Share

Bekas luka

last update Last Updated: 2022-08-09 18:45:11

Netraku membulat sempurna mendengar ucapan Tasya. Hatiku gusar. Aku sungguh berharap Tasya hanya bercanda.

"Sya, aku tahu kamu pasti sakit hati atas pernikahan kami yang mendadak. Tapi aku gak terima kamu bicara seperti itu tentang istriku," ucapku sambil membalas tatapan Tasya dengan tak kalah serius.

Aku memang mengenal Vanya lewat jalan ta'aruf, dan belum ada sebulan dia sah menjadi istriku. Tapi selain dia yang selalu ketakutan ketika aku ingin menyentuhnya, aku tahu dia wanita yang sangat baik. Vanya tidak pernah absen membagunkanku untuk sholat tahajud, dan selalu mengingatkan untuk sholat di tengah waktu kerja melalui chat.

Dia juga mengurus semua keperluanku dengan baik tanpa diminta. Juga sikapnya dalam menjaga Mama yang tubuhnya lemah karena penyakit jantung, aku merasa akan sulit sekali mendapatkan wanita sesempurna itu. Diam-diam aku menyesal sudah bercerita pada Tasya.

"Jadi kamu pikir aku yang bohong?" tanya Tasya dengan nada suara tak terima.

"Tentu saja aku tidak bisa percaya, Sya."

"Baiklah, akan kubuktikan padamu!"

Tasya dengan kesal mengambil gawainya.

"Aku pasti masih menyimpan foto wanita sialan itu," gumannya sambil mengutak-atik layar gawainya.

"Sudahlah, Sya. Aku mau kerja," ucapku sambil memalingkan muka darinya dan membuka laptopku.

"Nah, liat ini!" Sonya menunjukkan layar gawainya padaku.

Awalnya aku tak ingin peduli, tapi akhirnya pandanganku jatuh juga pada foto yang terpampang di layar gawainya. Terlihat di sana seorang gadis berambut panjang berdiri dengan senyum canggung. Wajahnya memang mirip sekali dengan Vanya, tapi usianya jauh lebih muda.

"Siapa itu, Sya?" tanyaku sambil mengerutkan kening.

"Istrimu, Vanya, siapa lagi?" jawab Tasya.

Aku tersenyum miring seketika.

"Gak mungkin lah, Sya. Kamu tahu sendiri Vanya berhijab sempurna. Pasti cuma mirip."

"Wajah mirip dan nama sama. Mana ada kebetulan yang seperti itu, Aldi?"

Aku terdiam mendengar ucapannya. Hatiku mulai bimbang. Apa benar itu Vanya?

"Ini cukup membuktikan kalau aku mengenalnya," ucap Tasya lagi. "Akan kutunjukkan bukti lagi padamu kalau wanita itu tidak sebaik yang kamu pikir!"

"Lalu bagaimana kamu bisa mengenal Vanya, Sya?" tanyaku sambil menatapnya.

Tasya terlihat sedikit kaget mendengar pertanyaanku. Aku mengerutkan kening curiga.

"Itu gak penting, Di. Yang penting kamu tahu kalau sudah dibohongi! Akan kubuktikan, lihat aja nanti."

Tasya berlalu meninggalkan meja kerjaku setelah mengucapkan itu. Aku masih bungkam. Pikiranku kacau. Jika Vanya memang wanita nakal seperti yang Tasya katakan, dia pasti tidak akan ketakutan ketika aku menyentuhnya.

Tidak, aku tak mau percaya begitu saja ucapan Tasya. Aku akan mencari tahu sendiri tentang Vanya, harus membuktikannya sendiri. Harus!

.

.

.

Dengan pikiran yang masih kalut aku memasuki rumah setelah mengucap salam. Terdengar suara Mama dan Vanya yang menjawab. Sampai di ruang tengah, aku tertegun sejenak melihat pemandangan di depanku.

Kulihat Vanya memijat kaki Mama sambil melantunkan sholawat. Suaranya terdengar begitu merdu. Hatiku seketika menjadi damai, dan segala kekalutanku mendadak hilang.

"Kamu sudah pulang, Di," sambut Mama seraya tersenyum cerah.

Aku segera berjongkok dan meraih tangan wanita yang melahirkanku itu, lalu menciumnya. Vanya lalu meraih tanganku, melakukan hal yang sama dengan yang kulakukan pada Mama.

"Bagaimana kabar Mama hari ini?" tanyaku sambil menatap wajah Mama yang terlihat ceria.

"Masyaa Allah, Di. Sejak Vanya hadir di rumah ini, Mama selalu bahagia. Vanya memang bidadari yang turun dari surga."

Aku melirik ke arah Vanya yang tampak tersenyum manis sekilas, lalu mengalihkan pandangan pada Mama lagi. Wajah Mama memang jauh lebih cerah, terlihat sekali perubahannya dari sebelum Vanya merawat Mama. Aku benar-benar bahagia melihat keadaan Mama yang sekarang.

