Bab 23
"Ini, Ana. Simak video ini," ucap Dimas. Ia menyerahkan ponselnya padaku. Baiklah, aku segera membuka ponsel yang ia berikan, sudah masuk ke sebuah galeri handphone. Kemudian, aku klik video yang berdurasi lima menit kurang tiga detik itu. Kusimak baik-baik setiap kata dan gambar yang tersirat dalam ponsel itu.
Aku perhatikan wanita yang tengah berbadan dua, dan memperhatikan satu lagi laki-laki yang bersamanya. Mataku terbelalak melihat Lita dan seorang laki-laki, postur tubuhnya mirip dengan laki-laki yang berdiri saat hendak menaiki mobil Terios putih itu.
Aku menelan sedikit salivaku, saat mendengar satu ucapan darinya. Astaga, Lita bilang itu anaknya dengan laki-laki yang bertubuh kekar itu. Tanganku tak tersingkir dari mulut ini. Berati Lita hamil dengan pria yang bernama Angga? Ya, terdengar jelas namanya adalah Angga.
Kemudian, aku simak lagi saat ia mengepalkan tangannya ke laki-laki tersebut, entah kenapa terlihat dari becandanya ada sesu
Bab 24POV DimasAku sudah putuskan, untuk bicarakan ini pada Pak Ardi Dinata, rasanya ada yang mengganjal di hati jika tidak diungkapkan sendiri. Khawatir, Pak Ardi mengetahui dari orang lain.Aku pun sangat mencemaskan Ana, jika ia tidak diberi tahu masalah kehamilan Lita yang ternyata bukan hamil anaknya Zaki. Ini suatu kemenangan untuk Ana. Jika ia tahu terlebih dahulu tentang anak yang dikandung oleh Lita."Permisi, Pak.""Silahkan duduk, Dimas!" suruhnya. Lalu aku pun duduk tepat di hadapan laki-laki yang sangat berpengaruh di dalam hidup keluargaku."Maaf sebelumnya, saya ingin menyampaikan sesuatu pada Pak Ardi," cetusku. Kami pun mulai serius membicarakan ini, Pak Ardi pun mulai menyanggah dagunya dengan tangan."Sepertinya serius," timpal Pak Ardi.Aku tak banyak bicara, kurogoh saku celana dan memberikan ponsel yang sudah siap memutar video.Kulihat ia menyaksikan video itu dengan serius. Matanya membula
Bab 25Tepuk tangan saling bersahutan saat pemandu acara memulai acara.Aku duduk tersigap di samping mama dan papa. Kemudian, Sinta mengulurkan tangannya, ia dingin sekali."Kamu tegang?" tanyaku."Iya, Kak. Memang Kakak nggak tegang?" tanya Sinta membuat kedua alisku menyatu."Tegang kenapa sih? Memang ini acara apa?" tanyaku keheranan. Tidak lama kemudian, pemandu acara melanjutkan acara ini."Kita akan menyambut kedua pasangan yang akan bertunangan hari ini. Mari kita sambut keduanya, Sinta dan Ana. Beserta dengan pasangannya, Gilang dan Dimas!" teriaknya membuatku terkejut. Bagaimana papa bisa melakukan hal ini? Aku masih berstatuskan istri orang. Kenapa ia melakukan ini?Sinta menarik pergelangan tanganku agar maju ke depan. Aku berdiri, masih bingung dengan keinginan papa yang satu ini.Kemudian, papa menghampiriku dan meraih telapak tangan ini untuk digiringnya ke depan. Di hadapan semua orang papa menyandin
Bab 26Ngapain mereka datang ke sini? Tahu dari mana tentang hal ini? Bukankah papa hanya undang rekan dekat saja? Pertanyaan seketika muncul di kepala. Aneh memang, Yuni, mertuaku, dan Lita datang tiba-tiba."Keluarkan mereka!" tekan papa dengan penuh amarah. Emosinya meledak-ledak karena rekan kantor yang datang orang penting semuanya."Kalian malu? Apa sudah tidak tahu malu? Ana itu masih istrinya Zaki, tapi malah bertunangan dengan laki-laki pilihan papanya!" teriak Bu Ayu, mertuaku.Aku dan Sinta sontak beradu pandangan, berharap ini tidak akan menjadi masalah besar dalam karier papa. Namun, sepertinya celetukan Bu Ayu tengah membuat rekan-rekan kerja papa yang hadir kini kebingungan.Gilang dan Dimas pun turun untuk mencairkan suasana. Mereka berdua memboyong ketiga wanita itu, Lita, Yuni, dan Bu Ayu. Aku tak mengerti maksud kedatangan mereka bertiga ke sini apa?"Ini gimana sih, Pak? Bukankah wanita yang telah bersuami tid
