Aku berjalan menuju ke ruangan ibu. Aku berjalan dengan langkah cepat karena aku sangat kesal sekali dengan Mas Bara. Dia lebih mementingkan perasaan Arum di banding mamanya sendiri. Dasar Mas Bara bener-bener sudah gila. Tanganku membuka pintu dengan pelan. Ku lihat mama yang tersenyum menyambut kedatanganku. Mama pasti sangat tidak sabar untuk memakan nasi goreng. “Alhamdulillah akhirnya Mama bisa makan nasi goreng ini,” seru mama dengan wajah sumringah melihat aku membuka bungkus nasi goreng. Mama memakan nasi goreng dengan lahap. Lalu menanyakan kepadaku dimana Mas Bara. “Mungkin Mas Bara pulang ke rumah. Nggak tahu juga sih Ma. Soalnya Bella udah nelpon tapi mas Bara nggak ngangkat. Mungkin Mas Bara nggak nyaman ma,” ucapku dengan lembut sambil melihat mama yang lahap makan nasi goreng. “Hm, gimana sih Bara, masa kamu di tinggal disini sendirian,” gerutu mama. Setelah satu jam mama makan dan berbincang sedikit. Kini mama mengantuk dan akhirnya tidur. Aku ya
“Selamat datang di rumah, Ma,” ucap Mas Bara dengan sumringah. Dia membawa kue dengan tulisan i love you mama. Aku pira pura tersenyum sesaat. Dia benar benar pintar berakting. “Kamu udah pulang ya kerjanya?” tanya.mama. “Iya ma. Hari ini sengaja bara pulang cepet supaya bara bisa melihat mama. Maaf ya ma. Kemarin bara tiba pulang aja ke rumah. Padahal mama udah nunggu nasi gorengnya. Soalnya bara suntuk banget ma di rumah sakit. Jadi bara pulang ke rumah. Maaf banget ma,” jelas Mas Bara dengan wajah bersalah. Mama yang seorang perempuan pasti luluh ketika Mas Bara memasang wajah memelas seperti itu. Mama mengelus pipi Mas Bara dengan lembut dan berkata kalau mama baik baik saja. Bara langsung saja memberika kue untuk mama dan mama sangat senang. Aku hanya bisa melihat tontonan drama yang sangat licik di depan mataku sendiri dengan sangat nyata. Kini kami semua masuk ke dalam rumah dan aku mengantar Mama untuk masuk ke dalam kamar. Sementara Mas Bara membereskan bar
Aku menyiapkan semua keperluan untuk pergi ke Padang. Tanganku dengan cekatan melipat baju-baju dan yang lain. Aku masukan semuanya dengan rapi ke dalam koper besar. “Bella, Kamu lihat kemeja aku nggak? Warna abu-abu itu loh,” Mas Bara terlihat mengacak-acak lemari dengan cepat. “Ya kamu cari sendiri dong, Mas. Aku mau bantuin mama buat siap-siap,” ucapku dengan jutek lalu berdiri. “Bella, Kamu jangan gini dong! Bantuin suami kek, suami mau pergi masa kamu nggak mau bantu beresin barang-barangnya. Katanya istri Solehah,” sindir Mas Bara dengan mendekat ke telingaku. Aku mendengus kesal. “Oke, aku akan bantuin kamu. Ini karena aku taat sama kamu ya. Bukan berarti aku tidak marah kamu selingkuh,” ucapku dengan tegas. “Bella, aku tuh nggak jahat loh, sama kamu. Aku ini masih menganggap kamu sebagai istriku. Karena aku sayang sama kamu Bella,” jelas Mas Bara dengan melihatku membereskan baju-bajunya. “Kalau sayang kenapa harus selingkuh, Mas?” tanyaku dengan jela
Mas Bara masuk dengan wajah berbinar meski mulutnya tertutup. Namun aku tahu Mas Bara menyembunyikan kebahagiaan di dalamnya. Aku yakin sekali dia tadi berbincang di telfon dengan Arum. “Siapa, Bar yang nelpon?” tanya mama dengan wajah santai. “Oh,” Tangan Mas Bara menggaruk telinga. “Itu tadi bos, ma. Katanya dia seneng banget programku di tv tentang wawancara sama youtuber terkenal itu jadi ratingnya naik, ma. Ya, semoga aja ratingnya bisa naik terus dan aku nggak kehabisan ide buat wawancarai artis siapa lagi,” jawab Mas Bara berpura-pura santai. Aku bisa melihat gelagatnya benar benar sudah bisa di tebak. “Oh ya, syukurlah kalau begitu. Tetapi semoga kamu jangan sampai lupa sama Bella. Biasanya kan kalau suami sibuk jadi lupa sama istri,” kata mama dengan wajah menyindir. “Oh nggak lah, ma. Bara nggak mungkin lupa sama istri Bara yang cantik dan Solehah. Iya kan Bella?” kata Bara melirikku. “Hehehe, iya ma. Mas Bara selalu romantis sama Bella,” tambahku sam
