Ketika cahaya mentari mulai menerangi dan kicau burung menyemarakkan suasana pagi, saat itu aku telah selesai dengan semua rutinitas pagi dan membuatkan kopi untuk suamiku.
Kulirik dia yang saat itu sedang asyik duduk di meja kerjanya. "Mas lagi apa kamu?" tanyaku. "Nggak lagi apa-apa, lagi baca koran aja," jawabnya singkat tanpa menoleh. "Ada agenda hari ini?". "Mas bisa nggak temani aku ke acara pentas pianonya Laila," ujarnya. "Kok gitu Mas?" "Aku sibuk." "Ya udah kalau gitu," desahku kecewa. "Memangnya kenapa sih, apa Laila harus selalu ditemani?" lanjutnya lagi. "Ya nggak juga sih, Mas dia kan anak kita, dia butuh dukungan," selaku. "Halah,16 tahun masih butuh dukungan, terlalu manja," sungutnya sambil berdecak sebal. "Mas nggak ada istilah dewasa untuk anak yang membutuhkankan kasih sayang orang tuanya," jelasku perlahan. "Kamu sebagai ibunya, kamu dong yang mengawasi dia," ujarnya ketus. "Oke deh, kalau gitu." aku menjauh darinya dengan hati sebal dan kecewa. Lima belas menit kemudian suamiku pergi ke kamar untuk mandi karena harus pergi bekerja, karena itu aku mencoba mencari kesempatan untuk memeriksa ponselnya ketika kudengar suara gemericik air dan bunyi seseorang yang sedang sibuk mandi aku segera beringsut ke ruang kerjanya. Kuraih benda pipih berlogo apple dan kubuka, kuperiksa pesan w******p yang masuk ke nomornya. Tidak ada yang aneh sebenarnya kontaknya masih seperti biasa saja, ada namaku, nama putriku, nama sahabat, dan rekan kerjanya lalu sebuah kontak yang berupa nomor saja dengan gambar profil hati yang indah. Kucoba menilik ke dalam chatnya lalu memperhatikan isinya ada beberapa pesan mesra di sana. Meski suamiku tidak menyebut nama wanita itu, tapi aku yakin itu adalah dia Erika. Mereka saling berbalas pesan dan berbagi kabar, mereka bercanda sepanjang waktu,aku tahu setiap 1 jam wanita itu menelpon suamiku atau minimal mengirimnya pesan atau emoji lucu. Kubuka sebuah gambar yang sudah buram di baris chat mereka, buram karena dihapus filenya, kucoba mendownload kembali gambar tersebut dan kulihat sebentuk cincin yang sangat indah dengan permata bertata di atasnya. Mungkin berlian atau intan, entahlah, tapi jelasnnya Erika meminta suamiku untuk membelikan benda itu untuknya. Suamiku mengatakan jika dia butuh waktu untuk bisa mendapatkan cincin yang diinginkan Erika itu. Entah beruntung atau kebetulan saja, beberapa detik kemudian masuk sebuah pesan dari e-commerce yang memberitahu bahwa pesanannya telah tiba di Indonesia. Aku semakin heran karena suamiku tidak memberitahu sebelumnya jika dia memesan sesuatu, jadi, daripada menahan rasa ingin tahu yang demikian membuncah lebih baik kuperiksa saja pesan tersebut dan benar saja cincin berlian seperti yang ada di pesan w******p Erika ada di sana. [Sudah Ready Pak Danu, tinggal diambil saja ke outlet kami di jalan Setia Budi no. 1254 atau kami yang akan mengantarnya ] Beribu pertanyaan kemudian bergelayut dalam hati. Apakah suamiku membelikan untuknya atau memang ini hanya pesanan? Tak baik berprasangka buruk namun kewaspadaan juga harus selalu ada. Daripada aku terus penasaran dan menjadi pikiran, maka, aku coba periksa sekali lagi pesan w******p Erika dan Mas Danu tadi, dan benar saja wanita itu menginginkan Mas Danu memberinya berlian itu sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-38. Seperti kerbau dicocok hidungnya suamiku berjanji ia akan melakukan apa saja yang diinginkan oleh wanita yang ia sukai itu. [ Iya Sayang tenang aja, apa sih yang enggak buat kamu ] kirim Mas Danu pada balasan pesannya. Jujur saat itu aku sangat emosi membaca pesan-pesan suamiku, tapi aku tidak bisa serta-merta memarahinya atau mengintimidasinya aku perlu mengumpulkan bukti untuk memberinya sebuah kejutan bahwa sesungguhnya aku tahu permainan mereka. Buru-buru aku periksa kembali e-komersial tadi dan harga barang yang Mas Danu pesan cincin itu seharga 2000 dolar yang kalau dirupiahkan berapa jumlah nol dari kurs penukarannya. Sungguh aku terkejut dan hatiku luar biasa sakitnya, karena sebelumnya suamiku tidak pernah sampai memberiku benda semahal itu. Meski ia juga kerap membelikanku barang-barang mahal tetapi untuk cincin semahal 2000 dolar, aku belum pernah membayangkannya. Perlahan menyusup rasa benci dan cemburu yang demikian bergejolak dalam dada, andai aku tak menghargai imanku ini, tentu saat ini juga aku akan mengajaknya bertengkar dan saling menyakiti. Namun kutimbang kembali langkahku selanjutnya, aku punya anak, dan aku juga seorang istrinya, sejatinya istri sahlah yang berkuasa atas rumah dan aset suaminya. Jadi, alih-alih ribut bertengkar memikirkan pelakor lebih baik kuamankan apa yang bisa kuamankan secepatnya. Karena tadi aku telah mengetahui alamatnya, aku berencana untuk menebus saja cincin itu, tapi kupikir lagi, kurasa itu rencana buruk karena akan kacau jika Mas Danu mengetahuinya, sebaiknya kusimak saja apa yang akan dia lakukan dan lalu kuambil kesempatan. "Dia pikir aku sungguh bodoh dan lemah, hmm, tidak semudah itu," gumamku. * 20 menit berikutnya, Ketika sudah siap berangkat dan selesai menikmati sarapannya, Mas Danu segera meraih kunci mobil dan berkata, "Oh sarah, kalo staf pengiriman dari perusahaan berlian datang, mohon kamu terima atas namaku, karena aku ada urusan mendesak ke tempat lain." Binggo! "Oh iya, oke Mas." "Jangan lupa tanda tangani ya," pintanya. "Iya, Mas." Ia melambaikan tangannya, ** Pukul 12:34 dua orang staf berpakaian rapi dengan blazer abu-abu serta seorang pria berperawan besar datang ke rumah mengantarkan cincin mahal tersebut. Setelah serah terima mereka mohon diri untuk pamit dari rumahku. Kuambil benda itu dari kotaknya dan berkali-kali kutimbang apa yang harus kulakukan. "Baik, biar kucoba." Aku bersenandika sambil meraih ponselku. Kuhubungi toko perhiasan langgananku sambil ku kikirim pesan kira-kira jam berapa Mas Danu akan kembali ke rumah. Dia membalas akan kembali pukul empat sore. Jadi ada tiga setengah jam untukku beraksi. "Halo selamat siang Nyonya Sarah." Asisten gerai menjawab panggilanku. "Nyonya Mona ada di store sekarang?" tanyaku menelisik keberadaan pemilik toko. "Ada Nyonya," jawabnya. "Sambungkan saya dengannya, saya ingin bicara," kataku. Tak lama kemudian Mona kawan lamaku di masa SMA menjawab. "Halo, Sarah," sapanya. "Iya, halo, aku perlu bantuanmu secepatnya, Mon." "Katakan saja, apa?" "Gini lho, aku ada cincin yang tiba-tiba ilang, padahal itu hadiah anniversary dari suamiku, bisa tidak kamu bikinkan tiruannya, aku takut dia marah ketika tahu aku menghilangkan hadiah darinya," pintaku berdusta. "Bisa