Bab 27"Kamu serius, Sin?" tanyaku tepat di telinga Sinta. Rasanya aku tak percaya papa akan berbuat nekad seperti ini. Ia orang pintar, pasti tidak akan melakukan kekerasan dalam hal apa pun. Namun, ini cerita yang berbeda. Rasa malu yang Lita dan mertuaku perbuat tadi tengah membuat siapapun itu jadi binal.Aku terperanjat, dan terpaksa turun ke lantai bawah. Tubuh papa yang sudah mulai tua itu kupeluk erat-erat."Kamu kenapa, Ana?" tanyanya."Pah, aku nggak mau melihat Papa melakukan hal yang di luar batas, ini tindakan kriminal, tolong jangan lakukan itu!" tegasku padanya. Kemudian, ia melepaskan dekapan anaknya yang sedang ketakutan ini."Siapa yang ingin berbuat kriminal?" tanya papa keheranan, kedua alisnya sudah merapat bagaimana ulat bulu. Aku memandangnya, kemudian berpindah ke arah Sinta."Kata Sinta, Papa menyewa preman hanya untuk balas dendam pada Lita dan keluarga Mas Zaki?" tanyaku memastikan bahwa dugaan Sinta itu tidak bena
Bab 28POV Pak ArdiAku sudah menduga, Ana pasti tidak menyukai cara kekerasan. Ia pasti mengira aku memerintahkan preman untuk memukuli Lita, Yuni, dan Bu Ayu. Tidak mungkin aku lakukan itu, aku hanya ingin memberikan mereka pelajaran, agar tidak bisa main-main lagi padaku, apalagi sampai mempermalukan di depan umum.Ana memang harus dibimbing, agar ia bertindak lebih tegas terhadap orang lain. Jangan mau diinjak-injak harga diri, apalagi yang menginjak-injak adalah Lita, wanita licik yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya.Aku harus menuntun Ana untuk tetap bermain cantik, tidak gegabah, dan yang terpenting tepat pada sasaran."Memang benar, mereka adalah orang suruhan papa, tapi Papa juga tidak akan bertindak kriminal," sahutku saat Ana menanyakan sesuatu yang ia lihat barusan.Perbuatan Lita dan mertuanya tak bisa dibiarkan begitu saja. Mereka harus menerima balasan setimpal. Malu harus dibalas dengan malu."
Bab 29Aku datang pada saat yang tepat, saat Lita hendak membongkar semuanya di hadapan Ayumi. Aku tahu ia pasti akan melakukan ini. Makanya papa perintahku untuk ikut bersamanya ke rumah Ayumi."Mau bicara apa? Lita!" cetusku saat baru datang. Mertuaku tercengang saat melihat kedatanganku."Silahkan bicara saja!" sungut papa sembari mempersilahkan ia bicara. Namun, Lita seperti tidak terima dengan ini semua. Ia sontak marah dan bergegas pergi. Rupanya, ia mengerti maksud kedatangan kami."Kalian itu, ternyata! Argghh ...." Lita terlihat kesal hingga menghentakkan kakinya saat ia berjalan. Mungkin saat ini ia tak mengingat bahwa dirinya sedang hamil.Mereka pun pergi tanpa membuka apapun itu. Bagaimana mau bongkar, orang yang ingin diberi penjelasan sudah tahu kejadian sebenarnya dan memaafkan ini dengan syarat."Terima kasih, Pak Sutomo Burhan, uang ganti rugi kemarin sudah dikirim oleh Gilang, kan?" tanya papa."Sudah, Pak. Ay
Bab 30Aku berbalik badan. Kemudian, dengan memberanikan diri melihat arah suara yang datang."Gilang!" teriakku. Ternyata Gilang yang datang di tengah-tengah kebingungan yang kurasakan. Namun, ada yang aneh, tangannya ada di belakang, seperti menyembunyikan sesuatu."Selamat ulang tahun, Ana! Surprise!" teriak Gilang membuatku terenyuh. Astaga, ini tanggal berapa? Kenapa aku bisa lupa dengan tanggal kelahiranku sendiri?Kemudian Gilang mengeluarkan karangan bunga mawar sebagai ucapan selamat. Seketika rasa cemas tadi berangsur menjadi bahagia."Terima kasih banyak, Gilang. Kamu kok tahu aku ada di sini?" tanyaku sambil mencium harumnya karangan bunga yang ia berikan."Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday ... happy birthday ... happy birthday to Ana ...." Sebuah lagu yang terngiang dari arah belakangku. Aku berbalik badan kembali. Ternyata suara Sinta, Dimas, Papa, dan Mama yang memberikanku surprise kedua
Bab 31POV Zaki"Mas Zaki! Ke sini kok nggak ngomong-ngomong?" celetuknya sembari menghampiriku. Tangannya sudah mulai merangkul lengan ini, rayuan pun mulai ia lontarkan."Angga, laki-laki ini ngapain di sini?" tanyaku menyelidik. Ya, aku mengenal sosok laki-laki yang berada di sebelah Lita tadi, tapi aku tidak tahu kenapa ia berani merangkulnya dengan begitu mesra.Lita terdiam, begitu pula dengan Angga. Namun, tiba-tiba Pak Farid datang menghampirinya."Angga, sudah lama kamu menunggu saya?" tanya Pak Farid."Tuh kan, Angga itu sedang ada janji dengan Papa. Kamu nggak usah curiga macam-macam dong, Sayang!" rayu Lita. Aku pun terdiam, lalu menghampiri papa mertua."Pah, apa kabarnya?" tanyaku pada mertua yang berada di dekat Angga."Baik, Zaki. Saya dan Angga permisi, kamu lanjutkan saja ngobrolnya dengan Lita," tuturnya. Mungkin aku salah paham terhadap Lita. Buktinya papanya tetap meminta aku yang menemani putrinya.Ak