Aku berusaha mengangkat kepalaku dan melihat ke atas. Aku tidak mungkin menangis di tempat ini. Oke, aku harus menguatkan diri. Aku tidak boleh terlihat lemah di depan mama. Aku berjalan menemui meja makan mama. Berusaha membuat ekspresi wajahku santai. “Di toilet rame atau nggak?” tanya mama dengan wajah takut. “Lumayan sih, ma. Mama mau ke sana?” tanyaku dengan lembut sambil duduk di samping mama. “Tapi kamu tungguin mama sampai selesai ya di toilet,” pinta mama seperti anak kecil lagi. Aku mengangguk sabar. “Iya, ma. Bella temenin mama sampai selesai,” ucapku dengan lembut. “Mbak, Bella. Mirna makan dulu ya, nggak papa 'kan?” tanya Mirna dengan sopan. “Iya, nggak papa kok, Mir. Makan dulu aja. Kamu pasti laper,” ucapku pada Mirna. Kini aku menggandeng mama untuk menuju ke toilet. Aku berharap tidak berpapasan dengan Mas Bara. Semoga saja mama juga tidak melihat Mas Bara dengan Arum. Aku tidak tahu sih, mereka berdua ada di mana sekarang, yang jelas ter
Kini kami semua sudah berada di dalam mobil. Aku terdiam tidak berbicara sama sekali dengan Mas Bara. Aku tahu pasti Mas Bara sangat kesal denganku. Mungkin Arum bercerita kepada Mas Bara kalau aku sengaja menabraknya di toilet. Aku merasa senang sekali melihat wajah Mas Bara yang kesal seperti ini. Biarkan saja, ini lebih menyakitkan di banding semua rasa sakit hati aku ketika dia selingkuh. Mobil melaju di jalan tol kembali. Hari mulai gelap dan mama serta Mirna sudah tertidur sangat lelap. Mas Bara masih fokus untuk menyetir. Kulihat di dari samping. Wajahnya begitu manis tapi sayangnya dia tidak punya hati. Dia selingkuh dari aku. Jahat, jahat sekali kau Mas Bara. “Kalau kamu ngantuk mending tidur aja,” ucap Mas Bara melihatku sekilas. Aku tidak tahu itu bentuk kalimat seperti apa. Apa dia berpura-pura baik denganku atau dia merasa bersalah? “Kalau kamu ngantuk mending kita istirahat aja di rest area kalau ada,” ucapku dengan lirih. Aku masih memikirkan kesehatan M
“Heh, bangun cepetan!” seru Mas Bara sambil menggerakkan lenganku dengan keras. Aku masih sangat ngantuk. Sehabis solat subuh aku tidur lagi. Karena semalam aku tidur jam dua malam. Mataku terbuka pelan-pelan. Kulihat Mas Bara yang sudah rapi. Aku bisa mencium aroma parfumnya. Wajahnya juga segar. Dia pasti sudah mandi. “Kenapa sih, Mas?” tanyaku dengan berusaha duduk. Nyawaku masih setengah sadar. “Balik ke kamarku. Kalau kamu tidur di kamar ini. Mama akan curiga. Udah sana buruan,” pinta Mas Bara dengan menarik lenganku. Aku terpaksa harus berdiri dan mengambil kerudungku lalu balik ke kamar Mas Bara. Mama pasti akan curiga kalau aku dan Mas Bara tidur di dua kamar yang berbeda. Ini semua gara-gara semalam Mas Bara yang sengaja mengunci kamarnya sendiri. Awas saja, aku belum mengomel padanya tentang itu. Aku tidak bisa tidur lagi. Terpaksa aku bangun dan keluar kamar. Kulihat suasana rest area ini sudah mulai ramai karena jam menunjukan pukul tujuh pagi. Aku segera
Kini kamu semua sudah berada di dalam mobil dan akan bersiap melanjutkan perjalana ke Padang. Mungkin akan sampai pada malam hari. Ku lihat wajah Mas Bara yang terlihat biasa saja. Sungguh aku ingin sekali marah kepadanya. Namun aku berusaha menahan amarahku karena ada mama. “Gimana udah siap semuanya? Udah nggak ada yang ketinggalan 'kan?” tanya Bara. “Udah nggak ada kok, Mas Bara. Semuanya sudah saya rapikan,” Jawab Mirna dengan sopan. Kini mobil melaju dengan kecepatan sedang. Jalan yang aku lalui masih terlihat sama. Jalan tol yang panjang di depan sana masih bersih. Sementara di samping terlihat hijau rumput dan aku juga bisa melihat rumah-rumah warga yang terlihat kecil. “Bar, tadi mama ngompol loh, di kamar,” kata mama lalu tertawa kecil. “Lah, terus gimana, ma? Kok bisa sih, pasti pemilik sewa kamar itu marah ya?” tanya Bara dengan cepat. “Nggak kok, Mas Bara. Pemilik sewa kamar itu paham dan baik hati. Mirna langsung aja cuci sepertinya dan untung saja ti