"Akan kusiapkan kopi, Mas," ucap Vanya lembut seraya berdiri dan berjalan ke arah dapur.

"Mama gak sabar kalian bisa punya momongan. Biar lengkap kebahagiaan Mama," ucap Mama lagi.

Aku terdiam mendengar ucapan Mama. Bagaimana bisa memiliki keturunan jika istriku bahkan tak mau kusentuh? pikirku. Aku juga tidak mungkin mengatakan ini pada Mama, karena pasti akan melukai hatinya.

Setelah melepas penat dan menikmati kopi buatan Vanya sambil berbincang dengan Mama, aku meninggalkan ruang tengah dan berjalan menuju kamar.

Aku langsung membuka pintu kamar tanpa pikir panjang, dan di saat yang bersamaan, Vanya keluar dari pintu kamar mandi hanya dengan berbalut handuk, memperlihatkan sebagian tubuhnya. Wajahnya seperti melihat setan ketika melihatku. Tentu saja, selama ini aku belum pernah melihat dia membuka auratnya.

"Astaghfirullah, maafkan aku, Dek," ucapku sambil refleks membalikkan badan membelakanginya.

Terdengar Vanya menutup kembali pintu kamar mandi. Netraku membola, tubuhku gemetar. Bukan karena marah Vanya seperti tak mau aku melihat tubuhnya, padahal sudah halal. Tapi karena sesuatu yang lain. Meskipun hanya sekilas, aku bisa melihat dengan jelas.Itulah kenapa tanpa sadar aku mengucap istighfar.

Tubuh Vanya ... penuh dengan bekas luka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AIB YANG DISEMBUNYIKAN ISTRIKU   Akhir

    "Kamu tahu di mana Vanya?" tanyaku tak sabar ketika mendengar ucapan Dion di seberang telepon.Dion mengiyakan, lalu dengan suara gagapnya dia menjelaskan."Kemarin dia datang untuk mengunjungi kami, dan mengabarkan kalau panti asuhan yang dibangunnya telah selesai. Hari ini dia kembali ke kotanya."Netraku seketika membulat. Tubuhku melemas seketika. Kenapa dia tidak menemuiku? Apa dia sudah melupakan aku, suaminya?"Vanya menanyakan kabar kalian. Dia bahagia Tasya hamil," ucap Dion kemudian, seperti tahu apa yang kupikirkan. "Dia bilang tak ingin merusak kebahagiaan kalian."Aku memejamkan mata, menahan perih tak terkira dalam hati. Tak tahukah dia, siang malam aku tak pernah berhenti memikirkannya?"Aku harus mencarinya!" ucapku kemudian pada Dion."Jangan, Aldi. Tasya membutuhkanmu!" sahut Dion lagi. "Biar aku saja!"Aku terdiam sejenak. Benar, Tasya dalam kondisi kritis. Aku tidak mungkin meninggalkannya."Kamu jangan khawatir, Aldi. Aku akan mengejarnya. Semoga belum terlambat."

  • AIB YANG DISEMBUNYIKAN ISTRIKU   Keinginan

    POV ALDI"Aku berangkat dulu, Dek," ucapku sambil membenarkan letak dasi di depan cermin."Hati-hati, Mas. Maaf, tidak bisa mengantarmu ke depan," ucap Tasya sambil tersenyum dengan duduk bersandar dia ranjang, seraya memegangi perutnya yang membesar."Tidak apa-apa, Dek. Istirahatlah," jawabku sambil menarik selimut, menutupi sebagian tubuhnya.Tasya terlihat mengangguk. Aku meraih tas kerjaku dan berjalan keluar kamar."Aldi, nanti pulang cepat, ya? Antar Tasya untuk cek up ke Dokter nanti," ucap Mama saat aku bersiap berangkat kerja."Iya, Ma," jawabku sambil meraih tas kerja dari kursi di meja makan.Aku menatap ke arah kamar tempat Tasya masih istirahat. Sejak hamil kondisi tubuhnya lemah, dan harus beristirahat total.Benar, akhirnya aku melakukan tugas dan tanggung jawabku sebagai suaminya, meskipun sampai sekarang belum bisa mencintainya. Bagaimanapun, dia juga istriku yang sah di mata agama."Kamu sudah menemukan Vanya, Aldi?" Pertanyaan Mama seketika membuatku tersentak.Aku