aja sih, kamu tinggal kirim gambarnya aja," jawabnya santai. "Bentar ya aku kirim gambarnya, aku bayar berapa aja deh, buat tiruannya," kataku. "Oke." Tak lama kukirim gambarnya dan Mona membalas. "Ini agak rumit, Sar, butuh waktu." "Aku mohon setidaknya harus ready dalam waktu dua jam, aku bayar berapapun." "Dia berlian?" Mona memaksudkan cincin itu. "Gak, permata biasa kok." "Mirip berlian," balasnya. Memang berlian tapi aku akan menukarnya agar wanita jalang itu tak perlu mendapatkan benda mahal dari pria yang jelas-jelas bukan suaminya. "Pukul tiga sore aku tunggu ya," pintaku. "Aku usahakan," jawabnya.Sejak kepindahan anaknya ke rumah Sarah, suamiku terlihat berubah Saya lebih sering termenung dan kehilangan senyum manisnya."Gimana acara makan malam di restoran Prancis tadi Apakah kamu menemui kata sepakat dengan perusahaan Red Silver?""Uhm ... Iya, eh ... Anu ... Belum," jawabnya."Gimana maksudnya mas, sudah atau belum?""Aku belum baca berkasnya," jawabnya singkat."Kok belum dibaca, harusnya segera dibaca Mas? Bukannya kalian bertemu agar ada kata sepakat, dan kerjasama perusahaan segera terjadi?""Maaf aku kurang enak badan ketika ada pertemuan itu.""Kalau sakit ke dokter dong Mas jangan dipendam aja sakitnya," jawabku."Aku ... Baik-baik saja, aku hanya lelah ...."jawabnya sambil merebahkan diri di ranjang."Kok jadi nggak fokus di akhir-akhir ini?""Entahlah aku banyak pikiran," jawabnya sambil membalikan badan dalam memeluk guling."Banyak pikiran Karena apa mas aku sudah berusaha mencukupi semua kebutuhan dan membuat semua pekerjaan menjadi lebih mudah, apa Ini masalahn
Kupikir aku sudah bahagia memiliki Mas Danu ternyata semuanya hanya awal petaka,kupikir aku telah memenangkan sebuah riwayat besar dalam hidupku dengan menyalahkan istri pertamanya tapi ternyata aku hanya mengambil sampah dari kumpulan rongsokan yang tidak berguna.Hmm, memerlukan untuk mengetahui kebodohan sendiri,memalukan untuk mengakuinya tapi kenyataannya aku memang wanita yang bodoh dan mau saja diperbudak cinta.Andai aku punya pikiran lebih jernih untuk memilah dan memilih mana pria yang baik untukku, Andai kugunakan logika dengan sebaik-baiknya, andai aku berpikir panjang mungkin tidak akan sampai begini.Perlahan hari demi hari aku menyadari bahwa menjadi istri dan hanya dimanfaatkan saja untuk dia mendapatkan jumlah harta milikku.Aku wanita yang royal ini,merasa bahwa pengabdian seorang istri boleh dengan memberikan suami sejumlah uang dan barang karena aku tidak pernah memperhitungkannya, sekalinya aku mengkalkulasi semua itu, aku hanya mampu menemukan yang sendiri, karen
Hari itu adalah hari pernikahanku dengan Erika, entah engapa ketika kuayunkan langkah menuju lokasi ijab kabul langkahku terasa berat, perasaanku seolah teriris, seolah separuh nafasku akan hilang begitu saja.Aku tahu dari kejauhan istriku sedang mengusap air matanya, aku mengerti perasaannya harus melepaskan suami ke dalam pelukan wanita lain adalah hal yang sangat berat, aku tahu gejolak dalam perasaan yang sedang berkecamuk antara benar-benar melepaskan atau membatalkan keputusannya."Kamu yakin akan melepasku?""Iya, Mas, aku harus ikhlas demi kebaikan kita semua," jawabku sambil menggenggam tanganku."Tapi semuaanya akan berbeda setelah semua ini, Sarah, kita akan lebih jarang bersama," sanggahk ragu.Ia meletakkan tangannya di dadaku, sambil membenahi kancing pakaian dan bunga yang melingkar di leherku."Tidak ada yang akan berbeda Mas, semuanya tetap sama, asal Mas setia," jawabnya.Masih kutangkap ia menyeka sudut mata ketika aku meninggalkan kamar kami, aku setelah hari in
