Hari berlalu dengan begitu cepat, dan setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, kini akhirnya Felly dan Aiden sudah berada di sebuah kota kecil yang jauh dari Ibu kota.
"Ini rumah nya?" tanya Felly mengerutkan dahi sambil menatap bangunan rumah yang tak begitu besar. "Untuk sementara kita akan tinggal disini, kakak ingin kamu agar bisa lebih tenang disini. Jauh dari hingar bingar ibu kota," ujar Aiden menggenggam tangan Felly. "Felly sih gak masalah kita mau tinggal dimana tapi—" ucap Felly terhenti, ia tak mampu meneruskan ucapannya. "Tapi kenapa?" tanya Aiden. "Kamu gak suka?" "Suka, Felly suka kak. Disini tenang, sejuk dan juga hangat. Tapi ... " ucap Felly. "Bilang sama Kakak, ada apa?" tanya Aiden yang kini mulai menggenggam kedua tangan Felly. "Tapi kalau kita disini, bagaimana dengan pekerjaan Kakak? Masa demi Felly kakak ninggalin pekerjaan kakak di Jakarta?" kata Felly sedih. "Masalah pekerjaan bisa Kakak urus nanti. Yang penting kamu nyaman disini," ujar Aiden membuat Felly menerbitkan senyumnya. "Baiklah, ayo kita masuk," ucap Aiden lalu mengajak Felly memasuki rumah baru nya. Rumah di kawasan pegunungan yang jauh dari ibu kota. Udara masih segar dan sejuk disini, juga lokasinya sangat menenangkan. Meskipun rumah minimalis, namun pekarangan nya sangat luas. Ada ayunan dan juga beberapa tanaman strawberry yang sudah di tanam mengelilingi pohon besar yang ada di halaman itu. Saat sampai di dalam rumah, keduanya terdiam karena bingung. 'Haruskah kami tidur satu kamar?' batin Felly. 'Apa yang harus ku lakukan? Aku tidak ingin memaksanya,' batin Aiden. "Fell," "Kak," Ucap keduanya bersamaan lalu keduanya terkekeh. "Ada apa? Katakan lebih dulu," ujar Aiden. "Hemmm dimana kamar ku?" tanya Felly pelan sambil menggigit bibir bawahnya. Disitu Aiden paham bahwa Felly belum ingin tinggal satu kamar dengan nya. Dan dia mencoba mengerti. "Ayo kita ke atas," Aiden mengajak Felly menaiki tangga menuju lantai dua. Rumah ini memiliki 3 kamar, yakni dua kamar di lantai dua dan satu kamar di lantai bawah. Tidak ada kamar untuk pembantu, Aiden berencana akan mencari pembantu yang pulang pergi saja. "Kamu mau disini apa di sini?" tanya Aiden sambil membuka kedua kamar tersebut. "Hemm kakak yang mana?" tanya Felly. "Kakak dimana saja yang penting kamu nyaman dulu," ujar Aiden. Jujur setiap ucapan Aiden selalu membuat hati Felly tenang dan nyaman. Namun entah mengapa ia masih belum bisa mencintai kakak sepupunya tersebut. "Felly mau disini," ujar Felly memilih kamar yang lebih kecil. "Kenapa yang itu? Disitu gak ada balkon nya," ucap Aiden mengerutkan dahinya. Memang kamar yang di pilih Felly lebih kecil dan juga tidak ada balkon, sedangkan kamar yang satu lagi lumayan luas dengan balkon juga jadi bisa menikmati udara pagi hari. "Gapapa, Felly mau disini aja. Felly masuk dulu ya kak," ujar Felly lalu ia langsung masuk ke dalam kamar nya. Aiden hanya mampu menghela napas panjang dan bersabar. Ia pun juga ikut bergegas masuk ke dalam kamar nya untuk istirahat karena lelah menyetir. Sedangkan Felly di dalam kamar nya tidak bisa istirahat, dirinya tengah di landa dilema. Ia memikirkan banyak hal mengenai hubungannya dengan Aiden. 'Kenapa gue bisa minta kak Aiden buat nikahin gue sih," gumam Felly sambil menjambak rambutnya. 'Kita udah biasa bersama sebagai kakak adik. Dan sekarang status kita berubah. Suami dan istri, tapi gue gak cinta sama kak Aiden. Dan mungkin juga kak Aiden gak cinta dama gue. Astaga ini gimana?' Felly begitu frustasi memikirkan perasaan nya dan juga perasaan Aiden. 