Share

Bab 4

last update Last Updated: 2022-10-29 12:32:35

AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU

"Dia rela kalau harus menjadi istri kedua. Bahkan menikah siri pun, dia tidak masalah. Aku harap, kamu bisa mengerti, Ma."

PLAAAKK

Sebuah tamparan kulayangkan pada laki-laki yang sudah menikah denganku selama delapan tahun.

Teganya Mas Ridwan terang-terangan bicara seperti itu padaku. Sedangkan apa yang kulihat tadi siang masih bergelayut di pelupuk mata.

Bahkan, Mas Ridwan tidak takut sama sekali meskipun ibunya dan Mbak Jum sudah mengetahui tentang hubungannya dengan Indri.

"Kamu benar-benar sudah tidak waras, Pa."

Duarr

Aku keluar dari kamar dengan menghempaskan pintu begitu kasar.

Kulihat Mbak Jum duduk di belakang dengan pandangan nanar dan sesekali mengusap air mata yang membasahi pipinya.

Kini pandangannya tertuju ke arahku dengan raut wajah yang merasa bersalah atas perbuatan keponakannya, Indri.

"Bu Arin, maafin saya, Bu! Saya benar-benar tidak menyangka kalau Indri akan berbuat seperti itu," terang mbak Jum yang langsung mendekat dan memegang tanganku.

Aku hanya berdiri mematung tanpa menjawab sepatah katapun atas ucapan Mbak Jum.

Dengan cepat kutarik tanganku dari tangan Mbak Jum dan berlalu meninggalkannya.

--------

Bohong. Kalau aku bilang tidak merasa sakit atas semua ini. Bagaimanapun Mas Ridwan adalah suamiku, ayah dari Arza, anakku.

Pernikahanku dengan Mas Ridwan sudah berjalan delapan tahun. Bukan waktu yang sebentar. Susah senang telah kami lewati bersama. Bahkan, penantian kami untuk mendapatkan momongan juga cukup lama.

Harusnya, kebersamaan yang sudah di lewati selama bertahun-tahun bisa menjadikan hubungan kami lebih kuat. Tapi, semua itu tidak berlaku untuk Mas Ridwan. Dia tega mengkhianatiku dengan Indri. Perempuan yang sudah kutolong dengan memberinya pekerjaan dan membantunya saat kesusahan. Ternyata tega menusukku dari belakang.

Hah ... bukan saatnya aku meratapi pengkhianatan suamiku dan mantan karyawanku seperti ini. Meskipun sakit, aku tidak boleh lemah.

"Semangat Arin!" ucapku untuk menguatkan diri sendiri.

Prang

Suara benda jatuh tiba-tiba mengalihkan pikiranku yang saat itu sedang duduk di ruang kerja. Aku pun langsung keluar untuk memastikan.

Tatapanku tertuju ke lantai. Ketika melihat figura foto pernikahanku dengan Mas Ridwan sudah pecah dan berserakan.

"Apa-apan ini, Mas? Kamu sengaja mecahin figura foto pernikahan kita? Iya?" tanyaku pada Mas Ridwan yang berdiri di hadapanku dengan raut wajah emosi.

"Kenapa kamu tidak bisa mengerti keinginanku?" ucap Mas Ridwan dengan mendaratkan pukulan ke tembok.

Hah ... keinginan yang gi*a.

"Oh ... jadi karena itu? Sepertinya kamu sudah cinta mati dengannya. Sampai lupa untuk menjaga perasaan seorang istri yang sudah delapan tahun mendampingimu."

Dan kamu juga lupa, siapa yang sudah membuatmu sukses seperti sekarang ini.

Aku telah menyuntikkan dana yang tidak sedikit saat kamu gulung tikar dan terlilit banyak hutang. Bahkan bisa dibilang tujuh puluh persen dana yang masuk di toko batik adalah milikku.

