wanda, karena semenjak Neil yang memberitahu mereka jika Adriana menerima lamarannya, Dante langsung terlihat sangat kacau bahkan jarang sekali makan.Seperti saat ini Dante tidak kunjung turun dari kamarnya padahal jam dinding sudah menunjukkan jam makan malam.Nyonya Wanda yang merasa sangat khawatir terhadapnya langsung pergi ke kamar Dante. Setelah sampai di depan kamar Dante, Nyonya Wanda langsung mengetuk pintu kamar Dante."Dante!" panggil Nyonya Wanda.Tapi Dante tidak kunjung menjawab panggilan dari nyonya Wanda. "Dante. Ayo makan, kamu udah beberapa hari ini gak makan dengan teratur."Dante sebenarnya malas, tapi karena ia tidak mau membuat ibunya khawatir, jadi Dante pun berniat untuk turun malam ini."Iya, Ma. Nanti Dante nyusul.""Mama gak mau turun kalau kamu nggak keluar," jawab Nyonya Wanda.Dante pun menghela nafas panjang lalu beranjak dari tempatnya. Ketika Dante pergi, tiba-tiba ponselnya bergetar d
Sudah hampir satu jam tapi Adriana belum menemukan gaun yang cocok untuknya, tapi tiba-tiba Neil langsung merekomendasikan gaun yang dia sukai."Bagaimana dengan ini? Kamu suka?" tanya Neil sambil menunjukan gambar gaun yang ada di majalah.Adriana sangat menyukai gaun yang ditunjukkan oleh Neil itu, tapi ia merasa gaun itu tidak cocok untuknya karena gaun itu terlihat sangat mahal."Kayaknya nggak bakal cocok deh sama aku," jawab Adriana."Kan belum dicobain udah gih kamu cobain dulu," ujar Neil.Neil pun memanggil pegawai butik itu lalu menyuruh pegawai itu untuk memberikan gaun yang nilai sukai kepada Adriana. Adriana yang memang tidak bisa menolak akhirnya mencoba gaun itu. Dan ternyata gaun itu sangat cocok tidak perlu dikecilkan atau pun diperbesar.Pada akhirnya mereka menjatuhkan pilihan gaun pertunangan itu kepada gaun yang baru saja Adriana coba. Setelah membayar semuanya Neil dan Adriana pun pergi dari sana.Lalu Neil kembali membawa Adriana ke toko perhiasan, Neil dan Adri
Saat Adriana baru saja masuk ke dalam kantor, ternyata berita tentang mail yang mengajak serius kepada Adriana sudah tersebar luas ke semua karyawan, dan entah siapa yang menyebarkannya, karena Adriana dan Neil tidak merasa memberitahukan hubungan mereka kepada orang lain, termasuk Yanti sekali pun.Beberapa karyawan langsung merasa iri kepada Adriana, tapi beberapa karyawan lainnya juga merasa Adriana dan Neil cocok, termasuk Yanti yang sangat men-support hubungan Neil dan Adriana.Berbeda dengan Neil yang sangat merasa senang karena sebentar lagi dirinya dan Adriana akan melakukan acara tunangan, justru Adriana tidak merasa senang, Adriana malah memikirkan Dante yang sepertinya sedang mencoba menjauhinya.Karena biasanya Dante selalu datang ke kosannya atau ke kampusnya kini Dante tidak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi.Bahkan terakhir kali Adriana bertemu dengan Dante adalah pada saat dirinya akan pulang dari rumah sakit, dan kebetulan Dante akan menjemput Nyonya Wanda.Saa