'Mau di bawa kemana coba rumah tangga ini? Apa kita bisa saling mencintai? Tapi kan kak Aiden cuma anggep gue adek nya doang. Gak mungkin dia bisa cinta sama gue. Yah dia cuma anggep gue adek doang gak lebih," ujar Felly menghela napasnya dengan kasar. Pagi hari nya, Felly terbangun saat mendengar suara ketukan pintu. To.... Tok... Tok... "Iya Ma, bentar lagi," gumam Felly malas. Tok.. Tok... Tok... "Aaahhh mama ihh, Felly masih ngantuk," rengek Felly malas. Dengan malas akhirnya ia beranjak dari tempat tidur nya dan membuka pintu "Hoaaamm," Felly membuka pintu sambil menguap dan menggaruk kepalanya yang sedikit terasa gatal. Dan saat ia membuka mata ia terkejut saat melihat Aiden lah yang mengetuk pintu kamar nya. Nyawa nya belum sepenuhnya terkumpul, ia masih mengira ini adalah rumah nya. "Kak Aiden ngapain kesini pagi pagi?" tanya Felly dengan wajah terkejut nya. "Pagi?" tanya Aiden malah balik bertanya sambil mengerutkan dahinya bingung. "Ini sudah hampir siang Fel," kata Aiden berdecak. "Masa sih? Terus Mama mana? Kok kak Aiden bisa kesini ada a—" ucap Felly seketika ia tersadar bahwa ini bukan di rumah nya dan kini status nya sudah menjadi istri kakak sepupu nya. "Oops," cetus Felly sambil menggigit bibir nya karena ia benar benar lupa akan status dan keberadaan nya. "Sudah sadar?" sindir Aiden menahan tawa. "Hehehe, maaf tadi nyawa Felly belum kumpul," kata Felly nyengir. "Ya sudah, sekarang kamu mandi. Kakak mau ajak kamu jalan jalan," ucap Aiden seketika membuat Felly memekik kegirangan. "Jalan jalan! Kemana?" tanya Felly antusias. "Kakak akan mengajak kamu berkeliling daerah sini dengan kuda, bagaimana?" tawar Aiden. "Mauuu," pekik Felly. "ya udah sekarang Felly siap siap dulu. Kakak tunggu di bawah," kata Felly lalu ia segera kembali ke kamar dan menutup pintu nya. Baru beberapa detik, Felly membuka pintu kamar nya kembali membuat Aiden mengurungkan niatnya kala hendak pergi. "Kena—" belum rampung Aiden melanjutkan kata kata nya, tiba tiba sebuah kecupan singkat di pipi nya membuat nya diam seketika. Cup. Felly mengecup pipi Aiden lalu kembali menutup pintu kamar nya. Ia sangat malu, karena sudah berani mencium kakak sepupunya.Beberapa tahun kemudian ... “Daddy mau pergi lagi?” tanya Chyra saat melihat mommy nya mulai mengemasi pakaian.“Iya Sayang. Kenapa hem?” tanya mommy Felly sambil merapikan pakaian suaminya.“Gapapa sih, Cuma Chyra sepi aja kalau Daddy gak pulang. Memang nya Daddy berapa lama mom?” tanya nya lagi, tangan nya ikut merapikan alat mandi Daddy nya. Felly menghentikan pergerakan tangan nya, ia menatap anak ketiga nya itu dengan sayu. Sejak Arshen memilih sekolah di luar negri, Chyra memang lebih dekat dengan Aiden, dan bila Aiden tugas keluar kota maka Chyra akan selalu sendiri.Jangan tanyakan Boy, karena memang sedari kecil ia memang tidak terlalu dekat dengan Chyra karena Chyra sangat aktif dan usil. Boy lebih suka akrab dengan Els.“Sayang, kan masih ada kak Boy dan Els,” kata Felly mengusap kepala putri nya.“Mommy tau kenapa Chyra tanya begini.” Kata Chyra dengan wajah datar, lalu ia menghela napas nya panjang, “Chyra ke kamar dulu mom. Mau belajar,” imbuh nya lalu ia memilih untuk
"Akak, Ila mau itu, ( Kakak, Chyra mau itu )" Chyra menunjuk ke sebuah mainan milik Boy yang sengaja di letakkan di lemari yang lebih tinggi."Chyra, itu punya kakak Boy. Nanti kamu di marah lagi sama Boy!" ucap Arshen menghela napas nya kasar."Api Ila mau itu ( Tapi Chyra mau itu )" rengek nya dan hampir menangis."Akak hiks hiks hiks ... " Dan benar saja, kini Chyra sudah menangis di hadapan Arshen. membuat Arshen mau tak mau mengambilkan mainan tersebut."Sayang, kenapa ini hem?" tanya oma Chaca yang baru saja kembali dari dapur."Chyra mau ini Oma. Tapi Arshen takut nanti Boy marah lagi," ungkap Arshen pelan.Bukan Arshen takut kepada adiknya, hanya saja ia takut Boy kembali menyakiti Chyra seperti sebelumnya. Arshen memiliki hati yang begitu lembut dan penyabar, namun sangat berbeda dengan Boy yang memiliki sikap angkuh dan arogan. Entah sifat darimana yang ia ambil, yang jelas kedua orang tuanya tidak ada yang seperti itu."Omaa, Ila punya Mobil yeee! ( Oma, Chyra punya mobil