"Oke. Kalau kamu memang menginginkan Indri menjadi istrimu, ceraikan aku dulu! Hak asuh Arza ada padaku. Dan untuk harta, rumah ini milik Arza. Kamu ataupun aku tidak berhak atas rumah ini. Toko batik yang kamu kelola saat ini kita bagi dua. Serta setiap bulannya, kamu harus menafkahi semua kebutuhan Arza. Karena bagaimanapun itu tanggung jawabmu sebagai seorang ayah."

Akan kuturuti apa yang menjadi kemauanmu, Pa. Percuma aku berusaha mempertahankan rumah tangga kita, kalau yang ada di hati dan pikiranmu adalah perempuan lain.

***

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum."

Pagi ini aku sengaja datang ke rumah orang tua Mas Ridwan. Aku ingin bicara dengan mereka tentang apa yang menjadi keinginan Mas Ridwan.

"Wa'alaikumsalam. A-Arin, ayo masuk!"

Aku pun masuk dan duduk di ruang tamu.

"Ibu semalaman nangis?" tanyaku menatap wajah Ibu yang matanya terlihat bengkak.

Hemh ... Ibu hanya menjawab dengan hembusan napas beratnya.

"Bu ...?"

"I-ibu kecewa dengan Ridwan, Rin. Sangat kecewa," jawab ibu dengan suara parau.

Aku terdiam sesaat. Maafin Arin, Bu. Mungkin yang ingin Arin ceritakan saat ini akan membuat hati Ibu semakin terluka. Tapi Arin tidak ingin menutupi segala sesuatunya dari Ibu ataupun Ayah. Arin tidak ingin terjebak dalam situasi yang sulit hanya karena menutupi sebuah kesalahan.

"Arin?" sapa ayah mengalihkan pikiranku.

Aku pun langsung mendekati Ayah dan memberi salam cium tangan.

"Arin, kamu datang ke sini pagi-pagi pasti ada hal yang penting 'kan?" tanya ibu dengan menatapku.

Aku memandang wajah Ayah dan Ibu, sebelum akhirnya bercerita.

"Iya Bu. Ada hal penting yang harus Ayah dan Ibu tahu. Mas Ridwan. Dia ... ingin menikahi Indri. Pilihan sulit diberikan pada Arin. Dan Arin memutuskan, lebih baik diceraikan daripada harus dimadu."

Kutarik napas panjang dan menghembuskannya dengan pelan sesaat setelah bercerita. Aku ingin sedikit menenangkan hati yang sebenarnya sangat terluka. Jangan sampai Ayah dan Ibu tambah sedih ketika melihatku lemah karena perbuatan anaknya.

"Arin ...," ucap ibu dengan tatapan pilu dan air mata yang mulai menetes.

Sedangkan Ayah, beliau hanya diam dengan raut wajah yang terlihat begitu terpukul.

Aku tahu, mereka adalah mertua yang sangat baik. Menyayangiku seperti putrinya sendiri. Tapi, sayangnya Mas Ridwan tidak bisa memperlakukanku seperti kedua orang tuanya yang begitu menyayangiku.

"Ayah akan mendukung apapun keputusan Arin," terang ayah dengan dengan menghembuskan napas berat.

"Ta-tapi, Yah. Ibu tidak mau Ridwan dan Arin bercerai. Titik."

Situasi hening pun sesaat menyelimuti ruang tamu.

"Bu ... Arin memang mencintai Mas Ridwan. Bahkan sangat mencintai. Seandainya Ibu tahu bagaimana terlukanya hati Arin, pasti Ibu paham kenapa Arin lebih memilih bercerai daripada harus dimadu. Arin ngga sanggup, Bu, kalau harus berbagi dengan perempuan lain."

Kuraih tangan Ibu dan menggenggamnya dengan erat.

"Arin memang tidak akan menjadi menantu Ayah dan Ibu lagi setelah bercerai dengan Mas Ridwan. Tapi, Arin akan selalu menjadi putri Ayah dan Ibu," ucapku dengan air mata yang tak mampu di bendung lagi.

Pelukan erat dan begitu hangat dari Ibu mendarat padaku. Ibu menangis tanpa henti sembari mengelus punggungku.

