Share

Bab Tiga

Hari ini tanggal satu bertepatan hari Senin. Hari dimulainya aktivitas kantor setelah dua hari libur kerja.

 

Meski semalaman kulihat Mas Arya tidak tidur, asyik video call dengan istri mudanya yang kudengar-dengar bernama Maya tanpa peduli sakitnya hatiku mendengar kemesraan mereka, tetapi pagi-pagi ini wajahnya kulihat begitu sumringah. Tampak sangat bercahaya. Mungkin karena hari ini tanggal satu. Tanggal gajian.

 

Dari percakapan mereka berdua di kamar sebelah tadi malam yang sempat aku curi dengar, Mas Arya mengatakan akan memberikan uang gajinya itu pada istri mudanya itu. 

 

Tak tanggung-tanggung, ATM yang kemarin kukembalikan padanya katanya juga akan diberikan pada wanita itu agar Maya juga bisa merasakan enaknya menjadi seorang Nyonya Arya. Bisa ke salon, ke mall, belanja dan jalan-jalan di hari libur seperti yang biasa kulakukan. Begitu yang aku dengar dari percakapan mereka.

 

Entahlah, aku merasa Mas Arya memang sengaja bicara dengan suara keras tanpa rem, karena mungkin ingin membuatku cemburu dan menyesali keputusanku mengembalikan ATM itu kepadanya.

 

Tapi tidak! Jangankan menyesal, sedih saja tidak. Justru saat ini aku merasa sangat plong sudah bebas dari tanggungjawab berat yang sebenarnya selama ini kupikul diam-diam atas nama iba dan sayang pada suami sendiri. Ingin ia bahagia dan tidak kalut memikirkan kebutuhan hidup yang semakin melambung sementara gajinya sudah habis untuk membayar cicilan hutang. Tapi Mas Arya tak pernah mensyukuri itu.

 

"An, kamu gak masak?" tanya Mas Arya saat membuka tudung saji dan mendapati isinya kosong karena mulai pagi ini aku memang berjanji tidak akan masak kecuali ia belanja dan menyiapkan bahan untuk dimasak.

 

"ATM 'kan sudah aku kembalikan. Kamu lah belanja, biar nanti aku masakin," sahutku singkat sembari membuka ponsel, mengecek jumlah pencapaian terakhir bulan lalu yang biasanya akan ditransfer ke rekening penulis beberapa hari lagi oleh bagian akunting platform tersebut.

 

Jumlah pencapaian bulan lalu meningkat cukup drastis. Aku bahkan berkesempatan masuk dalam jajaran sepuluh besar peraih penghasilan tertinggi bulan ini di platform bersangkutan. Suatu prestasi yang tidak kusangka-sangka akan terjadi dalam karier kepenulisan ku yang patut disyukuri.

 

Mas Arya tidak boleh tahu itu!

 

"Oh gitu? Jadi karena ATM sudah kamu kembalikan, terus hari ini juga tanggal satu, jadi kamu nggak mau masak? Sisa uang bulan kemarin kamu simpan? Buat apa? Buat jalan-jalan? Ke salon? Shopping? Ya ... nikmati saja kesempatan terakhir kamu senang-senang karena besok gak akan bisa lagi!" ketus Mas Arya sembari tersenyum sinis.

 

Aku hanya menahan senyum dan tawa sekaligus terluka di dalam hati. 

 

Ya, Tuhan. Bagaimana bisa tidak tahu dirinya suamiku ini. Dikira sisa gaji satu juta itu besar sekali. Bisa dipergunakan untuk biaya makan enak selama sebulan, ngasih ibu dan adiknya selama sebulan, bayar kontrakan, listrik dan WiFi, serta jalan-jalan dan shoping sepuasnya setiap hari? Geleng-geleng kepala aku dibuatnya.

 

Aku memilih diam dan tak menanggapi ucapannya. Memilih masuk ke kamar karena sebentar lagi setelah ia pergi ke kantor aku juga akan mengajak putriku keluar, cari sarapan di luar.

 

Biarlah untuk sementara ini aku tidak masak dulu di rumah. Aku tak mau Mas Arya tahu aku punya simpanan uang, apalagi kembali makan hasil jerih payahku menulis. No. Tidak ada lagi belas kasihan untuk orang yang tidak pantas dikasihani!

 

Beberapa saat kemudian Mas Arya keluar rumah, tentu saja dengan mobil kesayangannya yang dibeli dari hasil pinjam bank.

 

Sepintas lalu suamiku itu memang terlihat kaya. Tongkrongannya mobil baru. Penampilannya pun selalu rapi dan wangi dengan seragam kantor yang membuat silau banyak orang yang mengidamkan bekerja di tempat bersih dan nyaman di perkantoran. 

 

Apalagi sudah jamak anggapan di masyarakat, jadi pegawai negeri itu hidupnya emak dan terjamin. Kerja gak kerja gaji tetap full dibayarkan. Ada jaminan masa tua dan lain-lain hal menggiurkan yang membuat banyak orang tua menginginkan anaknya bekerja di sana.

 

Mereka tidak tahu, kalau jadi peg**ai neg*ri itu sebuah pengabdian. Jangan berharap kaya karena janji semula bekerja adalah demi mengabdi pada negara, memajukan negeri dengan semangat dan etos kerja. Bukan dengan khayalan dan angan-angan seperti yang Mas Arya lakukan.

 

Tebar pesona dan berharap kaya dengan menyetorkan SK pengangkatan ke bank, sehingga sisa gaji tidak lagi mencukupi.

 

Namun, alih-alih bersyukur dibantu istri, malah sombong dan arogan tidak karuan.

 

Sekarang tunggu saja tiba masanya suamiku itu gigit jari. Pusing tujuh keliling mencukupi keperluan sehari-hari dengan uang satu juta rupiah di tangannya.

 

Apakah cukup atau harus gali lobang tutup lobang untuk mencukupinya? Apalagi sekarang sudah ada mulut satu lagi yang harus diberi nafkah dan mungkin dimanjakan dengan materi seperti janji-janji Mas Arya malam tadi saat video call dengan istri diam-diamnya itu.

 

Istri yang merasa begitu surprise saat diberi tahu akan diberi kartu ATM yang berisi gaji bulanan suamiku itu.

 

Ia tak tahu bahwa selama ini ada istri lain yakni aku yang pusing tujuh keliling cara membagi uang sebesar itu untuk mencukupi keperluan rumah tangga kami yang banyak hingga harus merogoh kocek sendiri untuk menambalnya.

 

Sekarang apakah istri diam-diamnya Mas Arya itu akan melakukan hal yang sama sepertiku atau justru akan mengeluh dan minta dikembalikan ke pangkuan orang tua karena tak sanggup lagi harus kali-kali sisa gaji yang tidak seberapa lagi itu?

 

Aku pun ingin tahu.

 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
R. Saban
cerita abalĀ² TDK berguna sj
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si istri banyak ngebacot sendiri. katanya terluka tapi tetap bertahan biarpun dihina. ni perempuan g waras kayaknya.
goodnovel comment avatar
Isabella
getok palanya pakai CD biar matanya terbuka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status