"Hiks hiks hiks," isak tangis kembali terdengar saat Aiden membuka pintu kamar nya. Sejak Felly melahirkan anak ke-emlat mereka, kini Felly menjadi lebih cengeng dan lebih sering menangis, menyendiri bahkan terkadang ia suka marah - marah hingga yang paling parah, ia membanting barang - barang di kamar nya. "Sayang ... Kamu kenapa hem?" tanya Aiden yang langsung melemparkan tas kerja nya dan menghampiri sang istri yabg tengah menangis di pojokan kamar, dengan lutut yang di tekuk. "Asi nya gak keluar lagi, hiks hiks ke—kenapa gak mau keluar hiks hiks, kasian dede nangis terus hiks hiks." Memang benar baby Els sedang menangis, dan Aiden pun langsung mengambil baby Els dari ranjang tempat tidur nya. Ia juga mengajak sang istri untuk beranjak dan duduk di atas tempat tidur, sambil tangan satu lagi ia gunakan untuk menggendong baby Els. "Aku buatin susu formula saja yah. Gapapa kok," ujar Aiden memberikan solusi, namun Felly dengan cepat menggelengkan kepala nya. "Gak boleh! Ba
HoeekkkkHoeekkkHoeekkkSuara dari arah kamar mandi lagi itu, membuat tidur seorang Aiden sedikit terganggu. Ia mengucek matanya sebentar lalu menatap ranjangnya kosong. Kemana istrinya?Lagi, ia mendengar seseorang muntah dari dalam kamar mandi. Dengan cepat, Aiden berlari menuju kamar mandi tanpa memperdulikan keadaannya."Sayang, kamu gapapa?" tanya Aiden panik saat melihat sang istri terkulai lemas di lantai kamar mandi sambil bersandar pada closed."Kakak," gumam Felly begitu lirih. Kepalanya sangat pusing dan rasa nya terus melandanya."Kamu kenapa?" tanya Aiden lagi, perlahan, Felly membuka matanya, dan ia langsung terkejut saat melihat suaminya ikut berjongkok di depannya."Kakakkkkkk!" pekik Felly langsung memalingkan wajahnyaKesal, itulah yang ia rasakan, bagaimana bisa Aiden berlari mengejarnya dan dengan santai berjongkok di depannya tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya."Kenapa?" tanya Aiden sedikit panik saat belum menyadari keadaannya."Kemana baju kaka
Saat mendapat kabar bahwa siang ini Felly dan Aiden akan segera pulang. Mami Chaca dan papi Dimas segera membawa baby Ar pulang ke rumah mereka yang memang letaknya tak berada jauh dari rumah utama.Mereka menghargai Javier yang memang belum siap untuk bertemu Felly, dan mereka tak mau memaksakan hal itu."Sayang, bagaimana perjalanannya?" tanya mami Chaca saat melihat kedatangan Felly dan Aiden."Alhamdulillah, lancar Mi. Dimana baby Ar, Felly gak sabar mau gendong," ujar Felly yang memang tak sabar bertemu anaknya."Sayang, kita bersih-bersih dulu, baru habis itu kita temui baby Ar," ucap Aiden."Iya benar Sayang, kalian bersihkan dulu tubuh kalian. Kalian habis perjalanan jauh, gak baik kalau langsung gendong bayi," imbuh mami Chaca.Felly menurut, ia segera beranjak ke kamarnya dan mandi serta mengganti pakaian. Sebenarnya Felly masih sedikit ragu untuk pulang ke rumah mertuanya. Meskipun papi Dimas sudah menerima cucunya, namun sikapnya pada Felly masih begitu acuh dan kadang kas
Setelah usia baby Ar sudah satu minggu, kini akhirnya ia akan di bawa ke Jakarta terlebih dulu oleh mami Chaca dan mama Leona. Sementara Felly dan Aiden masih akan di Bali untuk meneruskan baby moon nya.Keadaan Felly masih begitu labil, terkadang ia mau menyusui anaknya, namun terkadang dia bisa tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Maka dari itu, keluarga menyarankan agar Felly rileks dulu. Mereka akan membawa baby Ar pergi, sambil menunggu Felly siap dengan keadaan.Seperginya semua keluarga, kini Aiden dan Felly sedang duduk di balkon sambil menikmati sunset. Aiden memeluk Felly dari belakang dan meletakkan dagunya di bahu kanan Felly."Apa yang kamu pikirin hem?" tanya Aiden dengan lembut."Hemm, tidak ada," jawab Felly singkat. "Kakak ... " panggilnya."Iya Sayang," jawab Aiden."Apakah Felly, ibu yang jahat?""Kenapa begitu?""Karena Felly tidak mau menyusui baby Ar," gumam Felly lirih."Bukan tidak mau Sayang, tapi belum terbiasa. Kakak yakin, Felly akan menjadi seorang i