Kamu tidak hanya melukai perasaanku, Pa. Tapi juga melukai perasaan kedua orang tuamu sendiri. Dan masih ada lagi yang akan terluka dengan perbuatanmu ini. Kedua orang tuaku dan juga Arza, anak kita.

Semua ini karena kamu lebih memikirkan perasaan Indri daripada perasaan kami.

Suatu saat, penyesalan akan menyelimuti hidupmu. Pasti.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU   Bab 25 TAMAT

    AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKULima tahun penjara. Hukuman untuk Indri dan Mbak Jum karena ulahnya sendiri. Setelah melewati beberapa kali sidang, akhirnya aku mendengar putusan Majelis Hakim yang membuat hatiku merasa lega. Semua itu salah kalian sendiri. Kenapa harus menghalalkan segala cara hanya demi harta. Ayah dan Ibu langsung memelukku begitu erat. Mereka juga merasakan hal yang sama sepertiku setelah mendengar putusan tersebut.Aku menatap tajam Indri dan Mbak Jum yang hanya bisa menundukkan kepala di depanku. Hukuman itu memang pantas kalian dapatkan. Orang-orang yang dulu menyakitiku, kini sudah mendapatkan balasannya. -----------Aku hanya bisa membolak-balikkan tubuh ke kanan dan ke kiri. Mungkin sampai pagi aku tidak akan bisa memejamkan mata. Perasaan deg-deg'an sudah begitu terasa malam ini. Apalagi besok saat ijab qobul.Ya. Aku dan Daffa akan melangsungkan akad nikah besok pagi. Tujuh bulan setelah acara lamaran.Tok tok tok "Rin, kamu sudah tidur?" panggil i

  • AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU   Bab 24

    AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKUSebuah pesan dari Indri masuk. Dia memberitahu alamat di mana kami akan bertemu. Dan tetap memberi sebuah ancaman untukku agar tidak lapor polisi."Rin, terus bagaimana ini? Kamu buruan ambil uang dan berikan pada mereka. Agar Arza segera pulang," tegas ibu.Karena harta mereka melakukan hal bodoh yang akan menjerumuskan mereka ke dalam penjara."Arin akan datang, Bu, dengan membawa uang. Tapi bukan untuk diberikan melainkan untuk Arin pamerkan.""Maksudnya, Rin? Kamu jangan main-main! Arza ada bersama mereka."Ayah dan Ibu ikut, tapi dengan mobil lain! Jangan bareng sama Arin! Nanti ikuti Arin agak jauh! Kita ikuti saja akting mereka, Bu!"Mbak Jum, Indri. Kalian itu terlalu amatir untuk melakukan hal seperti itu. Terlalu memaksa meniru adegan seperti di sinetron.Bukan tidak khawatir Arza di tangan mereka. Tapi aku lebih khawatir kalau Arza di tangan penculik asli.***Drrttt drrttt drrttt"Aku sedang perjalanan. Tenang saja! Uangnya sudah ada.""Bu A

  • AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU   Bab 23

    AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Arin, bukannya Ayah dan Ibu memaksa kamu. Tapi ini sidang terakhir kasusnya Ridwan. Setidaknya kamu datang untuk memberi dukungan kepada Ridwan sebagai ayahnya Arza, tidak lebih," terang ibu yang terus berharap agar aku datang dalam sidang terakhir kasusnya Mas Ridwan."Tapi, Bu. Ibu tahu sendiri 'kan kalau sekarang ibunya Mas Ridwan begitu benci dengan Arin. Apalagi setelah tahu Arin dan Daffa menjalin hubungan.""Biarkan saja, Rin! Cepat atau lambat ibunya Ridwan juga akan paham.""Arin tidak mau, Bu."Ayah dan Ibu terus memaksa agar aku mau datang dalam sidangnya Mas Ridwan yang terakhir kalinya.Akhirnya dengan terpaksa aku pun mengiyakan keinginan mereka.Selama perjalanan, aku lebih memilih diam. Bukannya aku ingin memutus silaturahim dengan Mas Ridwan dan orang tuanya. Tetapi dengan sedikit menjauh dari mereka, aku bisa lepas dari bayang-bayang yang berhubungan dengan Mas Ridwan. Sudah cukup selama ini waktuku terbuang untuk urusan yang berhubu

  • AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU   Bab 22

    AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU "Arin ...," teriak Feby yang tiba-tiba muncul di ruang kerjaku.Aku hanya diam dan santai melihat sikap Feby. Sudah tidak kaget, tiba-tiba muncul langsung heboh."Ngapain lihatin aku kaya' gitu?" tanyaku dengan melotot.Feby hanya memalingkan wajah. Sepertinya dia sedang kesal denganku. Tapi kenapa?Aku melanjutkan lagi kerjaanku yang belum selesai. Brukk Tiba-tiba kedua tangan Feby menggebrak meja."Apa-apaan sih kamu, Feb?" "Kamu udah ngga nganggep aku sahabat lagi, ya?" tanya Feby menatapku tajam.Ish ... pertanyaan macam apa itu? Aneh."Menurut kamu?" "Ngga," jawab Feby dengan lantang.Aku langsung menghentikan kerjaan dan menatap Feby dengan begitu dekat."Kamu ngga lagi ngelindur 'kan? Memangnya ada apa? Datang-datang marah.""Kamu udah jadian dengan Daffa 'kan? Arin ... kenapa harus dirahasiakan dari aku? Nyebelin ...."Kini aku hanya terdiam dan menelan saliva'ku."Kenapa malah diam?" tandas Feby."Emangnya siapa yang bilang?""Ngga ada. Ak

  • AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU   Bab 21

    AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKUSenyum yang mengembang selalu kulihat dari Daffa ketika dia mengajak bercanda Arza. Kini Daffa memang lebih sering datang ke rumah."Rin.""Ya?"Tatapannya seakan mengisyaratkan sesuatu."Boleh aku bicara sesuatu?""Biacara saja!""Sebelumnya aku minta maaf kalau sedikit lancang. A-apa kamu belum bisa ngebuka hati lagi setelah perceraian kemarin?"Pertanyaan yang membuatku terdiam beberapa saat. "Sebenarnya aku sudah bisa move-on dari Mas Ridwan. Dan untuk ngebuka hati lagi memang belum terpikir, Daff. Sekarang ini aku lebih fokus pada Arza dan kerjaan, seperti yang pernah aku bilang. Untuk ngebuka hati lagi, butuh banyak pertimbangan. Kamu sendiri 'kan tahu, aku udah punya Arza. Dan masalah yang datang dalam rumah tanggaku kemarin, sedikit banyak membuatku harus hati-hati memilih pendamping hidup," jawabku dengan pandangan ke depan."Trauma?"Aku menggelengkan kepala."Tapi kenapa kamu tanya soal itu?" tanyaku balik.Daffa menatapku sebelum akhirnya m

  • AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU   Bab 20

    AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Arin," sapa Daffa dengan tatapan yang begitu hangat. Sesaat kami pun saling berpandangan."Ekhem ... ekhem ... kaya'nya yang jemput kamu ngga cuma Arin deh, Daff. Aku seperti ngga dianggap," ucap Feby membuat kami mengalihkan tatapan padanya."Iya, bawel," ucap Daffa dengan mengelus rambut Feby dengan kasar. "Mobil kamu mana, Feb?""Di rumah Arin. Nanti kita ke sana dulu ambil mobilku, Daff!"Daffa tidak menghiraukan jawaban dari Feby. Tetapi dia malah menatapku lagi. Dan kali ini tatapannya begitu dalam.Aku sangat gugup dan salah tingkah dengan sikap Daffa yang seperti itu."Pulang ... pulang." Lagi-lagi Feby membuat kami kelimpungan. "Daff, kamu mau duduk di depan dengan Arin atau di belakang?" tanya Feby."Depan aja deh, Feb." jawab Daffa yang membuat mataku membulat sempurna. "Eh, maksudku belakang aja." Sepertinya dia memang sengaja ngerjain aku.Kuhembuskan napas lega dengan memalingkan wajah."Berarti aku di depan dengan Arin, ya. Terus kamu di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status