Empat bulan setelah perceraian, aku dan putriku memilih meninggalkan rumah dan menjualnya, tak ingin terus-menerus dibayangi kenangan masa lalu tentang Mas Danu, aku memilih untuk berdamain dengan diri dan waktu.Aku memilih untuk pindah ke pinggir kota dan memulai hidup baru di sana, tinggal di sebuah rumah mungil sama Putri cantikku kami kasih sayang dan membunuh waktu hanya berdua saja.Dari hasil penjualan rumah aku menjadikannya usaha toko bunga yang khusus menyediakan bunga segar tanaman hias dan menangani order pesanan merangkai bunga.kebetulan itu adalah hal yang sudah akut akunnya sejak kecil berbekal bakat yang diwariskan oleh Oma.Putriku Laila juga dia ada ada anak gadis yang tegar dan mandiri dia tidak memilih untuk tenggelam dan terpuruk dalam takdir karena perceraian kedua orang tuanya. Malah yang membuktikan bahwa setelah ah kehilangan ayahnya Laila semakin berprestasi dan menunjukkan potensi diri di berbagai kejuaraan di luar sekolah dan jujur itu membuatku bangga.
"Dengan ini saya putuskan bahwa Sarah Amalia dan Danu Mahendra resmi bercerai."Tok ... Tok ...Ada rantai besi yang tiba-tiba patah, itu adalah simbol dari jalinan asmara dan ikatan rumah tangga kami. Semuanya musnah sudah.Ketika keputusan itu dikumandangkan hakim, kami dua suami istri yang seketika menjadi mantan saling memandang,sementara Erika dan keluarganya bertepuk tangan dengan gembira menyaksikan bahwa kami berpisah dan akhirnya dia memenangkan suamiku.Aku menatapnya dan Mas Danu bergantian kalau memberikan sebuah isyarat dengan senyuman tipis bahwa, ini bukan akhir semuanya."Maafkan aku Sarah,"gumamnya pelan."Nggak masalah Mas Danu, kita bercerai juga tidak akan merugikanku," jawabku.lagipula untuk apa aku bertahan jika di pihak suami tidak ingin mempertahankan.Untuk apa berusaha bersama jika dari dirinya saja tidak ada keinginan untuk bersama.Semua keputusan yang ku ambil atau keputusan yang Erika ambil selalu dituruti, sebagai suami kadang aku mengeluarkan sikapnya
Aku lelah lelah di puncak ke semua kebosanan ini, aku benar-benar lelah lelah dengan kecemburuan. Lelah dengan penantian, lelah dengan sakit hati melihat kemesraan dan kepedulian Mas Danu yang lama kelamaan terkikis seiring berjalannya waktu.Pernah mencoba bersabar, pernah mencoba memaklumi, dan pernah mencoba untuk menjadi lebih baik lagi, tapi semuanya gagal. Aku semakin terseret ke dalam pusaran menyakiti diri sendiri dan sudah cukup aku putus asa.Begitu juga Putriku ditengarai oleh kekecewaan pada sang ayah dia tumbuh menjadi gadis yang nakal dan sering memberontak untuk mencari perhatian kasih sayang Mas Danu. Putriku yang dulunya gadis yang manis, berubah menjadi gadis yang frontal hati ia masih menjaga kasih sayang dan kesopanannya kepadaku, tapi di luar sana ... Ini tidak bisa dibiarkan lagi.Semua masalah ini asalnya dari Erika dan bermuara pada kehancuran mental anak dan hubungan keluarga kami, aku tidak bisa membiarkan ini berlarut-larut."Laila kembalilah menjadi anakk