  • AIB YANG DISEMBUNYIKAN ISTRIKU   Bukan perpisahan - POV Aldi

    POV ALDI"Assalamualaikum ... Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam berulang kali di depan gerbang pesantren tempat dulu aku meminang Vanya.Aku sangat cemas ketika dari kemarin Vanya tidak juga pulang, dan dia juga tidak pulang ke rumahnya. Pasti dia menginap di pesantren ini semalam."Waalaikumussalam." beberapa saat kemudian ustadzah Zahra tampak berjalan menuju ke arahku.Beliau membuka pintu gerbang, lalu mempersilahkanku masuk."Apa Vanya ada di sini, ustadzah?" Tanpa basa -basi aku langsung bertanya sambil mengarahkan pandanganku ke sekeliling pesantren."Tenanglah dulu, Nak Aldi. Duduklah dulu," ucap ustadzah Zahra sambil mempersilahkanku duduk di kursi teras."Mau saya bikinkan minum dulu, biar Nak Aldi bisa tenang?""Tidak, tidak perlu, Bu," sahutku.Aku duduk dengan tidak sabar. Aku benar-benar mencemaskan keadaan Vanya. Ustadzah Zahra terlihat membuang napas, lalu menatapku."Saya sudah dengar semuanya dari Vanya tentang hubungan kalian," ucap ustadzah Zahra kemudian.Ak

  • AIB YANG DISEMBUNYIKAN ISTRIKU   Pergi

    POV VANYAAku dan Mas Aldi saling berpandangan sesaat, lalu menatap mereka berdua lagi."Dion itu ... saudara kita, Sya. Kakak laki-laki kita," jawabku kemudian."Kakak? Kenapa Kak Vanya tidak pernah cerita kalau kita punya Kakak?" tanya Tasya lagi sambil mengerutkan kening.Aku tak langsung menjawab, tepatnya tak tahu harus menjawab apa. Bahkan untuk mendengar nama Dion saja sudah cukup berat bagiku, bagaimana aku bisa menjelaskan tentang dia?"Nanti biar aku yang jelaskan, Sya," sahut Mas Aldi, mungkin menyadari kalau wajahku menegang saat itu."Aku berangkat ke kantor dulu, nanti saja kita bicarakan tentang hal ini," lanjutnya.Tasya mengangguk, lalu cepat-cepat mengambil tas kerja milik Mas Aldi dan mengantarnya sampai depan pintu, hal yang selalu aku lakukan selama ini. Aku sengaja membiarkan Tasya yang melakukannya mulai sekarang, meskipun dengan perasaan yang berat. Mulai sekarang aku harus belajar menerima semua itu.Entah apa yang Mas Aldi jelaskan pada Tasya tentang Dion, tap

  • AIB YANG DISEMBUNYIKAN ISTRIKU   Ikhlas - POV Vanya

    POV VANYA"Aku cinta sama Kak Aldi, Kak."Aku membulatkan netra sesaat, lalu menatap ke arah Tasya. Aku tak menyangka dia berani bicara seperti itu padaku. Rupanya setelah ingatannya hilang, perasaannya pada Mas Aldi tidak bisa hilang."Maafkan, aku, Kak. Aku tidak bisa membohongi perasaanku. Entah kenapa dan sejak kapan aku punya perasaan seperti ini. Padahal aku baru beberapa kali bertemu dengannya. Maafkan aku, Kak," isak Tasya.Aku mengatupkan bibir. Ada perasaan nyeri teramat sangat di dalam sana. Apalagi setelah dokter memvonisku menderita kanker rahim beberapa waktu yang lalu. Hatiku sungguh terluka, tanpa aku mampu bercerita."Kamu mau bersama dengan Mas Aldi, Tasya?" tanyaku dengan bibir gemetar.Tasya membulatkan mata, lalu menatapku."Kamu bisa bersama dengan Mas Aldi, tapi dengan syarat yang harus kamu penuhi," ucapku dengan suara yang hampir tercekat."Kakak bercanda, kan?" tanya Tasya dengan senyum getir. "Seorang lelaki tidak boleh menikahi kakak beradik kandung."Aku

  • AIB YANG DISEMBUNYIKAN ISTRIKU   Permintaan

    Aku memegang kedua pundak Vanya."Dek, kumohon jangan seperti ini. Maafkan Mas karena belum bisa menjadi suami yang baik. Mas tidak mau pisah dari kamu, Dek," ucapku.Vanya tersenyum lagi, kali ini dengan bibirnya yang terlihat bergetar."Mas, Mama ingin punya cucu, dan kamu adalah putra beliau satu-satunya. Aku tidak ingin menjadi penghalang bagimu untuk berbakti pada Mama," ucapnya."Pasti ada cara lain, Dek. Jangan pernah berpikir tentang perpisahan," sahutku gusar."Kalian tidak perlu berpisah."Kami berdua seketika menoleh ketika melihat Mama masuk ke dalam ruangan itu sambil menuntun tangan Tasya."Mama, kenapa ke sini?" tanyaku, langsung berdiri dari tempatku."Bicara apa kamu, Aldi! Vanya itu menantu Mama. Mama juga mau melihat keadaannya," jawab Mama, sambil melewatiku dan mendekat ke arah Vanya."Bagaimana keadaanmu, Vanya? Kamu sudah merasa sehat?" tanya Mama sambil memegang tangan Vanya."Aku baik-baik saja, Ma, Alhamdulillah," jawab Vanya, tetap dengan senyumannya."Aldi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status